Merenda Kebersamaan Dalam Keluarga

Jurnalis : Yuliati, Fotografer : Yuliati
 
 

foto
Minggu 28 Juli 2013, para Gan En Hu (penerima bantuan) berbaris untuk mengisi daftar hadir pada acara gathering.

Suasana hening seketika menjadi riuh saat para Gan En Hu (penerima bantuan) pulang ke rumah pada Minggu, 28 Juli 2013. Beberapa relawan Tzu Chi berbaris di depan pintu sambil bernyanyi menyambut kehadiran para Gan En Hu. Demikian juga, para Gan En Hu berbaris dengan rapi untuk mengisi daftar hadir peserta. Pada kesempatan ini, Relawan Tzu Chi juga membagikan paket lebaran berupa mi instan satu dus, beras, pakaian, sepatu, kain sarung, gula pasir, dan angpao untuk menyambut hari kemenangan kepada 150 Kepala Keluarga Gan En Hu yang hadir.

Kali ini, relawan Tzu Chi mensosialisasikan semangat celengan bambu Tzu Chi dalam program Sosialisasi Misi Amal Tzu Chi (SMAT) kepada para Gan En Hu. Sesuai dengan tema yang diangkat Tzu Chi “Bersyukur dan Senantiasa menciptakan Berkah” bahwa mereka bisa merasa bersyukur dan menciptakan berkah dengan cara berbagi kepada orang lain yang juga membutuhkan. Wie Sioeng Shixiong sebagai koordinator acara mengatakan bahwa selain sosialisasi celengan bambu pada kesempatan ini, sebelumnya relawan Tzu Chi telah melakukan pendampingan kepada para Gan En Hu yang telah dibantu melalui pengobatan, perawatan rumah sakit, dan biaya hidup. “Saya berharap ke depan mereka lebih bisa mandiri, mereka bisa bersumbangsih untuk orang lain dan lingkungan sesuai dengan ajaran Master Cheng Yen bahwa kita melakukan sumbangsih dengan sukacita,” harap Wie Sioeng.

Saya Susah, tapi Ada yang Lebih Susah
Sunaeni (34), salah satu Gan En Hu juga hadir pada saat acara gathering dan pembagian paket lebaran. Ia menyerahkan hasil celengan bambunya kepada relawan Tzu Chi dengan menuangkan celengannya dan disaksikan ratusan peserta yang hadir. Rasa haru pun terlihat di wajah Sunaeni. Ia mengaku merasa senang bisa menyisihkan sebagian uang dari jerih payahnya yang diperoleh untuk membantu orang lain melalui Tzu Chi. “Saya mau karena dari hati saya. Saya sudah dibantu oleh Tzu Chi, jadi saya sisihkan uang meskipun tidak banyak,” ungkap ibu tiga anak ini.

foto   foto

Keterangan :

  • Sebanyak 350 peserta yang terdiri dari 150 Kepala Keluarga turut hadir dalam acara gathering dan pembagian paket lebaran di Aula Jing Si, Pantai Indak Kapuk, Jakarta Utara (kiri).
  • Kehangatan dan interaksi relawan Tzu chi memberikan senyum kebahagiaan pada wajah Sunaeni (tengah) setelah mengikuti acara gathering ini (kanan).

Dalam menyisihkan uang di celengan bambu, tidak hanya dirinya saja. Anaknya yang terakhir, Michael yang masih duduk di sekolah TK juga turut menyisihkan uang sakunya. Sunaeni menceritakan bahwa anaknya yang paling kecil ini sempat menanyakan akan dipakai untuk apa hasil celengan tersebut. Sunaeni pun menjawab dengan singkat bahwa hasil celengan ini akan diberikan ke Tzu Chi untuk membantu orang lain. Usia Michael yang tergolong masih anak kecil dan belum matang dalam berpikir kurang setuju dengan jawaban Ibunya. Michael pun tetap mempertanyakan alasan uang celengan tersebut diberikan kepada orang lain karena ia melihat ibunya juga tidak memiliki banyak uang. Namun, dengan hati penuh kasih sayang, Sunaeni memberikan pemahaman kepada Michael. “Saya bilang ke anak saya bahwa kita sudah cukup, sudah bisa makan sudah bersyukur. Jadi hasil celengan ini akan diberikan untuk orang lain yang membutuhkan,” kata Sunaeni bercerita. Seiring berjalannya waktu, Michael bisa memahami apa arti berbagi untuk orang lain. Bahkan, ia pun terkadang mengingatkan Sunaeni untuk mengisi celengan bambunya.

Energi positif dari anaknya inilah yang menyalakan semangat celengan bambu pada diri Sunaeni. Ia mengenal Tzu Chi sejak suami menderita penyakit kanker getah bening, yang saat itu Tzu Chi membantu biaya pengobatan suaminya. Sejak suaminya meninggal pada November 2011 lalu, ia tidak memiliki apa-apa kecuali ketiga buah hatinya dan motor peninggalan suaminya. Di balik kesedihan Sunaeni, relawan Tzu Chi terus memberikan perhatian. Ia tetap mendapatkan bantuan biaya hidup dari Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia setiap bulannya.

Sunaeni merasa anak-anaknya harus mendapatkan pendidikan. Melihat kebutuhan hidup semakin bertambah, ia mencari pekerjaan. Sehari-harinya, ia menyulam monte (pernak-pernik untuk aksesoris) pada sebuah industri garmen yang dikerjakan di rumah sembari menjaga anak-anaknya. Walaupun demikian, terkadang ia membantu Tzu Chi jika ada kegiatan dengan menjadi relawan. “Saya senang bisa menjadi relawan Tzu Chi walaupun jarang ikut kegiatan. Saya juga senang bisa sisihkan uang untuk membantu orang lain yang susah. Saya susah, tapi ada yang lebih susah dari saya,” ujar Sunaeni. Ia menjalani hari-harinya dengan sukacita bersama ketiga anaknya apalagi akan menyambut hari kemenangan ini. “Menyambut lebaran memang banyak kebutuhan, tapi ya saya atur saja sesuai dengan kemampuan,” ungkapnya. Kesederhanaan dan rasa syukur inilah yang menjadi pegangan dalam hidup Sunaeni menjalani hari-harinya bersama keluarga.

  
 

Artikel Terkait

 Menggalang Hati Melalui Alunan Melodi

Menggalang Hati Melalui Alunan Melodi

19 November 2013 Sehubungan telah terjadinya bencana di negara Filipina seminggu yang lalu, maka hasil dari penggalangan dana yang terkumpul pada acara malam kesenian ini seluruhnya akan didedikasikan kepada para warga korban bencana Topan Haiyan di Filipina.
Suara Kasih: Membantu Sesama dengan Sukacita

Suara Kasih: Membantu Sesama dengan Sukacita

16 November 2012 Beruntung, di kantor cabang Tzu Chi New York gas dan aliran listrik masih berfungsi sehingga para insan Tzu Chi di sana bisa segera menyiapkan makanan hangat bagi warga yang tertimpa bencana. Sungguh membuat orang tersentuh melihatnya.
Baksos Ke-90: Mewujudkan Kepedulian Sosial

Baksos Ke-90: Mewujudkan Kepedulian Sosial

15 April 2013 Di baksos yang telah diadakan ke-90 kalinya ini, harapan yang terbersit masih tetap sama yaitu semoga semakin banyak jiwa yang terobati, semakin banyak mata yang kembali terang, dan semakin tersebar luas pula cinta kasih di dunia ini.
Semua manusia berkeinginan untuk "memiliki", padahal "memiliki" adalah sumber dari kerisauan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -