Meringankan Kerisauan Hati Warga Dusun Jemblung
Jurnalis : Yuliati, Fotografer : Metta WulandariJoe Riadi (kanan), Ketua Tim Tanggap Darurat Tzu Chi memberikan uang santunan kepada Supriyanto, yang keluarganya menjadi korban tanah longsor.
Curah hujan yang tinggi membuat sebagian wilayah dataran rendah rata-rata tergenang air, sementara bagi daerah di dataran tinggi, khususnya yang memiliki tekstur tanah lemah (rawan longsor) bisa menyebabkan tanah longsor. Seperti yang terjadi di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, terjadi longsor yang cukup dahsyat pada Jumat, 12 Desember 2014. Bencana ini memakan puluhan korban jiwa, baik yang meninggal maupun yang hilang. Rumah maupun harta ribuan warga pun hilang tanpa bekas dihantam longsoran tanah.
Akibat tanah longsor tersebut, sebanyak 80 orang meninggal dunia, dan 1.600 jiwa harus tinggal di pengungsian di dusun lain yang tidak terkena dampak. Daerah yang cukup terpencil di lereng pegunungan membuat para relawan harus melewati jalanan sempit, tikungan, tanjakan yang terjal dan curam. Namun demikian, himpunan berkah baik para korban bencana membuat banyak lembaga pemerintah maupun LSM yang turut mengulurkan bantuan. Tak terkecuali Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia.
Para relawan Tzu Chi memberikan paket bantuan kepada 88 keluarga korban bencana tanah longsor di Karangkobar, Banjarnegara pada tanggal 17 Desember 2014.
Pada tanggal 17 Desember 2014, relawan Tim Tanggap Darurat dan Tim Medis Tzu Chi bertolak menuju Kota Banjarnegara, Jawa Tengah melalui jalur darat. Meskipun harus menempuh perjalanan sekitar 15 jam untuk menjangkau lokasi, relawan tak patah arang. Semangat bersumbangsih mengantarkan langkah para insan Tzu Chi dalam memberikan perhatiannya. Tzu Chi membagikan paket bantuan berupa: ember, gayung, handuk, selimut, dan sarung (setiap keluarga) mendapatkan dua paket. “Total yang dibantu 88 keluarga,” ujar Joe Riadi, Ketua Tim Tanggap Darurat Tzu Chi. Selain bantuan paket bencana longsor juga diberikan bantuan uang santunan bagi warga yang keluarganya meninggal. “Juga ada santunan sebesar satu juta rupiah dan baksos kesehatan,” tuturnya. Joe Riadi berpesan kepada warga yang terkena musibah agar senantiasa sabar. “Ini suatu pembelajaran bahwa bencana datang kapan saja, dan mungkin bisa belajar melestarikan lingkungan karena hutan dibabat (bisa longsor),” tambahnya.
Terenyuh Mendapat Bantuan
Seorang warga yang juga merupakan korban bencana tanah longsor terlihat melakukan koordinasi dengan relawan Tzu Chi membantu melakukan pendataan korban yang berhak menerima paket bantuan dan uang santunan dari Tzu Chi. Ia adalah Supriyanto. Tanah longsor telah membuatnya hidup seorang diri karena istri dan ibu tercintanya telah hanyut terbawa arus longsoran tanah. “Keluarga saya habis, kambing, pari (padi), ayam habis semua,” aku pria 56 tahun ini. Ia mengaku bisa selamat dari maut tersebut karena ketika terjadi longsor di wilayah dusun bagian barat, ia datang melihat dan ingin membantu warga. Tak disangka rumahnya yang terletak di sebelah selatan ikut diterjang tanah longsor. “Tidak ada tanda-tanda langsung longsor,” tuturnya.
Medan jalan yang sempit dan cukup terjal tidak menjadi penghalang para relawan dalam bersumbangsih.
Supriyanto pun menerima bantuan paket dan uang santunan dari Tzu Chi. “Saya bukan senang dapat bantuan tapi terenyuh. Keluarga saya habis,” ungkap pria yang sehari-hari menjadi buruh tani ini. Di tengah-tengah kerisauan hatinya karena kehilangan semua yang dimiliki, Supriyanto tetap mengucapkan rasa syukurnya kepada mereka yang memberikan bantuan termasuk Tzu Chi. “Terima kasih, cuma saya masih bingung mau tinggal dimana, saya sudah tidak punya rumah,” ucapnya lesu.
Kerisauan juga dialami Heni (42 tahun). Wanita yang mengungsi di posko pengungsian di Dusun Alian, Desa Ambal, Karangkobar, Banjarnegara ini juga menerima bantuan paket korban tanah longsor dan uang santunan dari Tzu Chi. Ibu tiga anak ini terlihat masih trauma atas kejadian pilu yang menimpanya. Ia yang hidup penuh kecukupan harus siap menghadapi perubahan hidup baru yang jauh berbeda dengan kesehariannya. “Tiga rumah, mobil, motor, kebun tiga tempat, barang-barang semua hilang,” ucapnya sedih. Bahkan pabrik tempe yang didirikan bersama suaminya sejak 20 tahun lalu juga rata tertimbun tanah.
Heni juga harus kehilangan anak keduanya dan suami tercinta. Kini ia mengungsi bersama dua anaknya yang masih kecil. Tak ada yang bisa dilakukan olehnya kecuali pasrah dengan keadaan. Ia pun selalu terlihat sering melamun meskipun di tengah keramaian. “Yang saya pikirkan hanya suami saya. Tidak ada yang istimewa bantuan apapun karena suami saya belum ditemukan. Hanya bisa ucapkan terima kasih, saya masih pusing,” ucapnya lirih. Kehilangan apa yang dimiliki memang sangat berat dan tentunya sangat menyedihkan. Namun sesuangguhnya apa yang telah terjadi harus bisa berlapang dada dan terus menciptakan berkah baru untuk meniti langkah selanjutnya.
Artikel Terkait
Menumbuhkan Tunas saat Bencana Melanda
10 Agustus 2015Kamp Tim Tanggap Darurat (TTD) Tzu Chi yang merupakan kali ketiganya digelar ini mengusung tema “Menebar Cinta Kasih, Memupuk Kebijaksanaan” pada 8 dan 9 Agustus 2015 di Ciawi, Bogor. Acara ini dihadiri oleh 97 relawan Tzu Chi dari Jakarta, Medan, Bandung, Makassar, Lampung, Tangerang, dan Manado.