Mewujudkan Ikrar Bakti pada Orang Tua
Jurnalis : Mettayani, Meiliana (Tzu Chi Pekanbaru), Fotografer : Henry Tando, Wiliam Cipta (Tzu Chi Pekanbaru)Satu tahun sebelumya, ketika Tzu Ching Camp 2014 dilaksanakan, seluruh Tzu Ching bersama-sama berikrar untuk mengadakan Pementasan Drama Musikal Isyarat Tangan Sutra Bakti Seorang Anak serentak di seluruh Indonesia pada bulan Mei 2015. Tzu Ching Pekanbaru pun terpicu dan ikut memberikan penampilan drama musikal ini. Pementasan ini juga bertujuan agar Tzu Ching dapat menggalang lebih banyak lagi bodhisatva di daerahnya masing-masing.
Sepulangnya dari Tzu Ching Camp, beberapa anak muda yang ikut dalam camp tersebut, mulai menginformasikan tekad ini kepada relawan senior yaitu Hong Thay dan Elisah. Hal ini tentu mendapatkan dukungan sepenuhnya dari para relawan. Persiapan pun mulai dilakukan. Sutra Bakti dikoordinir oleh 11 anak Tzu Ching dimana dalam setiap babnya juga didampingi oleh shixiong dan shijie yang sudah berpengalaman dalam mengoordinir Pementasan Sutra Bakti yang pernah diadakan di Pekanbaru.
Munculnya Tzu Ching yang berani memikul tanggung jawab merupakan satu harapan besar bagi perkembangan Tzu Chi dalam penyelaman Dharma dan membangun kebijaksanaan generasi muda. Dan hal ini tentunya butuh pendampingan dan bimbingan dari relawan senior agar arah yang ditempuh tetap pada jalur kebenaran.
Pementasan ini didedikasikan bagi seluruh orang tua khususnya di Pekanbaru, semoga mereka senantiasa memiliki anak-anak yang berbakti
Selama proses latihan yang kira-kira memakan waktu sekitar 3-4 bulan, banyak suka duka yang dilalui yang kadang juga menimbulkan kekhawatiran dan kegelisahan di hati dan bahkan linangan air mata. Memang bukan perkara mudah untuk mengumpulkan 180 relawan dengan latar belakang dan karakter yang berbeda. Tetapi dengan adanya tekad maka ada niat untuk berbuat yang terbaik dan niat akan dikuatkan oleh kekuatan. Dan berkat adanya kerja sama, Pementasan Drama Musikal “Sedalam Kasih Ibu, Seluas Budi Ayah” dapat terlaksana dengan baik di Hotel Furaya pada tanggal 17 Mei 2015.
Pementasan dilakukan 2 sesi yaitu sesi pagi pada pukul 10.00 WIB diperuntukkan untuk pelajar dan pukul 14.00 WIB untuk umum. Semua kegelisahan, kekhawatiran, linangan air mata sirna dan pupus berganti kebahagian dapat membabarkan dharma ke masyarakat luas. Saat para Penyelam Dharma mementaskan drama musikal ini, banyak penonton yang terbawa suasana haru menyaksikan betapa besarnya jasa orang tua dalam mendidik dan membesarkan anak-anaknya. Begitu banyak penonton yang mulai menyeka air mata saat bab demi bab dipentaskan. Hingga akhir pementasan pun banyak penonton yang masih enggan beranjak dari kursi mereka.
Selain penonton yang larut dalam keharuan, para penyelam Dharma maupun relawan pun mendapatkan inspirasi dari pementasan ini. Ada 6 relawan dari Tzu Chi Padang dan 5 orang relawan dari Tzu Chi Sinarmas yang khusus datang untuk membantu pelaksaanan pementasan ini. Dan tak ketinggalan dan tak kalah pentingnya adalah relawan DAAI TV dan relawan Zhen Shan Mei dari Jakarta juga datang meliput kegiatan ini yang dapat menjadi catatan sejarah Tzu Chi Pekanbaru.
Di antara relawan Padang terdapat seorang Tzu Ching bernama Patrick Lie, yang dalam sharingnya ia menyatakan bahwa Pementasan Sutra Bakti ini memberi inspirasi kepadanya untuk lebih berbakti kepada orang tua. Patrick baru pertama kali datang ke Bumi Lancang Kuning Pekanbaru dan bermaksud menghabiskan lebih banyak waktu di Pekanbaru setelah pementasan. Sementara orang tuanya ingin ia segera pulang. Keinginannya untuk menghabiskan waktu di Pekanbaru serta merta sirna setelah ia menyaksikan drama ini. Ia ingin segera pulang dan bertemu dengan orang tuanya. Pada hari pementasan itu juga Patrick kembali ke Padang bersama relawan dari Padang.
Berbakti Sebelum Terlambat
Bagian penyambutan tamu didominasi oleh relawan dari kecamatan Tualang, Perawang, Kabupaten Siak yang berjarak sekitar 60 km dari Kota Pekanbaru. Sekitar 20 orang relawan Perawang datang berkontribusi. Dalam sharingnya Wina shijie, relawan yang baru pertama kali ikut kegiatan Tzu Chi, menangis teringat pada orang tua. Ia berniat untuk lebih berbakti dan menyayangi orangtuanya. Wiliani shijie yang saat ini sudah menjadi mama dari seorang putra dan putri mengatakan bahwa ketika kita menjadi orang tua, kita baru dapat merasakan bagaimana suka duka yang dialami orang tua kita. Kita harus benar-benar dapat mewujudkan bakti kita kepada orang tua dan harus percaya pada hukum karma.
Ada 6 relawan dari Tzu Chi Padang turut berkontribusi dalam pementasan tahun ini. salah satunya ada Tzu Ching bernama Patrick Lie, yang dalam sharingnya menyatakan bahwa pementasan sutra bakti ini memberi inspirasi kepadanya untuk lebih berbakti kepada orang tua .
Salah seorang Penyelam Dharma, Beng Ruberto shixiong pun merasakan satu penyesalan di hati tidak dapat membalas budi papa tercinta setelah pementasan ini. “Saat sudah berumah tangga, orang tua tinggal di kampung halaman dan tidak mau diajak tinggal bersama karena tidak terbiasa dengan kehidupan kota,” ucap Ruberto. “Saat mama datang dari kampung dan tinggal bersama, tinggallah papa sendiri di kampung dan masih tidak mau diajak tinggal di kota. Papa hanya mau datang berkunjung, namun tidak mau menetap lama. Telah dibujuk dan diajak, papa tetap merasa lebih nyaman tinggal di kampung halaman. Saat papa sudah bersedia diajak tinggal di kota, ketidakkekalan datang,” jelasnya. Penyesalan kadang datang terlambat, namun kita masih dapat melakukan bakti kepada orang tua kita dengan menggunakan tubuh yang diberikan orang tua untuk melakukan kebajikan.
Pementasan ini didedikasikan bagi seluruh orang tua khususnya di Pekanbaru, semoga mereka senantiasa memiliki anak-anak yang berbakti. Juga bagi seluruh anak-anak agar dapat memahami arti pentingnya berbakti kepada orang tua.