Mewujudkan Mimpi Menjadi Nyata
Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta WulandariSenyum Yanto merekah di bibirnya yang terbelah. Senyum yang sama pun mengembang di bibir Neneng, sang Uwak (bibi). Sambil memegang erat kertas kuning tanda lolos seleksi operasi, Neneng juga menggandeng erat tangan Yanto, mengajaknya menemui tetangganya dalam satu rombongan dari Kampung Sigobang, Desa Banjarsari, Rangkasbitung, Banten.
Tak sia-sia rasanya pagi mereka hari itu (5 September 2015). Padahal sempat ada rasa khawatir dalam diri Neneng akan nasib Yanto. Pasalnya, beberapa saat sebelumnya Yanto sempat mengikuti baksos untuk mengobati bibir sumbingnya, namun ia belum bisa diterima karena kondisi kesehatannya sedang tidak baik. “Takut kayak dulu, ditolak,” kata Neneng.
Kasih Sayang dan Sebuah Keluarga
Seminggu berselang, tepatnya 19 September 2015, Yanto sudah mengenakan baju biru. Ia diam menunggu di depan ruang bedah Rumah Sakit Krakatau Medika, Cilegon, Serang, Banten, tempat diadakannya Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-108. Siswa kelas 1 SD ini dipangku Uwak Neneng. Di sampingnya ada Mintra, sang ayah. Ibunya tidak turut menemaninya lantaran tengah hamil tua. Dipangkuan Neneng, wajah Yanto agak tegang, bahkan ia sempat menolak untuk masuk ruang operasi. “Takut,” katanya lirih. Sementara itu Neneng menenangkan Yanto, mengelus punggung anak pertama dari adik keempatnya itu. “Maneh kasep (kamu ganteng - red) kalau sudah dioperasi. Biar pinter nyak…, Yanto mau ya, Nak,” tutur Neneng sedikit berbisik di telinga Yanto.
Dalam baksos yang dilaksanakan pada 19 September tersebut, ada 119 pasien katarak, 22 pasien pterygium, dan 13 pasien bibir sumbing yang berhasil diobati.
Yanto ditemani Neneng, bibinya, setelah dioperasi. Neneng terus memberi semangat kepada keponakannya ini.
Yanto bukanlah anak yang penakut. Ia juga bukan seorang yang pemalu walau menderita bibir sumbing. “Dia anak pintar dan nurut sama orang tua,” kata Neneng mengelu-elukan keponakannya. Di usianya yang masih dini, orang tua Yanto memang sudah mengajarkannya bagaimana cara bersyukur dan menerima pemberian dari Yang Maha Kuasa. Mintra menuturkan bahwa istrinya, Yuyun sering memberikan nasihat pada Yanto untuk percaya diri. “Dulu memang sempet malu dan nggak mau sekolah. Tapi ibunya rajin ngasih dukungan, nasihat, diajarin ngaji, dan sampe sekarang mah nilai sekolahnya nggak ada yang jelek,” jelas Neneng.
Neneng mengaku trenyuh dengan sikap Yanto yang bisa menerima kekurangannya sejak dini. Maka dari itu, Neneng selalu bersemangat untuk mencarikan pengobatan untuk Yanto. Ia tak ingin keponakannya itu murung saat hari raya datang dan saat keluarganya berkumpul di rumah sang nenek, “Kalau lebaran, dulu dia cuma duduk sambil nutup mulutnya pakai tangan, nggak mau main sama saudaranya.” Neneng menjelaskan bahwa dari 17 saudara sepupu, memang hanya Yanto yang mempunyai kelainan. “Tapi bagusnya dia sekarang udah nggak malu dan saudara-saudaranya juga ngerti, nggak ngledekin,” tambahnya.
Operasi bibir sumbing ini bagi Neneng merupakan mimpi yang menjadi nyata. Ia berharap nantinya Yanto dapat tumbuh dengan percaya diri dan bisa mudah bersosialisasi dengan teman-teman sebanyanya. Melalui baksos kesehatan ini, Neneng mengucapkan syukur dan terima kasih atas semua perhatian yang diberikan oleh relawan Tzu Chi.
Setelah beberapa kali gagal dioperasi karena kondisi kesehatannya kurang baik, kali ini Mohammad Muji, Batita (balita di bawah umur tiga tahun) berhasil dioperasi.
Berbuahnya Jalinan Jodoh
Kisah lain datang dari Mohammad Muji, Batita (balita di bawah umur tiga tahun) penderita bibir sumbing yang telah dua kali ditolak untuk mengikuti operasi. “Setiap ada kesempatan, anaknya selalu sakit jadi nggak bisa ikut operasi,” ucap sang ibu. Kesempatan untuk melakukan operasi melalui Baksos Tzu Chi ini juga sempat pudar karena Muji tengah sakit saat screening dilakukan.
Seminggu berselang, sang ibu kembali membawa Muji datang ke lokasi baksos tanpa mempunyai kartu kuning tanda persetujuan operasi. “Dia nekat,” ucap Suster Weny Yunita yang menanganinya. Untungnya pada hari itu batuk pilek yang diderita Muji telah mereda. Dokter anastesi yang memeriksa Muji akhirnya memberikan persetujuan untuk melakukan operasi untuknya. “Sebenernya mah kalau masih nggak bisa operasi juga nggak papa,” tutur sang ibu sambil menggendong Muji. “Kan semua demi kebaikan anak. Saya pasrah aja,” tambahnya.
Ibunya sendiri merasa sedih karena dari tujuh anaknya, hanya Muji yang menderita kelainan fisik. “Setiap ngaca, dia pegang bibirnya sambil lihat muka orang lain. Mungkin dia mikir kok mukanya beda sendiri,” ucap sang ibu bercerita. Syukur yang tak terungkap ia tunjukkan dengan doa yang terus terucap saat Muji berada di ruang operasi. “Semoga lancar, sehat,” tukasnya.
Baksos kesehatan ini merupakan kerja sama antara Tzu Chi dan Korem 064 – Kodam III/Siliwangi, yang dilaksanakan dalam rangka menyambut HUT Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke-70. Dalam baksos kesehatan ini, ada 119 pasien katarak, 22 pasien pterygium, dan 13 pasien bibir sumbing yang berhasil diobati. Wirana P.B, Komandan Korem 064 mewakili jajaran Korem mengaku senang bisa bekerja sama dengan Tzu Chi dalam membantu permasalahan kesehatan warga. “Ini merupakan wujud bantuan untuk meringankan beban masyarakat kurang mampu, yang selaras dengan pengamalan undang-undang, kepedulian, kemanusiaan, serta cinta kasih,” ujarnya. Ia berharap dengan diadakannya baksos, dapat mewujudkan kebersamaan antar keluarga, keharmonisan hubungan antar masyarakat, serta pengamalan nilai-nilai agama yang semakin baik.