Mewujudkan Pelayanan Kesehatan yang Berbudaya Humanis

Jurnalis : Vincent Salimputra (He Qi Utara 2), Fotografer : Vincent Salimputra (He Qi Utara 2), Clarissa Ruth


Dengan penerapan jaga jarak fisik dan protokol kesehatan, para staf Tzu Chi Hospital Indonesia mengikuti pelatihan yang sedang berlangsung.

“Senang sekali bisa bertemu kembali dalam sesi pelatihan staf Tzu Chi Hospital Indonesia kedua,” ucap Suriadi selaku pembawa acara, menyambut para staf Tzu Chi Hospital Indonesia dalam pelatihan daring, 17 Oktober 2020.

Menjelang soft opening yang tinggal menghitung bulan, Tzu Chi Hospital Indonesia membekali para stafnya dengan berbagai pelatihan yang diadakan secara berkala. Ini bertujuan demi mewujudkan pelayanan kesehatan yang berbudaya humanis, berteknologi tinggi, dan bertaraf internasional.

Dengan menerapkan protokol kesehatan, para staf pun mengikuti jalannya pelatihan yang berlangsung sejak pagi hingga siang. Tidak hanya diajak berkenalan dengan Tzu Chi International Medical Association (TIMA) Indonesia dan Rumah Sakit Cinta Kasih Tzu Chi yang berada di bawah naungan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, para staf juga mendengarkan sharing mengenai visi dan kesinambungan Badan Misi Kesehatan Tzu Chi yang dibawakan oleh trainer dari Taiwan.

Berkenalan dengan TIMA Indonesia


Dokter Hengky Ardono sedang menjelaskan mengenai TIMA Indonesia kepada para staf Tzu Chi Hospital.

Adalah dr. Hengky Ardono yang didaulat untuk mengenalkan TIMA Indonesia kepada para staf yang memiliki latar belakang pendidikan medis yang berbeda-beda. Mengawali sesinya, dr. Hengky mengajak untuk lebih memahami visi, misi dan filosofi Tzu Chi. Dokter Hengky yang bergabung menjadi relawan Tzu Chi sejak dua puluh tahun lalu dan menjabat sebagai Wakil Ketua Harian TIMA Indonesia ini menceritakan sejarah berdirinya TIMA Indonesia.

TIMA Indonesia resmi didirikan pada 10 November 2002. Selaras dengan visi yang diembannya, TIMA Indonesia berkiprah di dunia kemanusiaan selama hampir 18 tahun melalui berbagai kegiatan. Mulai dari bakti sosial kesehatan bagi masyarakat kurang mampu, bantuan kesehatan bagi masyarakat yang terkena bencana, pelayanan kesehatan di daerah binaan serta penyuluhan kesehatan.

Hingga kini, anggota TIMA Indonesia telah berkembang menjadi lebih dari 1.000 relawan medis. Terdiri dari dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis, perawat, bidan, analis laboratorium, apoteker, elektromedik, dan radiografer.

Suriadi melengkapi sesi yang dibawakan oleh dr. Hengky dengan sepenggal kisah mengharukan, yang didapatkan dari bakti sosial pengobatan katarak yang pernah diadakan oleh Tzu Chi di Singkawang. Katarak yang diderita oleh seorang ibu dan kedua putrinya dalam kisah tersebut membatasi ruang gerak mereka. Bahkan kedua putrinya tidak dapat bersekolah akibat penglihatan mereka yang tidak jelas selama belasan tahun.

Karena keterbatasan biaya untuk berobat ditambah fasilitas medis yang belum memadai, mereka hanya dapat bermimpi bila kelak akan melihat. Suatu hari ketika sang ayah mendapatkan informasi mengenai bakti sosial yang diadakan Tzu Chi, ia pun memboyong mereka menuju Singkawang. Mereka harus menempuh puluhan kilometer dari Desa Satong di mana mereka menetap.

Setelah akhirnya berhasil menjalani operasi katarak, keluarga tersebut sangat bersyukur bahwa mimpi mereka untuk dapat melihat telah terwujud. Sang istri bahagia bercampur haru ketika akhirnya dapat melihat wajah suami dan kedua putrinya yang telah berubah seiring bertambahnya usia, begitu juga halnya dengan kedua putrinya yang akhirnya dapat melihat wajah orangtuanya dan dapat bersekolah.

"Dengan adanya bakti sosial yang diadakan Tzu Chi, dapat membantu mengubah hidup sebuah keluarga. Relawan medis yang berkontribusi dalam bakti sosial kesehatan juga dapat memperoleh banyak inspirasi untuk mensyukuri kehidupan,” tambah Suriadi.

Berkenalan dengan Rumah Sakit Cinta Kasih Tzu Chi


Dokter Tonny Christianto bercerita mengenai pengalamannya ketika bergabung dengan RSCK Tzu Chi sejak tujuh tahun lalu.

Tentu bila mengingat kembali perjalanan awal Misi Kesehatan Tzu Chi di Indonesia, tak terlepas dari peranan Rumah Sakit Cinta Kasih (RSCK) Tzu Chi selama belasan tahun. dr. Tonny Christianto, Ms Sp. B., MM, selaku Direktur RSCK Tzu Chi memulai sharing-nya dengan menceritakan perjalanan salah satu Badan Misi Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia yang bergerak di bidang kesehatan ini.

Berawal dari sebuah poliklinik yang kini telah berkembang menjadi rumah sakit umum tipe C, Poliklinik Cinta Kasih Tzu Chi yang berlokasi di dalam Kompleks Perumahan Cinta Kasih, Cengkareng, Jakarta Barat diresmikan pada 25 Agustus 2003. Agar dapat melayani masyarakat lebih luas dan maksimal, izin poliklinik ditingkatkan dan akhirnya resmi dinyatakan menjadi Rumah Sakit Khusus Bedah (RSKB) Tzu Chi pada 10 Januari 2008.

Sejak saat itu, beberapa fasilitas pelayanan kesehatan mulai ditingkatkan secara bertahap. Hingga akhirnya, statusnya pun meningkat menjadi Rumah Sakit Cinta Kasih (RSCK) Tzu Chi pada 14 Desember 2016 dan lolos dalam proses akreditasi serta meraih predikat paripurna pada tahun kemarin. Bagi RSCK Tzu Chi, keberhasilan ini bukanlah akhir, namun merupakan bagian dari proses upaya peningkatan mutu kesehatan secara terus menerus dan berkesinambungan. Video kilas balik perjalanan RSCK Tzu Chi selama dua belas tahun menjadi penutup sesi yang dibawakan oleh dr. Tonny tersebut.

Kisah mengharukan juga pernah terjadi di RSCK Tzu Chi, seperti yang dituturkan oleh Suriadi. Saat itu, seorang bayi terlahir prematur di RSCK Tzu Chi dan harus dirawat dalam inkubator selama satu bulan lebih. Dokter yang menangani mendapatkan bahwa sang bayi kekurangan asupan ASI. Ia pun segera melakukan penggalangan ASI bagi bayi tersebut. Tidak butuh waktu lama, beberapa orang mulai dari keluarga dokter hingga staf RSCK turut serta mendonorkan ASI-nya.

“Tidak hanya penyembuhan medis, para tenaga medis di RSCK juga memperhatikan kebutuhan lain dari pasien yang ditangani. Bahkan keluarga pun diinspirasi untuk mendonorkan ASI. Semoga pelayanan seperti ini dapat diwujudkan lagi sesuai dengan kompetensi masing-masing,” sambung Suriadi.

Visi dan Kesinambungan Misi Kesehatan Tzu Chi


CEO Misi Kesehatan Tzu Chi Internasional, Lin Chin-Lon yang merupakan seorang dokter spesialis jantung memberikan sharing-nya dalam pelatihan kali ini.

CEO Misi Kesehatan Tzu Chi Internasional, Lin Chin-Lon yang merupakan seorang dokter spesialis jantung turut memberikan sharing-nya dalam pelatihan kali ini. Ia mengajak para staf untuk mengingat kembali awal mula misi kesehatan Tzu Chi. Melihat sejarah Tzu Chi yang begitu panjang, semua hal terjadi karena adanya jalinan jodoh. Ketika melihat dan merasakan penderitaan orang lain, maka akan muncul tekad untuk membantu mereka. Master Cheng Yen pernah mengatakan bahwa kita harus berterima kasih kepada orang yang kita bantu karena mereka telah menginspirasi kita untuk berbuat kebajikan.

Di masa awal Tzu Chi berdiri, Master Cheng Yen menghadapi kesulitan dan keterbatasan ketika akan melaksanakan niat untuk membangun rumah sakit bagi masyarakat kurang mampu yang membutuhkan pelayanan kesehatan memadai. Master pun mengingat ajaran Buddha bahwa orang yang mempraktikkan Dhamma tidak akan menghadapi jalan buntu. Asalkan memiliki kesungguhan hati, maka pasti dapat menghadapi segala rintangan sehingga keinginan akan terwujud.

Dengan kerja keras Master Cheng Yen selama beberapa tahun, ditambah bantuan dan cinta kasih dari semua orang, akhirnya mendapatkan lahan untuk membangun rumah sakit. Seiring berjalannya waktu, banyak orang yang terinspirasi dengan proyek ini dan mereka pun bergabung menjadi relawan Tzu Chi. Kini, sudah ada tujuh rumah sakit Tzu Chi dan satu klinik Tzu Chi yang tersebar di seluruh Taiwan.

Master Cheng Yen juga mengatakan bahwa Misi Amal dan Misi Kesehatan Tzu Chi bagaikan kedua tangan manusia. Saat kedua tangan bekerja sama, maka akan mampu memberikan manfaat bagi banyak orang. Setelah menetapkan Misi Kesehatan, Master memulai Misi Pendidikan dengan membuka akademi keperawatan dan sekolah kedokteran untuk membina para tenaga medis. Dan setelahnya, menerapkan budaya humanis kepada para tenaga medis agar memiliki moral dan etika yang baik ketika melayani pasien.

Tujuan pembangunan rumah sakit tetap bermula pada semangat menghormati kehidupan dengan mengedepankan pengobatan berorientasi pasien. Bukan sekedar merawat pasien dan menangani penyakit saja, tapi juga senantiasa untuk mempromosikan kesehatan. Di satu sisi, meningkatkan kualitas pengobatan dan perawatan, di sisi lain juga meningkatkan kehangatan budaya humanis. Jadi, kita harus memiliki sebuah tekad bahwa semua orang yang terlibat di rumah sakit Tzu Chi, termasuk relawan di dalamnya, bukan hanya dapat merasakan kedamaian fisik, pikiran dan jiwa. Melainkan juga dapat belajar dengan gembira setiap hari untuk bertumbuh, bahagia sekeluarga, merasa tenang dan damai.

Sharing Staf


Kepala Seksi Pelatihan dan Pengembangan Keperawatan, Ns. Wayan Martini mengaku seperti mendapatkan blessing bisa bergabung dengan Tzu Chi Hospital.

Pelayanan keperawatan di semua rumah sakit Tzu Chi merupakan pelayanan yang menempati posisi yang strategis dalam mewujudkan pelayanan rumah sakit yang bermutu dan berbudaya humanis. Sebagai Kepala Seksi Pelatihan dan Pengembangan Keperawatan, Ns. Wayan Martini bertanggung jawab untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan perawat di Tzu Chi Hospital Indonesia dalam melakukan peran dan fungsinya sebagai pengelola pelayanan keperawatan yang profesional dan berbudaya humanis.

Wayan yang telah menjalani masa pensiun di salah satu jaringan rumah sakit swasta terbesar di Indonesia, mengungkapkan jalinan jodoh awalnya dengan Tzu Chi Hospital Indonesia. “Saya tertarik sekali dengan visi dan budaya humanis Tzu Chi Hospital yang saya dengar, sehingga memutuskan untuk bergabung dan ingin mengabdi hingga sisa usia saya. Seperti mendapatkan blessing bisa bergabung dengan Tzu Chi Hospital.” tutur Wayan.

Lebih lanjut, ia mengaku tidak khawatir dengan latar belakang agama berbeda akan menjadi halangan baginya untuk bersumbangsih. “Saya dengan latar belakang agama Hindu, justru membuat saya semakin tertarik dengan apa yang diajarkan dalam Tzu Chi ini, salah satunya adalah cinta kasih yang juga diajarkan dalam agama saya. Saya sangat bangga bisa bergabung dengan sebuah yayasan yang sejalan dan melakukan apa yang telah diajarkan di usia saya yang sudah tidak muda lagi,” lanjutnya.

Wayan pun berharap setiap staf yang mengikuti pelatihan ini dapat menyadari berkah mereka dengan memperoleh kepuasan batin atas karya mereka di Tzu Chi Hospital.

“Dengan mengikuti pelatihan ini, bisa membuat setiap staf yang baru bergabung menyadari bahwa tujuan mereka untuk berkarya di Tzu Chi Hospital bukan semata-mata mencari penghasilan, tetapi mendapatkan kepuasan batin karena diberi banyak kesempatan untuk berbuat baik. Bila setiap hari berbuat kebaikan, akan membentuk karakter yang sesuai dengan budaya humanis yang diajarkan di Tzu Chi Hospital,” ujar Wayan.

Peningkatan mutu pelayanan yang berkesinambungan dan keselamatan pasien merupakan hal utama yang harus diperhatikan rumah sakit dalam menghadapi era globalisasi, tak terkecuali Tzu Chi Hospital Indonesia. Sebagai Kepala Bidang Pelayanan Medis, dr. Santoso Kurniawan bertanggung jawab untuk memastikan ketepatan pasien yang akan menerima layanan atau tindakan medis dan menyelaraskan layanan atau tindakan medis yang dibutuhkan oleh pasien sehingga pasien dapat terlayani dengan baik.


Kepala Bidang Pelayanan Medis, dr. Santoso menyambut baik pelatihan berkala bagi para staf karena dapat mengenalkan budaya humanis Tzu Chi kepada para staf dari berbagai latar belakang yang berbeda.

“Awalnya saya diajak mengikuti baksos kesehatan. Saya melihat tujuan kegiatan Tzu Chi baik menolong sesama manusia tanpa membedakan SARA, sekaligus ladang untuk membaktikan ilmu yang saya peroleh,” ujar dr. Santoso berbagi pengalamannya mengikuti kegiatan Tzu Chi.

“Ketika mengikuti baksos TIMA, saya melihat Tzu Chi banyak membantu masyarakat yang kurang mampu. Tidak hanya itu, mereka juga memberikan bantuan pengobatan yang berkesinambungan. Dengan mengobati penyakit secara keseluruhan dan pemantauan secara berkelanjutan, maka pasien akan mendapatkan hasil pengobatan yang lebih baik,” tambahnya.

Pada kesempatan yang sama, dr. Santoso juga menyambut positif pelatihan yang diadakan berkala bagi para staf. “Tujuan dari pelatihan ingin mengenalkan budaya humanis Tzu Chi kepada para staf dari berbagai latar belakang yang berbeda. Penyamaan visi dan misi perlu terus dilakukan sehingga akan terjalin sinergi yang baik,” tutur Santoso.

Lebih lanjut, Santoso berharap kehadiran Tzu Chi Hospital nantinya dapat menjangkau luas masyarakat kurang mampu yang membutuhkan layanan kesehatan memadai.

“Dengan adanya Tzu Chi Hospital ini, bisa membantu masyarakat kurang mampu yang kesulitan mendapatkan layanan kesehatan yang memadai. Dengan fasilitas rumah sakit yang bagus, kita dapat memberikan pengobatan yang lebih baik bagi masyarakat yang membutuhkan. Semakin banyak yang cepat sembuh, maka mereka bisa kembali beraktivitas dengan normal dan menghidupi keluarganya, harap Santoso.

 

“Memberi perhatian pada orang lain sama dengan memberi perhatian pada diri sendiri. Membantu orang lain juga berarti membantu diri sendiri.”

(Kata Perenungan Master Cheng Yen)

 

Editor: Khusnul Khotimah


Artikel Terkait

Mewujudkan Pelayanan Kesehatan yang Berbudaya Humanis

Mewujudkan Pelayanan Kesehatan yang Berbudaya Humanis

02 November 2020

Menjelang soft opening yang tinggal menghitung bulan, Tzu Chi Hospital Indonesia membekali para stafnya dengan berbagai pelatihan yang diadakan secara berkala. Ini bertujuan demi mewujudkan pelayanan kesehatan yang berbudaya humanis, berteknologi tinggi, dan bertaraf internasional.

Cara untuk mengarahkan orang lain bukanlah dengan memberi perintah, namun bimbinglah dengan memberi teladan melalui perbuatan nyata.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -