Rumah yang diberikan oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia kepada keluarga Rina Gustiana merupakan sebuah berkah yang luar biasa.
Rina Gustiana, putri dari Anwar dan Almh Nur’aini lahir pada 15 Agustus 1991 merupakan anak ke 4 dari 5 bersaudara. Masa kecil Rina dipenuhi keceriaan hingga pada 26 Desember 2004. Pada hari Minggu yang cerah tersebut Rina Gustiana melakukan aktivitas sehari-hari bersama keluarganya untuk mengisi akhir pekan. Namun, pada pukul 07.59 WIB terjadi gempa sebesar 9.3 SR di Kota Banda Aceh. Tidak lama berselang terdengar suara orang berseru, “Air Laut Naik!!!!!”
Pada saat itu keluarga Rina berpencar sehingga ia berlari ke arah yang berlawanan dengan keluarganya. Ombak hitam setinggi 30 meter yang mengandung material bangunan, kendaraan menyapu bersih Kota Banda Aceh dan sekitarnya. Memberikan Rina sebuah memori yang tidak bisa ia lupakan.
Setiap hari Rina tidak lupa menunaikan kewajibannya sebagai Ibu rumah tangga yakni membekali anak- anak dengan pendidikan.
Suasana mencekam pun menakuti anak yang di kala itu baru berusia 13 tahun, untungnya pada saat itu ada orang baik yang menolong Rina membantu mencari keluarganya yang terpencar. Mayat manusia dan genangan air tsunami pun ia lewati untuk mencari keluarganya yang hilang hingga pada akhirnya bertemu di kamp salah satu televisi swasta yang terletak di Kecamatan Gue Gajah, Kabupaten Aceh Besar.
Di kala peristiwa bencana yang dahsyat itu Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia memberikan respons dengan cepat dan langsung terjun ke lokasi bencana. Jalinan jodoh Rina dengan Tzu Chi pun mulai terbuka. Rina dan keluarga diberikan tempat berteduh di kamp Kecamatan Kotajantho, Kabupaten Aceh Besar. Hari demi hari pun ia lewati dengan penuh sukacita di kamp pengungsian tersebut. Ia merasakan cinta kasih yang luar biasa dari relawan Tzu Chi yang memberinya pertolongan layaknya keluarga sendiri. Mulai dari fasilitas tempat tinggal, hingga sekolah. Ia pun merasa terharu dengan pengorbanan Supandi (salah seorang relawan komite) yang setiap harinya mengantarkan ia pergi dan menjemputnya pulang sekolah dengan melewati bukit yang sangat jauh jaraknya.
Jalinan jodoh keluarganya dengan Tzu Chi bertambah dalam. Pada Tahun 2006 Keluarga Anwar mendapatkan bantuan Perumahan Cinta Kasih – Panteriek. Rina sangat bersukacita karena memiliki rumah layak tinggal yang baru. Rumah cinta kasih ini ia tempati hingga sekarang.
Rina Gustiana dan suami berbakti kepada orang tua yang sudah menderita penyakit stroke.
Pada Bulan April 2024, ketika dibuka pendaftaran untuk mendaftarkan diri sebagai relawan Tzu Chi Banda Aceh, tanpa ragu Rina Gustiana melangkahkan kaki untuk mendaftarkan diri sebagai relawan Tzu Chi dan mengikuti Sosialisasi. “Waktu saya mendengar ada pendaftaran relawan Abu Putih tanpa ragu sedikit pun saya mendaftarkan diri. Saya dibesarkan dan dirawat dengan baik oleh Yayasan Buddha Tzu Chi, maka sekarang adalah waktunya saya membalas budi. Saya merasa Tzu Chi sangat universal dan memberikan bantuan tanpa memandang suku, Ras, dan agama,” ujar bersemangat.
Pada 28 April 2024 bertempat di Orion Hall, Kabupaten Aceh Besar, Rina secara resmi dilantik sebagai relawan abu putih oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Banda Aceh.
Rina Gustiana saat menjadi salah satu relawan di Pekan Amal Tzu Chi Banda Aceh Tanggal 15 September 2024.
Dalam kesehariannya, Rina mengajarkan mengaji untuk anak-anak. Menurutnya sudah menjadi kewajibannya untuk membekali anak-anak dengan budi pekerti. Sebagai relawan abu putih, Rina mengajak masyarakat Panteriek untuk memberikan donasi sebagai wujud cinta kasih. Secara rutin dia mengambil donasi dari pintu ke pintu warga Perumahan Cinta Kasih Panteriek. Toni salah satu relawan abu putih logo memberikan reaksi positif kepada Rina.
“Rina adalah sosok yang gigih dan sangat berbakti kepada orang tuannya, Rina rela meluangkan waktunya untuk mengajak warga Panteriek untuk memberikan donasi kepada Tzu Chi,” kata Toni turut senang.
Rina sendiri merasakan batin yang sukacita. Ia merasa hikmah positif yang bisa ia ambil dari bencana tsunami adalah mengenal Tzu Chi, sehingga musibah menuai berkah.
Editor: Metta Wulandari