My Dream: Kagum Sekaligus Terinspirasi
Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Anand Yahya, Arimami SA, James Jip (He Qi Barat)Pertunjukan My Dream selama dua hari, 29 – 30 Juli 2017 (4 sesi pertunjukan) di Tzu Chi Center, PIK, Jakarta Utara memukau para penonton di Indonesia.
“Asalkan di dalam hati ada cinta kasih, asalkan di dalam hati penuh kebaikan, Anda akan mampu mengulurkan tangan ribuan kali untuk membantu sesama; dan akan ada seribu tangan yang membantu Anda.” (My Dream)
Kutipan kalimat di atas sangat menarik dan menggugah, terlebih ketika disampaikan oleh mereka yang ‘tak sempurna’. Ya, inilah semangat yang dibangun oleh My Dream, sebuah kelompok seniman difabel asal Tiongkok yang tergabung dalam China Disabled People’s Performing Art Troupe (CDPPAT). Berdiri pada tahun 1987, My Dream menampilkan seni dengan cara yang istimewa.
Sepanjang berdirinya, My Dream telah mementaskan lebih dari 150 kali pertunjukan di 97 negara, yang membawakan keindahan seni, inspirasi, dan sentuhan ke dalam hati para penonton. Dan yang paling menggugah, mereka juga mendirikan Dana My Dream dan telah mendonasikan RMB 10.940.000 bagi kegiatan amal di dalam dan luar Tiongkok, termasuk saat bencana tsunami melanda Aceh, Indonesia.
Berkat kontribusinya, mereka disebut sebagai Duta Keindahan dan Kemanusiaan, dijuluki sebagai Duta Citra Kaum Difabel Dunia dan ditunjuk sebagai duta seniman perdamaian dari Badan PBB United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO).
Selama dua hari, Sabtu dan Minggu, 29 – 30 Juli 2017 (4 sesi pertunjukan), My Dream menghibur 5.200 penonton di Tzu Chi Center, Aula Jing Si Lt. 4, Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta Utara.
Menginspirasi dan Penuh Nilai-nilai Kebajikan
Penampilan My Dream bukan hanya menampilkan keindahan seni, tetapi juga nilai-nilai kemanusiaan. Seperti yang disampaikan KH. Maman Imanulhaq, Pengasuh Pondok Pesantren Al Mizan di Majalengka, Jawa Barat. “(Pertunjukan ini mengendung) pesan tentang pentingnya menghargai nilai kemanusiaan, bahwa manusia tidak dilihat hanya dari mereka memiliki keterbatasan atau tidak, tetapi manusia dihargai karena menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran, keindahan, dan kebajikan. Dan itu semua yang disajikan dalam pesan universal: tarian, nyanyian, dan kebersamaan, itu yang betul-betul menggugah,” ujarnya.
Kekaguman juga muncul dari para tokoh nasional di Indonesia, salah satunya KH. Maman Imanulhaq (ke-8 dari kiri, memakai peci), Pengasuh Pondok Pesantren Al Mizan di Majalengka, Jawa Barat dan Ketua PBNU KH Marsudi Syuhud (ke-6 dari kanan, memakai peci).
Para penonton terbawa suasana dan ikut menyanyikan lagu We Are The World sambil menyalakan lampu di telepon selular mereka.
Sebagai anggota DPR Komisi 8 yang membidangi masalah keagamaan, sosial, dan pemberdayaan perempuan, Maman mengatakan, “Ketika kami mengesahkan Rancangan UU Disabilitas, kita sudah merancang beberapa poin bahwa kelompok atau orang difabel itu jangan dipandang sebagai orang atau kelompok kelas dua. Jangan dianggap mereka nggak punya potensi, dan ini terbukti mereka keliling ke-97 negara termasuk Indonesia untuk menunjukkan pesan-pesan yang mulia.” Maman juga memberikan motivasi kepada para penyandang disabilitas, khususnya di tanah air untuk tidak putus asa, dan menggali terus potensi yang ada. “Tunjukkan pada dunia bahwa keterbatasan adalah nilai dari kesempurnaan itu sendiri,” tegasnya.
Hal senada disampaikan oleh Ketua PBNU KH Marsudi Syuhud bahwa mereka yang memiliki keterbatasan fisik, ketika mereka berlatih sunggguh-sungguh dan bekerja keras maka mereka akan dapat berprestasi. Ia pun memuji penampilan My Dream yang dikemas dalam bahasa yang universal karena membawa pesan perdamaian, cinta kasih, dan bersyukur kepada Sang Pencipta. “Kita tidak hanya membutuhkan sesuatu yang bersifat fisik saja, tetapi batin kita juga membutuhkan nutrisi. Seni itu adalah untuk memperhalus citra diri itu yang penting bagi kita. Ketika bisa menikmati sebuah seni, hati kita, perilaku kita itu akan halus. Mudah-mudahan bangsa yang sedang kasar ini dengan hadirnya demikian (hal-hal yang lembut dan universal) bisa halus perasaannya sehingga bisa menyayangi orang lain,” ujarnya.
Addie MS, musisi Indonesia yang juga pendiri Twilite Orchestra memuji penampilan My Dream dalam bermusik.
Dari segi kualitas penampilan, khususnya bermusik, apa yang ditampilkan para pemain My Dream sangat luar biasa. “Sangat luar biasa, tidak bisa membayangkan karya pertunjukan seperti ini dilakukan oleh orang yang memiliki keterbatasan. Saya pikir dengan orang yang tidak memiliki keterbatasan saja bisa melakukan ini sudah luar biasa, dan saya baru kali ini melihatnya,” kata Addie MS, musisi Indonesia yang juga pendiri Twilite Orchestra. Yang membuat istimewa adalah mereka tidak bisa mendengar musik, tetapi mampu menghasilkan pertunjukan musik yang nyaris sempurna. “Mudah-mudahan ini bisa menginspirasi mereka, sejauh mana manusia dengan keterbatasannya bisa melangkah dan mencapainya. Mereka bisa mencapai tahap seperti ini, di mana orang yang normal aja belum tentu bisa,” ujarnya.
Editor: Metta Wulandari