My Dream: Menjadikan Kekurangan Sebagai Kelebihan
Jurnalis : Yuliati, Fotografer : Anand Yahya, Arimami SA
China Disabled People’s Performing Art Troupe (CDPPAT) membawakan pementasan My Dream dalam rangka memperingati 10 tahun DAAI TV Indonesia pada Sabtu pagi, 29 Juli 2017.
Rasa penasaran menyelimuti wajah lugu anak-anak Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Karang Anyar, Jawa Tengah sesampainya di Aula Jing Si lantai 4, Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk Jakarta. Mereka adalah satu dari 10 Sekolah Luar Biasa dari Jakarta, Tangerang, Bekasi, dan Karang Anyar yang diundang oleh Summarecon Agung untuk menyaksikan pertunjukan My Dream yang dibawakan oleh China Disabled People’s Performing Art Troupe (CDPPAT) dalam rangka memperingati 10 tahun DAAI TV Indonesia.
Sebanyak 34 murid SLBN Karang Anyar kategori kelas B (tunarungu, tunawicara) dan kelas C (tunagrahita) yang didampingi 6 guru mendapat kesempatan untuk menyaksikan pertunjukan kelas internasional yang digelar pada Sabtu pagi, 29 Juli 2017 bersama ribuan penonton lainnya (1.200 orang). Selain dari SLB, dihadiri pula murid-murid dari Sekolah Pahoa Tangerang, karyawan Summarecon, dan tamu undangan.
Para seniman difabel memukau penonton melalui permainan alat musik di Aula Jing Si lantai 4 Tzu Chi Center, PIK. Mereka adalah para tunanetra.
Nurul Arifah (kiri) mengikuti briefing yang
diberikan oleh relawan Summarecon dengan penuh antusias.
“Ke Jakarta (nonton My Dream) mau sinau (belajar),” ungkap Nurul Arifah, murid kelas B SLBN Karang Anyar. Ia juga mengaku menyukai pementasan yang dibawakan oleh seniman difabel asal Tiongkok ini. “Paling suka tari kupu-kupu,” ujar gadis 20 tahun ini.
Selain Nurul, Bella Devi Astuti (14 tahun) juga mengungkapkan rasa syukurnya. “Senang banget bisa nonton kayak gini,” ucap Bella malu-malu. Siswi yang memiliki kekurangan dalam keterlambatan berpikir (tunagrahita) ini pun mengaku termotivasi dengan pertunjukan yang telah ia tonton.
Keduanya sangat antusias datang menyaksikan pertunjukan ini. Mereka ingin memperoleh energi semangat baru dari apa yang telah dilihat. “Abis nonton aku pengen nari tenanan (dengan serius),” ujar Nurul semangat. “Pengen bisa kayak gitu, mau seperti mereka,” ucap Bella menimpali.
Anak-anak dari Sekolah Luar Biasa (SLBN) Karang Anyar keluar dengan wajah penuh bahagia usai menyaksikan pertunjukan My Dream, tak terkecuali Bella Devi Astuti (kanan).
Elfitriany Kusumawati, S. Sn merasa sangat bersyukur mendapatkan berkah bisa bersama-sama dengan murid-muridnya menyaksikan pertunjukan penuh inspirasi ini.
Menumbuhkan Semangat Baru
Melihat antusias Nurul dan Bella, sang guru, Elfitriany Kusumawati, S. Sn merasa sangat bersyukur mendapatkan berkah bisa bersama-sama menyaksikan pertunjukan ini. “Anak-anak senang banget, naik pesawat seperti mimpi untuk mereka,” ujar Elfitriany. “Saya sangat berterima kasih kami diberi kesempatan seperti ini, jarang banget. Kami anggap ini rezekinya anak-anak,” ucapnya.
Sebelum relawan Summarecon mengundang murid-murid SLBN Karang Anyar, ada peristiwa yang melatarbelakanginya. Jalinan jodoh baik ini bermula dari Pimpinan Summarecon Agung Tbk yang juga relawan Tzu Chi, Liliawati Rahardjo yang secara tidak sengaja membaca majalah yang menceritakan tentang komunitas difabel di Karang Anyar ketika mereka membawakan pementasan tari dalam peringatan Hari Tari Dunia di Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, Jawa Tengah. “Saya terinspirasi untuk mengundang mereka agar mereka juga terinspirasi,” ujar Liliawati yang akrab disapa Li Ying.
Dengan menonton pementasan ini, Li Ying berharap agar mereka tidak selalu melihat kekurangannya. “Mereka harus nonton karena biar mereka nggak menganggap kekurangan itu ya kekurangan. Dia harus lihat kalau orang lain bisa, mereka (juga) bisa menjadi somebody,” ucapnya.
Liliawati Rahardjo berpesan kepada 300 anak-anak difabel yang diundangnya dalam pertunjukan My Dream agar menjadikan kekurangan sebagai kelebihan.
Lebih dari seribu penonton menyaksikan pertunjukan yang dibawakan oleh para seniman difabel asal Tiongkok.
Fitri, sapaan karib Elfitriany yang ditunjuk sebagai koordinator dari sekolah pun mengaku terharu dengan apa yang telah diperoleh sekolahnya. Terlebih relawan Summarecon tidak hanya mengundang saja, tetapi juga melayani mereka sepenuh hati dengan menyediakan transportasi, komsumsi, penginapan, dan lain-lain. “Saya sangat terharu di masa sekarang masih ada orang yang memperhatikan anak-anak kami,” ungkap guru seni tari ini.
Menonton penampilan para difabel asal Tiongkok ini memberikan suntikan semangat tersendiri bagi Fitri sebagai guru Tari dalam mewujudkan mimpi untuk anak didiknya. “Saya dulu pengen memimpikan anak-anak walaupun punya banyak kekurangan tapi dipentas orang-orang tidak memandang kekurangannya tetapi kelebihannya,” ungkapnya. Ia pun merasa memiliki Pekerjaan Rumah (PR) untuk pengembangan murid-muridnya setelah menyaksikan My Dream. “PR saya bagaimana membuat meskipun tidak sebagus ini, tetapi lebih baik dari melihat seperti (My Dream) tadi. Paling tidak punya angan-angan mereka saja bisa kenapa kita tidak? Anak-anak juga pintar narinya,” ucapnya termotivasi.
Guru yang mengajar seni tari sejak tahun 2011 ini pun memiliki tekad akan membangkitkan gairah dan rasa percaya diri anak didiknya. “Saya pengen mereka (anak-anak) mempunyai semangat kembali supaya lebih maju dari yang kemarin. Saya akan bangga bisa membuat mereka bisa dilihat tampil di depan orang banyak,” ucapnya haru.
Salah satu relawan Summarecon, Shinta Permata Surya memberikan pengarahan kepada rombongan dari SLBN Karang Anyar yang didampinginya.
Salah satu relawan Summarecon, Shinta Permata Surya yang merupakan relawan pendamping untuk SLBN Karang Anyar ini mengaku terharu melihat antusias anak-anak yang sangat tinggi. Meskipun harus mengurus segala keperluan puluhan anak-anak yang hanya didampingi 6 guru ini lantas tidak membuat dirinya mengeluh. Bagi Shinta ini merupakan ladang berkah untuk melakukan kebajikan. “Ini kesempatan kita berbuat baik, kapan lagi. Jadi tulus (melakukan) enggak ada pengen pamrih,” ungkap karyawan yang sudah bekerja 5 tahun ini. Shinta berharap, “Semoga di dalam kekurangan kita semakin berprestasi, dan mereka juga nggak boleh putus asa.”
Li Ying yang juga Komisaris DAAI TV mengungkapkan pesannya untuk 300 anak-anak difabel yang diundangnya. “Kekurangan seharusnya bisa jadi kelebihan. Buktinya sudah ada. Jadi selama mereka mau berjuang, semua bisa. Kita harus menyesuaikan dan yakin,” ujarnya mantap.
Artikel Terkait
My Dream: Menjadikan Kekurangan Sebagai Kelebihan
29 Juli 2017Rasa penasaran menyelimuti wajah lugu anak-anak Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Karang Anyar, Jawa Tengah sesampainya di Aula Jing Si lantai 4, Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk Jakarta. Mereka adalah satu dari 10 Sekolah Luar Biasa dari Jakarta, Tangerang, Bekasi, dan Karang Anyar yang diundang oleh Summarecon Agung untuk menyaksikan pertunjukan My Dream yang dibawakan oleh China Disabled People’s Performing Art Troupe (CDPPAT) dalam rangka memperingati 10 tahun DAAI TV Indonesia.