Kondisi luar rumah Anton Siotang sebelum dilakukan perbaikan.
Cinta kasih tidak akan berkurang karena dibagikan, malah sebaliknya akan semakin tumbuh berkembang karena diteruskan kepada orang lain
(Kata perenungan Master Cheng Yen)
Plesteran semen berlumut bekas air menyambut siapa pun yang berkunjung ke rumah 5 x 9 meter persegi milik Anton Siotang (73) yang berada di Kebun Kelapa, Kampung Melayu Timur, Teluk Naga, Kabupaten Tangerang. Tembok yang sudah mulai kusam hanya ada di bagian depan saja. Sementara pada bagian samping, tampak batu bata bersemen tersusun menyangga anyaman bambu di atasnya.
Sejak tahun 1997, Anton tinggal di rumah itu bersama Weni (71) istrinya dan delapan anak-anaknya. Seiring waktu anak pertama sampai ke-enam mulai berkeluarga dan hidup menyebar di beberapa tempat seperti Kotabumi, Cempaka Putih, dan Tangerang. Untuk saat ini, hanya Hena dan Ian (anak ke-7 dan 8) yang tinggal bersama. Khusus Hena, sejak pandemi lebih banyak tinggal di mess tempat kerjanya di Jakarta untuk menghemat ongkos. Kondisi ekonomi anak-anak Anton serba pas. Untuk itu, ia tidak berharap banyak bantuan anak-anaknya terlebih untuk memperbaiki rumah.
Ruangan yang terbatas membuat Anton dan keluarga tidak bisa menyimpan barang dengan baik.
Sejak pertama tinggal di rumahnya, Anton belum pernah melakukan renovasi. Alasan ekonomi menjadi kendala utamanya. Maklum, sehari-hari dia hanya bekerja sebagai sopir angkutan umum jurusan Tanjung Pasir – Dadap dengan penghasilan 50,000/hari. Itupun tidak setiap hari, karena statusnya hanya sebagai sopir cadangan. Kebutuhan rumah dikesampingkan, tetapi kebutuhan pendidikan anak-anaknya diutamakan.
“Ya yang penting pendidikan anak-anak, bersyukur sudah lulus sekolah semua, meski dengan kondisi begini,” ucapnya Anton. “Urusan rumah nanti belakangan aja, gimana nanti lah. Saya tidak mencari bantuan kemana-mana, cuma berdoa saja semoga suatu hari ada yang bantu,” tambahnya.
Proses perbaikan mulai dilakukan 30 Mei 2021 dengan menurunkan bagian atap terlebih dahulu.
Peninggian akses jalan di perkampungan itu membuat keluarga Anton berjibaku dengan banjir ketika hujan tiba. Genteng yang koyak juga membuatnya khawatir setiap kali turun hujan. Sehingga ia selalu berdoa untuk tidak diberi hujan, terutama di malam hari. Sebab jika hujan tiba itu artinya dia dan keluarga tidak bisa tidur karena harus menyiapkan ember untuk penampungan air hujan. “Kalau dulu ya was-was, berdoa jangan hujan, jangan hujan. Ya sudah siap-siap sudah sediain tadahan air di bawah,” tuturnya dengan suara parau.
Tony bersama beberapa relawan Tzu Chi Sinar Mas dari Head Office bersama Anton Siotang dan istri.
Istri jatuh sakit
Hidup keluarga Anton makin sulit ketika September 2009, sang istri menderita stroke. Sejak itu pula pikirannya bercabang antara merawat istri atau tetap bekerja sebagai sopir. Berbagai upaya tetap Anton lakukan demi kesembuhan sang istri. Meski belum sembuh total, stroke yang diderita istrinya berangsur pulih. Namun pada tahun 2019, hasil pemeriksaan dokter mengatakan jika istrinya juga menderita penyakit gula. Jika dulu sesekali Anton bisa meninggalkan istrinya untuk bekerja, tetapi tidak untuk yang kali ini.
Setelah berdiskusi dengan anak-anaknya, Anton lalu memutuskan untuk mencurahkan seluruh waktu dan tenaganya demi sang istri. Sementara kebutuhan sehari-hari mengandalkan bantuan anak-anaknya.
“Ya kita cukup-cukupkan saja bantuan dari anak-anak, sebab mereka juga terbatas, biar mereka bekerja, jadi saya yang merawat saja,” ujarnya. Semua kebutuhan Weni praktis Anton semua yang melayani. Mulai dari makan sampai urusan ke kamar mandi.
Jalinan Jodoh dengan Tzu Chi
Cat biru cerah dominan menghiasi dinding luar rumah Anton setelah dilakukan perbaikan.
Bakti sosial pembagian sembako Maret 2021 menjadi pembuka jalinan jodoh Anton dengan Tzu Chi. Budi, seorang pemuka agama setempat yang biasa mendampingi kegiatan bakti sosial mengatakan kalau keluarga Anton menjadi prioritas setiap kali ada pembagian bantuan dari pihak manapun. “Iya memang kondisinya serba susah, selain itu saya berharap suatu saat nanti dengan keadaan rumah Pak Anton yang tidak layak huni ini ada donatur yang tergerak untuk membedah atau memperbaiki,” ujar pria berkaca mata yang biasa dipanggil Romo Budi ini.
Di sela pembagian paket sembako, beberapa relawan menyempatkan diri survei ke rumah Anton. Salah satunya Tony, relawan Tzu Chi dari Head Office Sinar Mas. “Pertama-tama waktu kami melakukan survei ke rumah Pak Anton kami merasa rumah ini memang tidak layak huni. Dimana atap rumahnya sudah pada bocor. Nah pada saat hujan Pak Anton pasti perlu menyiapkan ember untuk menampung air-air tersebut. Ditambah lagi di halamannya itu pasti banjir kalau hujan sehingga menurut saya rumah tersebut memang tidak layak huni. Dan maaf ya, selain melihat kondisi rumah kami juga melihat ke kamar kecilnya. Kamar kecilnya sangat tidak memadai. Dan rumah tersebut hanya ada satu ruangan saja untuk tidur, itu pun dipakai untuk simpan barang-barang,” paparnya.
Setelah dilakukan pembahasan beberapa kali, relawan Tzu Chi Sinar Mas memutuskan untuk memperbaiki rumah Anton. Dalam proses perbaikan rumahnya, Anton dan keluarga tinggal di kontrakan tak jauh dari tempat tinggalnya, sehingga setiap saat bisa melihat proses perbaikannya. Setelah 45 hari proses perbaikan, rumah Anton dinyatakan selesai diperbaiki.
Romo Budi, Anton Siotang, Weni, Wintomo Tjandra berfoto bersama di depan rumah Anton.
Rumah dengan cat biru terang itu kini sudah berdiri kokoh. Penataan ruangan juga jauh lebih baik. Terdapat 2 kamar tidur, ruang tamu, wasfatel dan kamar mandi. Anton kini juga tak perlu lagi menimba air karena relawan sudah melengkapinya dengan penyediaan pompa air.
“Terima kasih kepada Yayasan Buddha Tzu Chi yang membangun rumah saya. Saya merasa bersyukur dapat bedah rumah di sini. Saya terima kasih banyak. Semoga Tuhan Yang Maha Esa dapat membalas kebaikan bapak-bapak sekalian, selamat dalam perjalanan, semoga panjang umur, berkah selamat, itu doa dari saya memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa,” tutur Anton seraya menangis haru.
“Karena ada bantuan ini saya merasa bersyukur sudah dibantu diurusi sampai selesai seperti Romo Budi, Yudi, bapak-bapak sekalian yang datang ke sini saya mengucapkan puji syukur kepada Yang Maha Kuasa, Tuhan Yang Maha Esa semoga dapat pahala sebesar-besarnya terutama Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia yang telah membantu pembangunan rumah ini sampai selesai. Saya sekeluarga dan anak-anak saya mengucapkan terima kasih banyak itu yang saya sampaikan,” lanjutnya.
Penyerahan secara resmi pemakaian rumah oleh Wintomo Tjandra ke Anton Siotang.
Kebahagiaan Anton juga dirasakan Tony. “Perasaan yang saya rasakan saat ini saya merasa sangat senang, gembira, dan terharu bahwa rumahnya Pak Anton yang tadinya tidak layak huni, dia harus khawatir pada saat hujan datang, banjir dan lain sebagainya bisa dibedah dengan sangat layak huni dengan nyaman sehingga Pak Anton tidak perlu khawatir lagi ke depannya akan hujan banjir,” ungkapnya.
Tony berharap rumah ini bisa menjadi berkat bagi Anton dan keluarga ke depannya. “Satu lagi harapan saya kepada Pak Anton dan keluarga semoga mereka bisa menjalin jalinan cinta kasih ini dan membagikan cinta kasih ini kepada sesama, mungkin mereka bisa melakukan bakti sosial di Tzu Chi ikut gitu lho. Jadi jalinan jodoh ini tidak putus. Itu harapan terbesar saya untuk Pak Anton dan keluarga,” pungkasnya.
Editor: Metta Wulandari