Nenek Ina yang Bertahan Hidup Sebagai Pemulung
Jurnalis : Anand Yahya, Fotografer : Anand Yahya, Videografer: Chandra S.Nasib miris dialami nenek Ina (71), warga Rawa Lele, Cengkareng Jakarta Barat yang harus menyambung hidup di usia senjanya dengan menjadi pemulung. Lebih mengenaskan lagi, sejak suaminya meninggal, menyusul beberapa tahun kemudian anaknya satu persatu turut meninggal dunia, jadilah nenek Ina sebatang kara.
Nenek Ina mengumpulkan barang-barang hasil memulungnya di sebuah lahan kosong. Barang-barang ini ia kumpulkan hingga satu pekan dan di akhir pekan ada orang yang mengambil hasil memulungnya.
Nenek Ina tinggal di rumah kontrakan bertingkat yang ia kontrak seharga Rp 300.000 perbulan dengan luas 2x3 m². Kondisi rumah kontrakan yang ia huni sudah cukup bersih. Sedangkan barang-barang hasil memulungnya ia kumpulkan di belakang rumah kontrakannya di tanah kosong.
Nenek Ina bekerja sebagai pemulung sepeninggal suaminya. Barang-barang yang ia pulung mempunyai nilai jual seperti botol plastik, kardus dan barang lainnya. Ia mulai memulung sejak pukul 05.00 hingga pukul 17.00 sore hari.
Sardi sangat beruntung bisa berkesempatan mengunjungi dan berbagi dengan Nenek Ina. Dari kunjungan ini Sardi mendapat pelajaran berharga tentang kehidupan yang dijalani oleh Nenek Ina. Walaupun di usia senja ia semangat mancari nafkah sejak pagi hari hingga sore hari.
Menurut pengakuannya hasil barang memulungnya ia kumpulkan hingga satu pekan. Setelah itu nanti ada yang mengambil barangnya dengan dipotong biaya pengiriman.
“Barang rongsokan saya kumpulin dulu sampai seminggu nanti dijual dapet Rp 50.000 tapi dipotong Rp 20.000 buat yang ambil barang,” ungkap Ina.
Nenek Ina mengaku sangat senang sudah dapat dibantu biaya hidup oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia.
“Saya dibantu Tzu Chi biaya hidup saya sejak bulan Agustus 2014,” ujar Ina di rumah kontrakannya.
Nenek Ina tinggal di rumah kontrakan yang berada di tingkat atas. Dalam pertemuan ini Nenek ina sedikit mengeluhkan tempat tinggalnya yang harus menaiki tangga. Ia ingin tinggal tanpa harus manaiki tangga, namun harga sewa di bawah sedikit mahal dibandingkan ia tinggal saat ini.
Leo relawan Tzu Chi yang mendampingi Nenek Ina sejak awal mengatakan kondisi fisik Nenek Ina sudah jauh lebih baik dibandingkan tujuh tahun lalu.
“Kondisinya jauh lebih sehat, dulu kalau jalan saja susah selangkah-selangkah” ujar Leo.
Lain halnya dengan Sardi Lay relawan yang turut berkunjung ke rumah Nenek Ina. Sardi sangat bersyukur bisa membantu dan menyaksikan perjuangan hidup Nenek Ina yang sebatang kara. Sardi sangat terharu dengan kehidupan Nenek Ina yang selalu semangat dalam menjalani kehidupan walaupun sudah tua, sekaligus ikut peduli terhadap lingkungan dengan mengumpulkan barang-barang daur ulang.
“Bagi diri saya, saya merasa bersyukur bisa berbagi dan menjadi pelatihan diri untuk saya ketika saya melihat perjuangan Nenek Ina ini,” tutur Sardi.
Menurut Sardi, Nenek Ina ini jadi inspirasi bagi dirinya. Sardi berharap Nenek Ina terus semangat menjalani hidup, jangan putus asa dan semoga bisa menjaga kesehatannya di tengah pandemi Covid-19 ini.
Sardi, Leo dan Caroline Kurniawati memberikan paket sembako untuk Nenek Ina dalam kunjungan kasih kali ini. Di masa pandemi ini orang seperti Nenek Ina sangat terdampak akibat pandemi Covid 19.
Nenek Ina setiap harinya mencari nafkah dengan memulung barang-barang yang mempunyai nilai jual. Ia memulung dari pukul 05.00 pagi hingga 17.00 sore.
Sementara itu dalam kunjungan kasih pada 17 Februari 2021 ini relawan Tzu Chi juga memberikan paket sembako untuk Nenek Ina. Nenek Ina menyampaikan rasa terima kasih kepada Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia dan relawan Tzu Chi yang telah memberikan bantuan kepada dirinya.
"Alhamdulillah berkah dari Tuhan saya bisa hidup, terima kasih cici koko (relawan Tzu Chi) semuanya, kalo gak dibantu saya gak tau masih ada apa enggak, saya ucapkan terima kasih semoga pada berkah, waras, sehat cici koko-nya biar pada mudah rejekinya,” ujar Ina dengan mata berbinar.
Editor: Khusnul Khotimah