Nilai Sebuah Perhatian

Jurnalis : Yuliati, Fotografer : Yuliati

Salah satu relawan Tzu Chi, Lili, membagikan kupon kepada warga yang terkena musibah kebakaran pada tanggal 14 September 2015 di Kapuk Muara, Jakarta Utara.

Kebakaran kerap terjadi di ibukota Jakarta. Terlebih di musim kemarau seperti ini. Kelalaian warga maupun pemakaian alat listrik yang tidak sesuai standar menjadi penyebab utama musibah ini. Seperti yang terjadi di Kelurahan Kapuk Muara, Jakarta Utara. Rabu pagi, 9 September 2015 lalu, si jago merah kembali mengamuk di pemukiman padat penduduk. Dalam waktu kurang dari setengah jam, api dengan cepat melalap ratusan tempat tinggal yang dihuni 1.400 jiwa hingga rata dengan tanah. Bahkan batas antara rumah yang satu dengan lainnya tidak lagi terlihat. Warga pun terpaksa mengungsi di tenda-tenda yang disediakan dinas sosial, Palang Merah Indonesia (PMI) dan lainnya. Warga bahkan ada yang mengungsi di emperan bangunan pabrik yang berlokasi tidak jauh dari pemukiman mereka.

Kebakaran kali ini juga dipicu dari kelalaian salah seorang warga. Hubungan arus pendek yang terjadi mengakibatkan api yang dengan cepat membesar. “Di sini sudah sering terjadi kebakaran. Bangunan mereka mepet dan dibangun di atas empang, bawahnya kosong jadi api cepat saja membesar. Habis,” ujar Suryadi Kurniawan, salah seorang relawan. “Sering kali kita kasih input, setiap keluar rumah agar matikan listrik. Pertama hemat, kedua mencegah terjadi musibah,” tambahnya.

Melihat penderitaan warga yang kehilangan segala yang dimilikinya, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia memberikan bantuan sebagai wujud rasa sosial kemanusiaan dan merasakan penderitaan mereka. Pada hari Senin, 14 September 2015, sebanyak 30 relawan turun membagikan bantuan paket bantuan kebakaran berupa kebutuhan sehari-hari (perlengkapan mandi, baju layak pakai, sandal, selimut dan sarung) yang dikemas dalam sebuah kontainer besar yang bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan lainnya. “Hari ini kita baginya 375 paket,” tukas Suryadi, relawan yang menjadi koordinator pembagian bantuan siang itu.

Suryadi (kanan) bersama relawan lainnya melakukan pendataan warga untuk membagikan kupon pengambilan bantuan paket kebakaran.

Warga sudah mulai ada yang mendirikan kembali rumah mereka dengan menggunakan kayu sebagai bahan utama membuat rumah yang ludes diamuk si jago merah pada Rabu pagi lalu.

Pembagian bantuan pun berjalan dengan lancar. Ratusan warga mengantri dengan tertib meski harus melawan terik matahari yang semakin menyengat kulit. Tak sedikit warga yang menggunakan kain maupun kaos bekas sebagai pelindung kepala. Salah satu warga, Mala (21), bersama bayinya juga turut mengantri di bawah terik matahari untuk menukarkan kupon miliknya. Lalu ia kembali ke tenda terdekat dengan tenda Tzu Chi untuk berteduh. Bayinya yang masih berusia satu setengah bulan ini agak rewel karena kondisi cuaca yang sangat panas saat itu. Terlebih kondisi tubuh Mala yang terbilang masih lemah pascamelahirkan. Berjalan pun pelan.

“Terima kasih, ya,” ucapnya tersenyum ke arahku. Mala pun menceritakan kisahnya saat kebakaran terjadi. Sekitar jam 10 pagi saat itu, usai mencuci ia berbaring di sebelah bayinya untuk beristirahat. Mendengar keramaian di luar, ia pun mencari tahu. “Pas saya keluar api sudah gede. Saya langsung kabur bawa anak dan tas yang isinya surat-surat,” kisah Mala. Terlebih lagi pusat api berasal dari sebuah rumah yang hanya berjarak 5 meter dari tempat tinggalnya. “Sama sekali nggak ada yang bisa diselamatkan. Saya bawa anak saja nggak pakai gendongan,” katanya sedih. Sementara kebakaran terjadi di saat suaminya tengah mencari nafkah (bekerja). Musibah kebakaran ini membuat Mala merasa trauma. Ia pun memutuskan untuk tidak membangun kembali rumahnya. “Saya nggak mau bangun lagi, mau ngajak suami ngontrak saja. Takut  seperti itu (kebakaran) lagi,” ucap ibu satu anak ini.

Satu per satu warga menerima paket bantuan dari Tzu Chi setelah menukarkan kupon mereka.

Mala (tengah) dan Anisa (berjilbab) membongkar barang bantuan di tenda pengungsiannya.

Sementara itu, Anisa yang duduk di sebelah membantu mengipas bayi Mala juga mengaku trauma setelah dua kali mengalami musibah yang sama di lokasi yang sama. “Api sudah kayak ombak jalan. Saya dapat kabar pas di sekolah habis antar anak. Saya langsung lari pulang, dan jalanan sudah ketutup. Muter-muter nyari jalan, alhamdulillah bisa selamatkan tas dan surat-surat,” aku ibu satu anak ini. “Rencana mau ngontrak saja, entah sementara atau gimana. Sudah trauma,” ucapnya terbata-bata. Mendapat bantuan dari Tzu Chi dalam kondisi seperti ini membuatnya merasa sangat bersyukur. “Barang ini penting sekali. Apapun (barang) buat kita yang nggak punya apa-apa mah alhamdulillah. Sangat membantu,” ucap Anisa.

Setiap musibah yang terjadi memang tidak dapat diduga, begitu pula dengan nasib warga korban kebakaran di Kapuk Muara ini. Namun dari kejadian ini, setiap orang semoga bisa mengambil hikmahnya. Tidak menyepelekan masalah penggunaan listrik, menggunakan peralatan listrik yang sesuai standar, dan lebih waspada terhadap kondisi lingkungan sekitar.  


Artikel Terkait

Manusia tak Luput dari Bencana

Manusia tak Luput dari Bencana

17 Februari 2015 Pada malam itu juga Walikota datang meninjau ke lokasi kebakaran. Tidak ketinggalan juga beberapa relawan Tzu Chi turun ke lokasi kebakaran untuk mendata berapa keluarga yang mengalami musibah dan yang perlu menerima bantuan.
Datang Meringankan Beban

Datang Meringankan Beban

03 Juni 2015 Akibat kebakaran ini ratusan warga harus mengungsi dan hanya bisa bergantung pada uluran cinta kasih para dermawan. Melihat kondisi demikian, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia turut andil mencurahkan perhatian kepada ratusan warga yang terkena musibah ini
Bantuan Paket Kebakaran di Kampung Gusti

Bantuan Paket Kebakaran di Kampung Gusti

17 Maret 2015 Tiada firasat jika pada siang itu, bencana kebakaran sedang melanda komplek perumahannya yang terletak di Jalan Kebon Pala, Pejagalan, Penjaringan, Jakarta Utara. Rumah yang  ia huni  bersama putri dan ibunya  beserta 40 rumah sekitar hangus terbakar.
Semua manusia berkeinginan untuk "memiliki", padahal "memiliki" adalah sumber dari kerisauan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -