Oase di Tengah Pandemi
Jurnalis : Khusnul Khotimah, Fotografer : Arimami SABagi Pak Alis,
panjang umur dan sehat adalah hal yang paling ia syukuri, karena dengan nikmat
sehat tersebut ia dapat terus merawat anak-anaknya, terutama Anggi yang
tunagrahita.
Di usia senja, Pak Alis Susilowati (65) menjalani hidup yang tak mudah, lebih tepatnya memprihatinkan. Penghasilan yang sangat pas-pasan membuatnya tak mampu mengontrak rumah. Ia dan dua anak lelakinya terpaksa tinggal di warung sempit berukuran 1x6 meter, di tepi jalan raya yang ramai di Jalan Pahlawan Revolusi, Pondok Bambu, Jakarta Timur.
Di bawah rindangnya pohon angsana, warung Pak Alis juga menempel dengan tembok luar Sekolah Yayasan Perguruan Rakyat Jakarta. Atas belas kasih pemilik sekolah, Pak Alis diberi izin mendirikan warung di situ, menggunakan kamar mandi serta menggunakan saluran listrik milik sekolah. Dan ini sudah berlangsung selama 37 tahun sejak Pak Alis yang asli Kuningan Jawa Barat ini merantau ke Jakarta.
Sementara itu istri Pak Alis telah meninggal tiga tahun yang lalu. Dulu penghasilan keluarga masih terbantu karena Almarhumah turut berjualan nasi dan mi instan. Sepeninggal istri, Pak Alis hanya bisa mengandalkan warungnya yang sebenarnya menjual sedikit barang karena kurang modal. Hanya ada beberapa botol air mineral, minuman ringan, mi instan, sabun dan pasta gigi. Rata-rata ia hanya bisa dapat untung bersih 10-15 ribu rupiah saja setiap harinya.
“Nah ini springbed saya,” ujar Pak Alis menunjuk bangku panjang di depan warungnya. Senyum lebarnya memamerkan deretan gigi yang masih terlihat rapi.
Di warung sempit
berukuran 1x6 meter inilah selama 37
tahun keluarga Pak Alis mencari nafkah sekaligus tinggal di dalamnya.
Jika malam hari waktunya beristirahat, Pak Alis membopong bangku tersebut ke dalam warung agar bisa tidur tanpa terlalu dingin diterpa angin malam. Tapi ada saja tikus yang tak mampu menahan diri untuk tak berlarian di atas badannya.
“Mungkin dikira ada makanan di perut saya. Tapi saya masih bisa mimpi loh,” katanya.
Belum sampai di situ, salah satu anak Pak Alis, Anggi namanya yang kini berusia 26 tahun, merupakan penyandang tunagrahita. Karena itu butuh kesabaran ekstra bagi Pak Alis untuk merawat Anggi. Anaknya satu lagi, Ari (25) yang pernah mengenyam pendidikan hingga SMP, sebelumnya bekerja sebagai buruh di toko mebel, membuat lemari dan rak. Tapi dua bulan ini Ari “dirumahkan”, imbas dari lesunya perekonomian akibat wabah virus Corona.
Menjadi Penerima Bantuan Tzu Chi
Pak Alis merawat
Anggi yang penyandang tunagrahita.
Dengan segala liku dan beban hidup di pundaknya, Pak Alis bersyukur karena selama enam tahun terakhir ia menjadi Gan Eh Hu atau penerima bantuan Tzu Chi. Temannya saat itu menyarankan Pak Alis untuk mengajukan bantuan biaya hidup ke Tzu Chi.
Lalu beberapa relawan He Qi Timur datang ke warung Pak Alis untuk melihat kondisi keluarganya. Dan tak butuh waktu lama, permohonan Pak Alis pun disetujui. Pak Alis mendapatkan bantuan biaya hidup setiap bulannya.
Anastasia, salah satu relawan He Qi Timur yang selama ini memberi perhatian kepada Pak Alis mengaku salut dengan cara Pak Alis memaknai hidupnya. Pak Alis tidak pernah mengeluh dengan keadaannya. Ia juga adalah sosok bapak yang rela melakukan apapun untuk anaknya.
“Pak Alis orangnya selalu mensyukuri apa yang ada. Ia bersyukur diberi tempat tinggal, bisa ada warung untuk cari penghasilan walaupun sedikit sudah senang sekali. Dan Pak Alis juga tak pernah minta bantuan tambahan, justru kami sekarang sedang mengupayakan tambahan biaya hidup untuk Pak Alis,” kata Anastasia.
Menerima Paket Sembako
Pandemi virus Corona
membuat penghasilan Pak Alis yang sebelumnya minim kini bertambah sulit. Karena
itu bantuan sembako turut membantu kesulitannya.
Sementara itu, sejak hari pertama puasa Ramadan, Pak Alis mencoba menambah penghasilan dengan berjualan es kelapa. Sore itu, Rabu 6 Mei 2020, masih satu setengah jam lagi menjelang waktu berbuka puasa, belum ada satu pun pembeli yang datang. Tiba-tiba seorang pengemudi ojek online berhenti di depan warungnya.
“Ini benar ya dengan Pak Alis?” tanya Marwan pengemudi ojek online tersebut.
“Benar Pak,” kata Pak Alis sambil mencondongkan badannya.
Marwan, pengemudi gojek tersebut segera membuka tali yang mengikat kardus di atas motornya.
“Ini ada paket bantuan sembako Pak dari Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, dikirim lewat saya,” kata Marwan menjelaskan.
“Alhamdulillah, terima kasih banyak, Pak,” ujar Pak Alis kepada Marwan.
Beras dari Tzu Chi
segera ia masak.
Di masa pandemi virus Corona seperti saat ini, bagi Pak Alis, bantuan sembako sangat membantu. Segera ia buka kardus berwarna cokelat itu yang berisi 5 kilogram beras, 1 kilogram gula, 1 liter minyak goreng, 5 lembar masker dan juga biskuit serta mi instan.
“Syukur Alhamdulillah. Nanti beras saya masak. Terus mi-nya buat dijual, buat tambah modal. Saya biasanya masak nasi trus lauknya beli di warteg seberang,” tutur Pak Alis yang lalu kemudian menanak nasi dengan ricecooker-nya.
Kunjungan Kasih Singkat
Tak berselang lama setelah Pak Alis menerima paket bantuan sembako, tiga relawan Tzu Chi dari He Qi Timur yakni Johan Kohar, Anastasia, dan Wenny tiba di warungnya. Pak Alis menyambut ketiganya dan berbincang-bincang sebentar tentang kabar Pak Alis, kabar Anggi, dan penghasilan Pak Alis selama pandemi virus Corona.
“Kemarin yang laku hanya tiga gelas minuman dan kelapanya tiga buah. Penghasilan kotor sehari sekitar 50 ribu, tapi selama bulan puasa ini enggak dapat untung malah modal keluar terus,” kata Pak Alis menjelaskan.
Para relawan Tzu Chi dari komunitas He Qi Timur sangat peduli dengan kemajuan hidup Pak Alis.
Akhirnya, seorang
pembeli datang juga membeli es kelapa.
Beberapa saran pun disampaikan relawan kepada Pak Alis. Lalu Johan Kohar, Ketua Misi Amal He Qi Timur menyerahkan amplop berisi uang tunjangan hari raya yang diterima Pak Alis dengan wajah sumringah. Pak Alis mengaku akan menggunakan uang perhatian dari insan Tzu Chi tersebut untuk kebutuhan makan ia dan kedua anaknya.
“Kami juga sangat plong karena kami, relawan Tzu Chi setidak-tidaknya bisa memberinya semangat karena ada yang peduli,” kata Johan Kohar.
“Semoga kehidupan Pak Alis semakin baik, warungnya bisa semakin maju biar penghasilannya bertambah, biar kehidupan mereka membaik,” imbuh Wenny kepada Pak Alis.
“Terima kasih banyak, saya hanya bisa mendoakan relawan-relawan semuanya sehat-sehat, dan Yayasan Tzu Chi tambah maju dan terus peduli sama kami-kami,” pungkas Pak Alis.
Buka puasa hari itu pun terasa sangat lengkap dengan bantuan paket sembako dari Tzu Chi juga THR dari komunitas relawan He Qi Timur karena ia merupakan Gan En Hu atau penerima bantuan Tzu Chi selama enam tahun ini.
Dua orang pembeli es kelapa akhirnya datang juga membeli dagangan Pak Alis. Satu pembeli lainnya membeli minuman ringan. Tak terasa, langit pun semakin gelap, waktu berbuka semakin dekat. Pak Alis menyiapkan es kelapa serta nasi yang sudah dimasaknya tadi dengan telur dadar yang dibawakan relawan.
Beduk Maghrib pun terdengar, dengan perasaan syukur ia meminum es kelapanya, dan hilanglah dahaganya. Sorot mata Pak Alis berbinar, menyiratkan kebahagiaan yang telah diterimanya hari ini.
Editor: Hadi Pranoto
Artikel Terkait
Bahagianya Para Pendidik PAUD Terima Paket Sembako Tzu Chi
23 Mei 2020Tolong Sampaikan Kepada Tzu Chi, Kami Bahagia Menerima Bantuan Ini
20 Mei 2020Kapten Inf Jasmungin yang menjabat sebagai Pasiter Kodim dari Komando Distrik Militer atau Kodim 0606/Kota Bogor tampak begitu semangat ketika tiba lagi di lapangan Sekolah Tunas Harapan. Jarum jam di arlojinya baru menunjukkan pukul 7.30 WIB. Padahal hingga pukul sembilan malam tadi, ia masih berada di sini, di area yang menjadi lokasi pembagian 500 paket bantuan dari Tzu Chi Indonesia pagi itu, Minggu 18 Mei 2020.