Oleh-oleh dari Kamp Tiga Hari
Jurnalis : Sutar Soemithra, Fotografer : Sutar Soemithra * Peserta dan panitia Tzu Ching Camp III saling mengucapkan terima kasih menggunakan bahasa tubuh. Selama 3 hari, para peserta belajar tentang banyak hal yang berguna bagi kehidupan sehari-hari. | Tanggal 18 Agustus 2008 adalah hari terakhir Tzu Ching Camp III setelah dimulai tanggal 16 Agustus. Pada hari terakhir ini, lebih banyak dihabiskan di dalam ruangan. Kegiatan pada hari ini juga selesai lebih cepat daripada 2 hari sebelumnya yang sampai malam hari. Hari terakhir ini hanya sampai pukul 3 sore. Kamp yang diadakan di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat ini diikuti oleh 98 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta dan beberapa daerah di Indonesia. |
Karena acara terakhir, tidak lengkap rasanya tanpa sharing dari para peserta tentang kesan-kesannya selama mengikuti pelatihan selama 3 hari ini. Tiap kelompok diwakili oleh satu orang kecuali kelompok 6 yang semua pesertanya bersama-sama berbagi cerita. Mengubah Cara Pandang Jansen mengaku selama ini bukanlah orang yang mensyukuri apa yang selama ini telah ia terima. Meskipun bisa mengenyam pendidikan hingga ke luar negeri, ia masih sering mengeluh merasa kurang. Namun pada Tzu Ching Camp kali ini, ia mengikuti salah satu sesi berupa kunjungan ke rumah salah satu penerima bantuan rutin Tzu Chi menyebabkan cara pandangnya berubah. “Saya dulu tidak terlalu bersyukur,” tutur Jansen, “Namun setelah mengikuti Tzu Ching Camp III ini dan melihat orang-orang yang rumahnya sangat memprihatinkan dan tidak bisa bersekolah, saya menjadi mensyukuri apa yang telah saya peroleh.” Ia juga belajar banyak hal yang selama ini tidak pernah terlintas di benaknya. “Saya belajar dari shixiong (mentor grup –red) saya mungut sampah,” ucapnya. Bahkan, saking berkesannya dengan acara kamp tersebut, di akhir acara, ia menyumbangkan suara emasnya menyanyikan lagu Rang Ai Chuan Chu Qu (Biarkan Cinta Kasih Tersebar Luas). Mungkin baru kali ini ada seorang peseerta Tzu Ching Camp yang berani menyanyi di depan peserta yang lain. Menurutnya, lagu tersebut syairnya sangat bagus dan kebetulan dari beberapa lagu Tzu Chi yang ia dengar selama kamp 3 hari itu, lagu tersebut yang ia paling hafal. Maka ia pun lancar menyanyikannya tanpa teks. Para panitia Tzu Ching Camp III pun tidak mau ketinggalan. Mereka segera menuju panggung di belakang Jansen, memeragakan isyarat tangan lagu tersebut. Usai menyanyikan lagu tersebut, Elvy, pembawa acara, menghampirinya dan segera memulai sebuah percakapan tentang kerapian. Jansen yang mengetahui arah pembicaraan tersebut segera memotong. Peserta Tzu Ching Camp yang sedari tadi hanya menonton Jansen menyanyi, mulai mengeluarkan suara secara serentak, “Potong rambut! Potong rambut!” Jansen langsung menunjukkan ekspresi seolah sedang minta ampun menolak permintaan tersebut. Namun ternyata pembawa acara sudah sebelumnya telah mendengar selentingan kabar bahwa Jansen berencana memotong rambutnya usai kamp. Maka Elvy pun segera menanyai Jansen dan dijawab Jansen bahwa ia tidak berjanji untuk memotong rambut, tapi akan menjadikannya lebih rapi. Maka seluruh isi ruangan pun bertepuk tangan untuknya. Ket : - Jansen Halim (depan paling kanan) menyumbangkan suara emasnya dan berjanji akan merapikan Membuka Pintu Maaf untuk Ayah Keduanya ditinggal oleh ayahnya menikah kembali dengan wanita lain sehingga menyebabkan kehidupan mereka agak terlantar. Ia pun harus berjuang mengarungi hidup bersama ibunda tercintanya dan seorang adik, tanpa nafkah bantuan nafkah dari ayahnya. Ibunya melakukan apa saja untuk membahagiakan anak sulungnya tersebut. Tak mengherankan, ibu baginya adalah orang yang paling berharga dalam hidupnya. Ia tidak ingin mengecewakannya dengan cara belajar sebaik-baiknya dan menjadi orang sukses. “Dulu saking bencinya pada Bapak saya, saya sampai menganggap Bapak saya nggak ada, termasuk saudara tiri saya,” cerita Puji Lestari, calon perawat, dengan logat Jawa yang kental. Namun setelah menyaksikan video drama Sutra Bakti Seorang Anak pada kamp hari kedua, ia menyadari kekeliruannya tersebut dan mau membuka pintu maaf bagi ayahnya. Ket : - Selama 3 hari, peserta Tzu Ching Camp III bersama-sama menyaksikan gambaran pahitnya kehidupan dan Dipraktekkan dalam Kehidupan Sehari-hari Ia sering aktif di vihara sehingga sebenarnya apa yang diajarkan Tzu Chi dalam kamp tersebut bukanlah hal yang baru baginya. Namun baginya, “Kalo di vihara kita diajarin Sutra, trus dibilangnya berharap semua makhluk berbahagia baik yang terlihat maupun yang tak terlihat dari pembacaan sutra itu. Di sini (Tzu Ching Camp –red), kita fokus sama sesama kita, yaitu manusia. Kita membantu mereka dengan menghemat energi, kita mengurangi global warming.” Seperti pesan Liu Su-mei, ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, kepada para peserta kamp, “Apa yang kalian rasakan di sini harus dibawa pulang, dan yang paling penting dipraktekkan di rumah. Setelah pulang langsung katakan, ‘Aku sayang Papa dan Mama’.” | |
Artikel Terkait
Senyum Bahagia Opa Oma Bertemu Relawan Tzu Chi
07 November 2022Relawan Tzu Chi Pekanbaru mengunjungi 63 penghuni Panti Jompo Khusnul Khotimah Marpoyan pada Minggu, 16 Oktober 2022. Relawan Tzu Chi datang membawa bubur, makanan ringan, roti-roti, dan sekaligus memberi perhatian kepada penghuni panti dengan memotong kuku dan memotong rambut para lansia.
Menyapu Duka
30 Agustus 2012 Bagaikan kehilangan jiwa, saat mengetahui tempat tinggal satu-satunya dilalap bencana hingga habis tak bersisa, begitulah yang dirasakan Qotijah. Warga perantauan asal pulau Madura ini adalah salah satu dari mereka yang rumahnya habis terbakar oleh lalapan api pada selasa, 21 Agustus lalu.Deteksi Dini Penyakit Degeneratif
05 Oktober 2022Sebanyak 125 orang mendapat layanan kesehatan pemeriksaan penyakit degeneratif yang digelar komunitas relawan Tzu Chi di Xie Li Kalimantan Timur 1. Pemeriksaan kesehatan yang diberikan terdiri dari pemeriksaan tensi, gula darah, kolesterol, dan asam urat, serta pemberian obat-obatan bagi mereka yang memerlukan.