Oma Opa, Aku datang
Jurnalis : Joliana (He Qi Barat), Fotografer : Johnny C, Jan Fo sj (He Qi Barat)
|
| ||
“Oma Opa… apa kabar ?... aku datang !!!”, demikian salam pembuka dari saya. Hari ini adalah pertama kali para relawan mengunjungi panti jompo Wisma Sahabat Baru yang berada di Kedoya, Jakarta Barat. Sebanyak 19 orang oma dan opa menempati panti jompo ini. Panti ini didirikan sejak tahun 1993 didanai secara pribadi dan diurus oleh anggota Kerabat Kerja Ibu Theresia (KKIT), dengan dibantu 9 orang petugas dan 1 relawan. Panti ini menampung semua orang kurang mampu dan terlantar dari semua suku, agama dan ras. “Menolong orang yang termiskin dari yang miskin” adalah pedoman bagi panti ini. Tepat jam 09.30 para relawan Tzu Chi tiba di Wisma Sahabat Baru. Terlihat para oma-opa yang sedang duduk berkumpul di sebuah meja panjang yang ada di salah satu ruangan besar. Terlihat mereka sudah rapi selesai mandi dan sarapan. Beberapa dari oma ada yang masih berbaring di tempat tidur. Kebanyakan dari mereka sudah sulit untuk berjalan. Kami langsung menyapa mereka satu persatu dan membagikan bingkisan yang telah kami siapkan berupa biskuit, roti, buah pisang dan minuman kepada para oma-opa. Diantara para Oma, saya menghampiri Oma Ella (93) terlihat di wajahnya yang berseri-seri, senyum merekah dari wajahnya. Diusianya yang sudah lanjut, Oma Ella telihat apik, ceria dan arif. Terlihat sisa-sisa kecantikannya di masa muda. Oma memiliki sepasang anak yang saat ini telah menjadi dokter. Dengan bangganya Oma menceritakan tentang anak dan cucu-cucu nya. Dia senang sekali mendapat perhatian dan bingkisan. Pada saat ditanya oleh relawan, “Oma mau makan pisang ?” Oma menjawab, ”Ga usah … saya mau unjukkan ke anak saya nanti, kalo banyak orang yang baik hati ke saya. Saya dikunjungi dan diberi makanan”. “Ah.. Oma di makan aja ga apa apa, nanti kami kasih lagi”, jawab kami (relawan)bersamaan.
Keterangan :
Seperti biasa setiap hari Minggu pagi, mereka di Panti melakukan misa bersama. Demikian juga pada hari ini Minggu, 19 Mei 2013 pukul 10.00, terlihat persiapan misapun dilakukan oleh para suster di sana. Misa berlangsung selama 25 menit , kami para relawan pun ikut kegiatan misa ini bersama 6 orang oma dan 4 orang opa. Walau beberapa dari kami bukan beragama Katolik tapi kami dengan setulus hati dan khusuk mengikuti misa pagi ini. Senang rasanya bisa bersama-sama oma-opa berdoa bersama. Selesai misa oma dan opa masuk kembali ke ruang besar untuk bergabung bersama oma-opa yang lainnya. Para relawan kembali bercengkrama dengan oma-opa, ada juga relawan yang memijat oma opa. “Wah, enak yah oma dipijat”, kata Rudy Shixiong. Agar suasana lebih ceria kami relawan menampilkan lagu isyarat tangan “Apa Khan Cui Gu”. Lagu ini terasa membawa keceriaan bagi oma dan opa. Kami mengajak para oma dan opa untuk turut serta belajar isyarat tangan ini. terlihat semua wajah oma dan opa tersenyum dan tertawa ceria, apalagi ada beberapa bait lagu dengan gerakan lucu. Jam 11.15 kami pun pamit pulang. Tak terasa hampir dua jam kami bercengkrama dan beraktifitas bersama para oma opa. Tapi waktu jua lah yang mengharuskan kami untuk pamit. “Oma …opa…, kita semua pamit dulu ya .. lain waktu kita akan kembali lagi mengunjungi oma opa”, ucapku. | |||
Artikel Terkait
Gempa Palu: Semangat Tak Boleh Terkubur Bersama Gempa
02 November 2018“Nah… di sana, di dekat rumah walet itu,” kata Sofian menunjuk satu-satunya bangunan yang ia ingat dan masih tersisa. “Dulu rumah saya ada di samping rumah walet itu. Tapi sudah tak ada itu sisanya,” ucapnya ringan dengan wajah tersenyum. Rumah Sofian dulu ada di Perumnas Balaroa yang terdampak likuifaksi, yang kata warga Palu, tanah di perumahan itu sudah lebur seperti diblender. Namun berbeda dengan semangat Sofian yang tetap kuat dan tak goyah.