Padang: Bangga dan Haru Tim Medis
Jurnalis : Triningsih, Zr (Tzu Chi Padang), Fotografer : Triningsih, Zr (Tzu Chi Padang)Tim medis hadir sebagai salah satu ujung tombak dalam tim tanggap darurat bencana, sebab bencana umumnya menimbulnya banyak korban meninggal dan luka berat ataupun ringan. |
| |
Rombongan ke-2 Tzu Chi untuk tanggap darurat bencana gempa bumi di Sumatera Barat berangkat ke Padang Jumat malam, 2 Oktober 2009. Dalam rombongan, terdapat pula tim medis TIMA (Dokter dan perawat). Sabtu pagi, rombongan langsung dibagi 2 kelompok yang mana satu kelompok berangkat ke Pariaman dan satu kelompok tinggal di Padang. Di Padang, Tzu Chi sudah memiliki posko di RS Tentara Reksodiwiryo. Saya termasuk salah satu tim medis yang ditugaskan di sana. Sesampai di rumah sakit, kami langsung menuju kamar operasi, yang jumlahnya ada dua, serta memeriksa ruang RR (Recovery Room) dan ruang untuk transfer/perpindahan pasien. Selain tim medis dari Tzu Chi, juga banyak relawan dari berbagai Instansi baik luar negeri maupun dalam negeri yang ikut memberikan bantuan, antara lain Pertamina Peduli yang menurunkan tim yang lengkap terdiri dari dokter bedah, perawat bedah, penata anestesi, perawat UGD, di samping itu ada juga dari RCTI Peduli, dari TC, serta Siloam Hospital. Setiap harinya, kebanyakan kasus bedah yang ditangani adalah kasus ortopedi baik berupa pemasangan plate screw maupun amputasi anggota gerak (kaki/tangan), juga perawatan luka. Dalam situasi seperti ini ada juga pasien yang datang untuk menjalani operasi caesar (melahirkan melalui proses operasi).
Ket: - Dalam sehari, tak kurang dari 6 operasi harus dijalankan oleh tim medis. Selain itu mereka juga harus menjalin komunikasi yang baik dengan keluarga pasien tentang tindakan medis yang perlu dilakukan. (kiri). Rata-rata dalam sehari, bisa menangani 6 – 10 tindakan operasi, bahkan kadang lebih. Suatu kali, seorang dokter bedah plastik dari Inggris turut membantu melakukan pemasangan kulit pada luka yang menganga lebar. Luka di bagian paha-lutut ini begitu lebarnya sehingga perlu “ditambal” agar lukanya bisa menutup. Dokter Waseem Steed, begitu nama dokter Inggris itu membawa sendiri perlengkapan baik instrumen bedah plastik maupun perlengkapan lainnya. Dokter Waseem sangat ramah dan tanpa sungkan bersedia menjelaskan step by step tindakan yang dilakukannya bahkan juga mau memberikan kesempatan kepada dokter Indonesia untuk menggunakan/mengoperasionalkan alat yang dibawanya dari Inggris. Di samping pasien yang masih usia anak tersebut dapat ditolong, dalam kondisi demikian banyak terjadi transfer ilmu dan pengetahuan sekaligus keterampilan antara dokter dan tenaga medis yang terjun ke lapangan. Kebetulan pula dari RS Pertamina Pusat yang berangkat adalah para tim medis senior yang tergabung dalam Organisasi Perawat Kamar Bedah atau biasa disebut HIPKABI (Himpunan Perawat Kamar Bedah Indonesia) dan mereka tidak pelit dalam berbagi ilmu dan keterampilan. Banyak situasi yang mengharukan dan juga membanggakan dalam masa pascabencana ini. Salah satunya kerja sama dan saling dukung antara para relawan yang datang dari berbagai instansi dan negara yang berbeda tetapi saling bahu membahu dan saling membantu. Sementara situasi mengharukan muncul saat keluarga dihadapkan pada keputusan yang sulit berkaitan dengan pemberian ijin pada tim medis untuk tindakan amputasi pada anggota keluarga yang menjadi korban. Keputusan amputasi seringkali harus segera dilakukan untuk menyelamatkan jiwa si korban dan hanya dapat dilakukan setelah disetujui keluarga.
Ket: - Berbagai tim medis datang dan ikut melakukan operasi di RS Tentara dr Reksodiwiryo. Dalam ruang operasi, para tim medis saling membantu dan bertukar keterampilan. (kiri). Suatu kali, sepasang bapak dan ibu harus memutuskan tindakan amputasi untuk anaknya yang belum lagi menginjak usia remaja. Mereka berdua tak kuasa membuat keputusan seketika. Keduanya menangis dan saling berpelukan untuk menguatkan satu dengan lainnya. Si ibu bahkan masih memohon kepada dokter untuk bisa mengusahakan agar tangan anaknya tidak perlu diamputasi, tetapi dokter sebagai tenaga profesional tetap dengan sabar menjelaskan segala resiko yang timbul bila tangan anaknya tidak segera diamputasi. Setelah beberapa waktu, keduanya akhirnya setuju dengan saran dokter. Demikianlah situasi di kamar operasi. Sebagian tim medis yang bekerja di Pariaman juga menghadapi berbagai kondisi yang sulit. Untuk semua relawan yang datang dari berbagai tempat, semoga diberikan kekuatan fisik dan mental. Saya berharap para korban yang diamputasi kakinya dapat memperoleh bantuan kaki palsu sehingga mereka bisa tetap beraktivitas.
| ||
Artikel Terkait
Satu Kegiatan, Tiga Tujuan
08 September 2021Merawat Anak Spesial Bernama Aini
03 September 2020Hidup menjadi ringan apabila seseorang menjalaninya dengan tulus dan ikhlas. Itulah pelajaran dari Sri Mulyani, ibu dari Aini, anak umur delapan tahun yang lahir dengan spinal muscular atrophy type 2 sekaligus pneumonia akut.