Guntur Angjaya membantu membawakan beras Tzu Chi menuju ke rumah Lilis.
Di antara kerumunan warga, tampak Lilis (62) dengan sumringah berjalan kaki sambil membawa kupon sembako yang sebelumnya ia dapatkan dari kunjungan insan Tzu Chi ke rumahnya. Pagi itu terdapat pembagian paket lebaran Tzu Chi di Jalan Pejuang No. 1 RT 005 RW 033, Kelurahan Pejuang, Kecamatan Medan Satria, Kota Bekasi.
Sehari-hari Lilis mencari nafkah sebagai tukang jamu keliling sejak tahun 1977. Sejak kecil, Lilis tak memiliki keinginan untuk sekolah dan kurang mendapat perhatian orang tua hingga membuatnya menjadi buta huruf. Sekolah hanya sampai di bangku kelas dua sekolah dasar.
Di umur sepuluh tahun, Lilis diajak kakaknya merantau ke Bekasi dari kota Solo, dengan harapan bisa mendapat uang banyak. Namun kenyataan berbanding terbalik, ia harus berjuang di kota Bekasi untuk bisa bertahan hidup. Tanpa bekal ilmu hingga membuatnya harus berpikir untuk meracik jamu dari bahan tradisional seperti kunyit, beras kencur, jahe dan bahan lainnya.
“Saya tidak belajar cara membuat jamu. Tetapi saya memiliki pemikiran sendiri, meracik sendiri jamu dan dapat menyembuhkan orang banyak,” ujar Lilis, warga Kali Abang Gatet, Pejuang Medan Satria.
Penyerahan 1.500 paket sembako Tzu Chi kepada warga prasejahtera di Kelurahan Pejuang, Kota Bekasi.
Lilis meracik jamu pukul 3 pagi, dan mulai berjualan keliling pada pukul 6 pagi hingga 10 pagi. Tahun 2015, Lilis mulai menggunakan gerobak untuk menjual jamu. Sebelumnya ia menggunakan keranjang (berbahan rotan).
“Tadinya hasil berjualan bisa capai di kisaran 100 ribu hingga 150 ribu. Masa pandemi, untuk mendapatkan 50 ribu saja sangat susah. Makan seadanya. Nyambel, nyeplok telur, sayur bening. Yang penting perut kenyang,” ungkap Lilis dengan nada sedih. Lilis telah menjadi tulang punggung keluarga semenjak suaminya meninggal 7 tahun yang lalu.
Lilis sangat senang mendapat paket Lebaran Tzu Chi berupa beras dan DAAI Mi.
Hari itu, ketika insan Tzu Chi melakukan pengecekan kelengkapan data kupon miliknya di pintu masuk, Lilis tampak begitu bersemangat bergegas mengikuti alur yang telah disediakan. Iapun menyerahkan kupon, menerima paket sembako dari Tzu Chi dan langsung dibawa pulang dengan mimik wajah bahagia.
“Sangat senang dapat bantuan. Bisa menyambung harian (hidup). Saya biasanya beli beras seliter setiap harinya. Kalau anak-anak pada kumpul, beras 10 kg ini, saya cukup-cukupin buat 10 hari kedepan. Saya mengucapkan terima kasih atas bantuannya (beras dan mi DAAI).” lanjutnya penuh sukacita.
Rasa senang juga terlihat dari raut Maroh yang mendapat paket sembako dari Tzu Chi.
Rasa senang juga terlihat dari raut Maroh (51) yang mendapat paket sembako dari Tzu Chi. Sejak suami meninggal 9 tahun yang lalu akibat pembengkakan hati, Maroah menjadi tulang punggung untuk memenuhi kebutuhan bersama 3 anaknya, sebagai buruh cuci gosok di pagi hari, juga seorang guru mengaji di malam hari.
Sejak kecil, Maroh telah menekuni Alquran, hingga di usia remaja 17 tahun, ia membantu orangtua menjadi seorang guru mengaji bagi anak-anak yang kurang mampu. “Daripada anak-anak keliaran waktu maghrib, lebih baik mengajak anak-anak belajar ngaji, dengan bayaran sukarela,” ujar Maroh, warga Kali Abang Dukuh.
Maroah memiliki anak bungsu penderita penyumbatan jantung. Keterbatasan biaya untuk operasi membuat anaknya harus bertahan, menahan sakit di dada, tertib menjaga pola makan dan pola hidup.
“Setiap hari bisa habis satu setengah liter beras untuk 4 orang. Beras 10 kg hari ini, hingga 2 minggu, tidak perlu membeli beras. Kalau mie instan, diolah menjadi martabak mie telur, kesukaan anak-anak.” pungkas Maroah dengan bahagia. “Banyak terima kasih. Ini sangat bermanfaat hingga 2 pekan mendatang.” tutupnya.
Berbagi di Tengah Himpitan Ekonomi
Bachri Hasan dan sang istri bersyukur mendapat bantuan sembako di bulan Ramadan.
Datang dengan bersepeda dari rumah kontrakan, Bachri Hasan (72) bergegas mengikuti alur jalan untuk menerima paket sembako Tzu Chi dengan menukarkan kupon Tzu Chi. Hidup berdua bersama Rismaya (49) istri, Bachri Hasan sering mendapat bantuan hidup (makanan) dari saudara dan anaknya.
Kejadian tabrak (mobil) lari yang menyebabkan istri dan anak ketiga meninggal di tempat kejadian pada 13 April 1987, membuat Bachri Hasan kehilangan kesadaran (stress) dan susah mengontrol emosi, hingga dibawa ke Pesantren Al Tauhiq di Cirebon selama dua tahun setengah untuk belajar (agama). Pada tahun 1999, setelah keluar dari Pesantren, Bachri Hasan kerja serabutan, mulai dari kuli bangunan, tukang parkir, ikut teman di usaha batik, jual snack dan minuman, hingga menjadi kurir paket.
Rismaya, istri Bachri Hasan, yang menikah di tahun 2013, bekerja sebagai buruh cuci gosok di perumahan Harapan Indah Bekasi.
“Karena pandemi saya di PHK dan nganggur selama dua tahun. Kadang ada panggilan cuci gosok (pulang hari), pasti saya ambil. Tukang parkir setiap jumat di Mesjid sejak 2017. Sabtu Minggu, bila ada pemilik hajatan meminta cuci piring, saya mau, buat nambah-nambah kebutuhan hidup sehari-hari,” pungkas Rismaya.
Bachri Hasan menambahkan dalam kondisi pandemi dua tahun lalu, ia dan keluarganya pernah makan nasi campur kecap selama hampir 6 bulan, saking taka da uang.
“Dari penghasilan menjadi tukang parkir di hari Jumat, saya pakai beli 3 liter beras untuk 1 minggu ke depan dan sisanya beli telur. Kalau ada beras banyak di rumah, saya suka buat nasi kuning, kemudian bagi ke tetangga. Beras 10 kg ini, mau dipakai buat lontong/ketupat (nasi) di hari Lebaran nanti,” tutur Rismaya.
Di tengah himpitan ekonomi, bila ada rezeki lebih, pasangan suami istri ini membagi beras, mie instan, biskuit kepada warga yang tidak mampu, janda, dan tukang sampah, menjelang hari lebaran.
“Atas bantuan Tzu Chi ini, kami banyak terima kasih. Saya bersyukur, Tzu Chi maju dan berkembang dengan baik,” ucap Bachri penuh sukacita.
Berkah di Bulan Ramadan
Zahroh, warga Kali Abang Bungur merasa senang mendapat kunjungan relawan Tzu Chi yang memberikan kupon paket lebaran Tzu Chi.
Sebelumnya, jelang hari pertama di bulan Ramadhan, tepatnya Sabtu, 2 April 2022, relawan Tzu Chi di komunitas He Qi Timur telah membagikan 1.500 kupon beras kepada warga prasejahtera yang tinggal di sekitar Kelurahan Pejuang, Kecamatan Medan Satria, Bekasi.
Walau insan Tzu Chi harus melewati gang sempit menuju rumah calon penerima bantuan, tidaklah membuat relawan putus semangat mengunjungi dan memberikan kupon beras yang dapat ditukarkan dengan 10 kilogram beras dan 10 bungkus DAAI Mie pada 10 April 2022.
Hari itu, Zahroh (58), warga Kali Abang Bungur RW 003 RT002, merasa senang mendapat kunjungan relawan Tzu Chi. "Senang, dapat rezeki dan berkah," tutur Zahroh, seorang buruh cuci gosok sejak umur 28 tahun.
Sejak menikah, sebelum suaminya meninggal pada Oktober 2022 karena sakit (komplikasi), Zahroh membantu mencari nafkah tambahan untuk menghidupi keluarganya. Ia menceritakan penghasilan suaminya tidak menentu, kadang kerja, kadang tidak, sedangkan kebutuhan anak sekolah dan lainnya harus dipenuhi.
Pada 10 April 2022, kondisi kaki Zahroh tidak leluasa untuk bergerak, menyebabkannya tidak bisa ke Kantor Kelurahan Pejuang, ia meminta bantuan ibu RT untuk menukarkan kupon yang ia dapat pekan kemarin. “Saya berterima kasih. Saya dapat berkah, dapat tambahan (beras). Beras 10 kg ini bila masih ada, saya mau buat ketupat (nasi) untuk makan bersama di Idul Fitri nantinya,” imbuh Zahroh. Setiap hari ia bersama satu anaknya menghabiskan setengah liter beras.
Endang Kusnadi, Sekretaris Kelurahan Pejuang men-apresiasi dan menyambut baik bantuan sembako Tzu Chi kepada warganya.
Pada pembagian paket lebaran Tzu Chi ini, hadir Endang Kusnadi, Sekretaris Kelurahan Pejuang. Ia melihat antuasme warganya sangat luar biasa. Ia meng-apresiasi dan menyambut baik bantuan sembako Tzu Chi kepada warga prasejahtera.
“Bantuan Tzu Chi ini sangat bermanfaat bagi warga yang sangat membutuhkan, termasuk warga yang terdampak pandemi covid-19.” kata Endang Kusnadi yang sangat mendukung misi kemanusiaan Tzu Chi dan berharap dapat berkelanjutan setelah bantuan ini.
Editor: Khusnul Khotimah