Pameran Kesatuan Hati (Bag. 1)

Jurnalis : Relawan Tzu Chi Pekanbaru, Fotografer : Anthony, Elvana, Santi Mitra Sari (Tzu Chi Pekanbaru)
 
 

fotoKantor Penghubung Tzu Chi Pekanbaru mengadakan pameran poster dan Buku Jing Si di auditorium Mal Ciputra Seraya, Pekanbaru.

Pada tanggal 10 dan 11 September 2011, insan Tzu Chi Pekanbaru kembali menorehkan catatan sejarah cinta kasih dengan mengadakan pameran Tzu Chi yang pertama di Pekanbaru yang diisi dengan pameran poster jejak langkah Tzu Chi dan berbagai produk Jing Si di Auditorium Mal Ciputra Seraya.

 

 

 

Persiapan Pameran
Setelah berbagai persiapan selama sebulan terakhir ini, akhirnya tiba juga hari yang dinantikan. Persiapan akhir yakni penataan display yang dilaksanakan sehari sebelumnya, di kala mal telah tutup, yakni pukul 22.00 WIB. Namun sejak sore hari, di Kantor Tzu Chi Pekanbaru, para relawan sudah mulai sibuk mempersiapkan semua perlengkapan dan bahan-bahan untuk pameran. Awalnya tatanan dan susunan yang telah direncanakan di atas kertas sudah disepakati, namun saat realisasinya di lapangan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Untunglah, berkat kesatuan hati para relawan dapat menghadapi perubahan yang begitu tiba-tiba.

Tak mau ketinggalan, relawan dari Bagansiapi-api yang meski harus menempuh perjalanan selama 6 jam, turut bersumbangsih dalam membuat logo Tzu Chi dan silinder poster  Master Cheng Yen yang dapat berputar. Berkat kesungguhan hati relawan Bagansiapi-api pula, poster Master Cheng Yen pun tampak anggun di tempat pameran ini. Semua persiapan ini akhirnya berakhir ketika jam sudah menunjukkan pukul 01.30 dini hari. Para relawan pun tersenyum dengan lega karena semuanya telah dikerjakan dengan baik. Perasaan bahagia dan senang pun siap menyambut pameran ini.

Dengan Keramahan, Keharmonisan dan Penuh Cinta Kasih Menjalin Jodoh Baik dengan Pengunjung.
Pada pagi hari, pukul 10.00 WIB, pameran Poster Sejarah Tzu Chi  dan  buku  Jing Si resmi dimulai. Selain pameran poster dan produk-produk Jing Si, ada juga sosialisasi pelestarian lingkungan, perkenalan budaya humanis isyarat tangan, dan penggalangan dana melalui penjualan kue bulan.

Para pengunjung mulai berdatangan. Andi yang datang bersama istri dan anak menjadi  pengunjung pertama di stan Jing Si. Relawan pun langsung mengenalkan buku-buku Master Cheng Yen, salah satunya buku cerita bergambar yang terbaru, “Si lembu, Tahi Lalat Nenek”. Relawan menjelaskan bahwa buku ini sangat bagus untuk anak-anak dan ceritanya sangat mendidik. Awalnya Andi menolak karena anaknya masih kecil dan belum bisa membaca, namun relawan segera menjelaskan bahwa walaupun anak-anak saat ini belum bisa membaca, namun justru dengan orangtua membacakan cerita kepada anak-anak, orangtua dapat memiliki waktu untuk bersama  anak-anaknya.

Di stan Jing Si ini juga dipajang satu buku Jing Si Yu (kata perenungan-red) raksasa yang dikirim dari Jakarta. Buku ini membawa berkah bagi relawan dan juga pengunjung. Hanya dari ukurannya yang besar saja sudah menarik perhatian, apalagi  setelah mendekat dan membaca Kata-kata Perenungan Master Cheng Yen yang universal dan dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembaca pun menjadi tak merasa ragu untuk membeli buku-buku kata perenungan seperti  Renungan Kalbu, Sanubari Teduh maupun Jing Si Aphorism Anak. ”Buku Renungan Kalbu berukuran kecil dan gampang disimpan di saku, sehingga pada saat sedang menunggu kendaraan ataupun berpergian dapat dibaca, dan juga karena bentuknya yang imut, maka sangat cocok juga jika dijadikan sebagai hadiah, sekaligus untuk menjalin jodoh baik,” demikian Lijuan Shijie mengenalkan buku Renungan Kalbu kepada pengunjung.

Salah satunya adalah pasangan suami-istri asal Yogyakarta yang sekarang tinggal di Pekanbaru, Hj. Dewi Tadisan yang sangat tertarik dengan Kata Perenungan Master Cheng Yen. ”Beberapa dari Kata Perenungan Master Cheng Yen yang seperti berlapang dada, bersyukur, mudah-mudahan sudah saya laksanakan, dan saya akan mengajak lebih banyak orang untuk melakukan hal-hal baik,” tutur dari Dewi di sela-sela sharing dengan relawan. Begitu juga dengan Erlina yang datang bersama sang suami dan dua putrinya. Nampak wajah sang suami begitu menyetujui kata-kata perenungan yang ada di banner. Hal ini juga yang membuat keluarga ini kemudian mampir dan membeli beberapa buku kata perenungan dan membelikan sang anak buku cerita bergambar “Si Lembu dan Tahi Lalat Nenek”.

foto  foto

Keterangan :

  • Relawan menjelaskan isi dari kata perenungan Master Cheng Yen kepada para pengunjung. (kiri)
  • Melalui pameran ini relawan dapat mengenalkan Tzu Chi kepada lebih banyak orang. (kanan)

Selain buku kata perenungan, relawan juga dengan bersemangat mengenalkan buku-buku Master Cheng Yen lainnya, seperti Sanubari Teduh, Lingkaran Keindahan dan juga buku-buku Master Cheng Yen lainnya yang berbahasa Inggris maupun Mandarin. Buku Teladan Cinta Kasih dan buku 20 Kesulitan dalam kehidupan merupakan buku yang banyak diminati oleh para pengunjung. Li Juan Shijie, salah satu relawan di stan Jing Si, saat mengenalkan buku Teladan Cinta Kasih-Master Cheng Yen, ia menjelaskan bahwa buku ini isinya tentang bagaimana Master memilih melepas kehidupan duniawi hingga akhirnya mendirikan Tzu Chi dan mendirikan rumah sakit untuk membantu banyak orang. Setelah mengenalkan buku Teladan Cinta Kasih, Lijuan Shijie pun langsung mengenalkan bahwa yang menulis buku 20 Kesulitan dalam kehidupan tak lain adalah Master Cheng Yen yang ada di sampul depan buku Teladan Cinta Kasih.

Ternyata penjelasan ini disambut respon positif dari para pengunjung terhadap buku ini. Salah satunya Ibu Muslimah yang langsung tertarik dengan judul buku 20 kesulitan. Meskipun sudah dijelaskan oleh salah satu relawan bahwa isi buku di dalamnya adalah Dharma ajaran Buddha, ibu ini tetap bersikukuh untuk membeli buku tersebut. Memang benar, walaupun isi buku dari 20 Kesulitan dalam kehidupan adalah dharma ajaran Buddha, namun Master Cheng Yen menyelaraskan ajaran Buddha dengan memberikan contoh-contoh kisah nyata, sehingga buku ini memang sangat universal dan bisa diterima oleh semua kalangan.

Tidak ketinggalan juga stan Jing Si yang memperkenalkan perlengkapan alat makan dan tas-tas kepada pengunjung. Relawan juga berbagi dengan pengunjung untuk mengurangi penggunaan kantong plastik dengan membawa tas saat berpergian. Hal ini juga disetujui oleh salah satu pengunjung, dimana pengunjung ini mengerti bahwa kantong plastik ini juga turut bersumbangsih dalam menciptakan sampah di bumi ini. Selain itu, relawan juga mengimbau para pengunjung untuk memakai perlengkapan makan pribadi.

Poster Sejarah Tzu Chi dan Tzu Chi Corner
Masyarakat Pekanbaru khususnya, masih banyak yang belum mengenal Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Melalui pameran ini, para relawan memperkenalkan Tzu Chi kepada masyarakat luas. Ada juga yang lebih mengenal istilah DAAI dan mereka tidak mengetahui jika DAAI (nama stasiun TV yang dioperasikan oleh Tzu Chi) itu adalah sama dengan Tzu Chi.  Di Pekanbaru dan sekitarnya dengan memasang parabola sudah bisa menangkap siaran DAAI TV Taiwan dan DAAI TV Indonesia.

foto  foto

Keterangan :

  • Relawan menjelaskan sebuah poster yang berisi napak tilas Tzu Chi pada awal berdiri. (kiri)
  • Pameran yang diadakan pada tanggal 10 dan 11 September lalu ini mampu menarik perhatian pengunjung mal. (kanan)

Tentunya pameran ini begitu dinantikan oleh relawan untuk mengenalkan Tzu Chi kepada masyarakat luas. Ani Shijie yang baru setahun bergabung di barisan relawan abu putih, sangat bersemangat bersumbangsih di pameran ini. “Saya membaca buku (Teladan Cinta Kasih-red)  ini awalnya  karena penasaran. Semakin dibaca, semakin penasaran, karena isinya sangat bagus. Setelah membaca buku ini saya jadi semakin lebih mengenal Tzu Chi, dan saya sangat tersentuh dengan perjalanan hidup Master Cheng Yen,” tutur Ani Shijie yang mendapat lahan berkah di bagian penjelasan poster. Berkat membaca buku Teladan Cinta Kasih, ia pun dapat berbagi lebih banyak hal mengenai Tzu Chi kepada para pengunjung. Apalagi Ani Shijie banyak bertemu dengan pengunjung yang mengemukakan bahwa selama ini mereka mengira Yayasan Buddha  Tzu Chi adalah khusus untuk komunitas umat Buddha saja. Nampaknya pameran ini adalah momen yang sangat tepat untuk mengenalkan Tzu Chi kepada masyarakat luas, sebagai sebuah yayasan kemanusiaan yang lintas agama, lintas negara, lintas suku bangsa.

Melalui poster-poster napak tilas Tzu Chi yang dipajang dengan begitu artistik , menarik banyak minat pengunjung untuk menghampiri dan membaca kisah Perjuangan Master Cheng Yen dalam mendirikan Tzu Chi hingga Tzu Chi menjadi begitu besar hingga hari ini. Berawal dari satu gubuk kecil, Master Cheng Yen dan beberapa muridnya berhasil menambah jajaran Bodhisatwa hingga mendunia seperti sekarang ini. Master Cheng Yen pun selalu terlibat langsung dalam setiap kegiatan yang diadakan, seperti meracik obat-obatan saat baksos, mengunjungi pasien di rumah sakit, dan lainnya.

Saat Elisah Shijie menjelaskan kepada pengunjung tentang prinsip hidup mandiri Master Cheng Yen kepada salah satu ibu, bahwa Master Cheng Yen dan muridnya tidak menerima persembahan dana dari umat, ibu itu langsung bertanya ”Apa emang ada Biksuni yang tidak menerima persembahan?” Sepengetahuan dari ibu itu, biasanya Biksu tidak bekerja, darimana mempunyai biaya jika tidak menerima persembahan dari umat. Elisah Shijie kemudian menjelaskan bahwa kenyataannya di Tzu Chi memang ada. ”Master Cheng Yen sampai saat ini tetap memegang prinsip kemandirian,” ucapnya mantap.

Ada juga pengunjung yang karena satu kata perenungan saja bisa membuat mereka antusias mengenal Yayasan Buddha Tzu Chi lebih lanjut lagi dengan menelusuri foto demi foto jejak langkah Master Cheng Yen. Ada juga yang langsung mendaftar untuk ikut menjadi relawan. Dalam pameran ini, tidak hanya saja pengunjung mal  yang datang berkunjung di pameran, tapi pegawai toko di mal juga tidak melewatkan kesempatan untuk mengenal Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. ”Saya dari kemarin ingin mendatangi Kantor Tzu Chi, cuman belum sempat kesana,” ujar salah satu pegawai Body Shop, yang sudah sedikit mengenal Tzu Chi karena toko tersebut merupakan donatur tetap barang-barang daur ulang.

Kontribusi Tzu Ching
Tzu Ching pun tidak ketinggalan bersumbangsih dan tidak kalah dari Shigu-Shibo lainnya dalam mengenalkan Tzu Chi. Pemahaman mereka tentang Tzu Chi pun sudah tidak diragukan lagi. Seperti Fedrik, yang saat ini statusnya masih mahasiswa di salah satu universitas swasta di Jakarta, dimana tahun lalu mempunyai berkah untuk pulang ke kampung halaman batin di Hualien. Hal ini sangatlah membantu Fedrik untuk mengenalkan Tzu Chi kepada pengunjung.

Begitu juga dengan Cori yang sempat bertemu dengan satu keluarga yang semuanya adalah muslim yang mengatakan bahwa lebih baik mengikuti kegiatan menyebarkan cinta kasih untuk sesama daripada ikut-ikutan politik. Setelah melihat langsung kegiatan Tzu Chi (seperti amal/baksos), para pengunjung bisa benar-benar meyakini bahwa Tzu Chi memang yayasan universal yang lintas agama, suku, ras, negara. Cori merasa senang karena semakin banyak yang mengenal Tzu Chi yang berasal dari segala macam golongan.

Tidak ketinggalan, dengan penuh keramahan Kevin menjelaskan kepada Dewi Hayati dan dua temannya yang datang mengikuti pameran ini. Dewi mengaku sangat tertarik dengan poster-poster  Jing Si Yu. Sebelumnya Dewi sudah pernah membaca kata-kata perenungan yang ditempelkan di beberapa toko atau di rumah-rumah makan yang ada di kota Pekanbaru. Dewi mengaku selalu menfoto poster-poster jing si yu tersebut, dan mereka pun tertarik untuk ikut serta bersumbangsih dan mendaftar menjadi relawan. Di tempat kerjanya, Dewi sebelumnya sudah sedikit mengenal Tzu Chi.  Selama pameran dua hari ini, sekitar 28 orang yang mendaftar menjadi relawan, 15 orang yang menjadi donatur, dan sebanyak 9 orang yang menjadi relawan sekaligus menjadi donatur.

Bersambung ke Bagian 2.

  
 

Artikel Terkait

Menciptakan Generasi Muda yang Berprestasi Tanpa Rokok

Menciptakan Generasi Muda yang Berprestasi Tanpa Rokok

17 Oktober 2023

Kelas budi pekerti relawan Tzu Chi komunitas He Qi Utara 1 mengadakan talkshow yang mengangkat tentang bahayanya merokok dan edukasi tentang jenis-jenis rokok.

Memupuk Kesadaran Melestarikan lingkungan

Memupuk Kesadaran Melestarikan lingkungan

24 Februari 2017

Sekolah Minggu Buddhis Ehipassiko mengadakan kunjungan ke Depo Pelestarian Lingkungan Titi Kuning Tzu Chi Medan pada Minggu, 19 Februari 2017. Kunjungan ini merupakan pembelajaran bagi siswa-siswa Sekolah Minggu Buddhis Ehipassiko tentang bagaimana melestarikan lingkungan dan menyelamatkan bumi.

Nilai Sebuah Pemberian

Nilai Sebuah Pemberian

02 Maret 2015 Melihat kesungguhan hati para relawan Tzu Chi dalam memberikan bantuan, Hermawan mengungkapkan rasa syukurnya, “Kita atas nama warga berterima kasih. Selanjutnya mudah-mudahan bisa berlanjut lagi, kita mengharapkan lagi bantuannya
Hanya orang yang menghargai dirinya sendiri, yang mempunyai keberanian untuk bersikap rendah hati.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -