Pameran Misi Tzu Chi: Saatnya Menjadi Relawan
Jurnalis : Meiliana (Tzu Chi Pekanbaru), Fotografer : Dokumentasi Tzu Chi PekanbaruInsan Tzu Chi Pekanbaru mengadakan Pameran Misi-Misi Tzu Chi bertemakan “Saatnya Menjadi Relawan”selama dua hari yaitu pada 19 dan 20 September 2015 di Mal Ciputra Seraya.
Insan Tzu Chi Pekanbaru kembali mengukir sejarah dengan mengadakan Pameran Misi-Misi Tzu Chi selama dua hari yaitu pada 19 dan 20 September 2015 di Mal Ciputra Seraya. Pameran ini mengangkat tema “Saatnya Menjadi Relawan” merupakan wadah menggalang lebih banyak hati yang peduli dan bersumbangsih bagi sesama. Sebanyak 103 relawan Tzu Chi Pekanbaru siap sedia menyambut kehadiran pengunjung dengan keceriaan dan sukacita.
Pameran ini menghadirkan misi-misi yang diemban oleh insan Tzu Chi dalam bentuk stan. Terdapat stan yang mewakili setiap misi seperti misi amal, kesehatan, pendidikan, budaya humanis, pelestarian lingkungan, bantuan bencana internasional, donor sumsum tulang, dan tak ketinggalan misi relawan komunitas. Setiap stan berisi foto-foto kegiatan yang terpampang dengan indah di pahatan kayu.
Pameran ini merupakan wadah menggalang lebih banyak hati yang peduli untuk bersumbangsih bagi sesama baik dengan menjadi relawan maupun donatur Tzu Chi.
Pemutaran video, dilengkapi penuturan pengalaman relawan secara langsung juga melengkapi pameran ini. Tak sampai di situ, pameran ini juga berisi penampilan isyarat tangan dan presentasi foto. Stan produk-produk Jing Si, Roda Dharma Jing Si, dan celengan bambu melengkapi pameran ini. Semuanya bertambah apik dengan lampion-lampion hasil daur ulang dilengkapi kue bulan buatan relawan dalam rangka menyambut Festival Kue Bulan.
Bukti Nyata
Tadinya, Ahmad Nursamsi sama sekali tak berencana mengunjungi Pameran Misi-Misi Tzu Chi. “Ke mal cuma buat jalan-jalan,“ akunya. Namun, suara lagu yang diputar insan Tzu Chi menarik perhatiannya. Dia pun mencoba mengunjungi pameran tersebut.
Ahmad Nursamsi (kiri), salah satu pengunjung pameran tertarik untuk ikut bersumbangsih di Tzu Chi.
Nursamsi kemudian bertemu dengan relawan Tzu Chi Pekanbaru bernama Lina yang membawanya berkeliling ke berbagai stan di pameran tersebut. “Setelah melihat foto-foto tadi, saya merinding. Zaman sekarang ini masing-masing orang hanya memikirkan diri sendiri. Tapi kok ada yah orang yang memikirkan orang lain seperti di Tzu Chi. Tidak hanya teori, Tzu Chi itu memberikan bukti nyata,” ujar pria yang akrab disapa Samsi itu.
Hati Samsi bergetar. Dia kemudian bertekad untuk ikut ambil bagian dalam barisan Bodhisatwa di Tzu Chi. Pria yang kini tengah sibuk mempersiapkan sekolah keterampilan untuk masyarakat itu membawa pulang sebuah kata perenungan Master Cheng Yen yang berbunyi, “Dengan mampu melakukan hal yang sulit dilakukan, mampu mengikhlaskan segala yang sulit diikhlaskan baru kita dapat meningkatkan kepribadian diri.”
Setelah selesai berkeliling stan, berfoto, dan berbincang, Samsi pamit. Seorang relawan bertanya, “Bapak mau keliling mal lagi?
“Oh,tidak. Tidak perlu berkeliling lagi karena disini saja saya sudah sangat puas berkeliling,” ujar Samsi mengakhiri kunjungannya.
Kata Sederhana Sarat Makna
Sama halnya dengan Samsi, Edi, pengunjung lain begitu antusias mengunjungi pameran ini. Setiap kata-kata berbahasa Mandarin yang dia temui akan dia eja. Dia kemudian meminta penjelasan mengenai maknanya. “Saya suka dengan kata-katanya. Sangat bermakna,” sembari mengangguk mendengar penjelasan relawan.
Pameran ini berisi stan berisi foto yang memperkenalkan misi Tzu Chi serta pertunjukkan isyarat tangan oleh para relawan.
Istri dan anak Edi sudah ingin pulang. Namun, Edi mengunjungi satu stan lagi di pameran, stan Roda Dharma Jing Si di mana pengunjung dapat mengambil Kata Perenungan Master Cheng Yen secara acak. Hari itu Edi mendapat kata perenungan yang berbunyi, “Kehidupan yang paling bahagia adalah kehidupan yang dapat memaafkan dan mengasihi semua makhluk.”
Edi (kanan), merasa bahagia dengan Kata Perenungan Master Cheng Yen yang dia dapatkan di Stan Roda Dharma Jing Si.
Kata ini membuatnya tersentuh. Kata-kata ini sesuai dengan kondisi batin yang saat ini ia alami.Edi kemudian mengajak istri dan anaknya untuk ikut mengambil Kata Perenungan Master Cheng Yen. Rona wajah yang tadinya sudah ingin pulang seketika menjadi sumringah. Edi kemudian menyalami relawan karena ia merasa sangat beruntung. Kata perenungan yang ia dapatkan seolah telah mengobati luka batin yang selama ini mengganggu hati dan pikirannya.
Menggenggam Kesempatan
Sembari menunggu istrinya yang tengah berbelanja, Rahdiansyah mampir ke pameran Tzu Chi. Baginya, Tzu Chi bukanlah hal baru baginya. Dia pernah mendengar mengenai Tzu Chi dari salah satu temannya yang merupakan relawan Tzu Chi di Jakarta. “Setelah sekian lama mendengar, baru hari ini bisa benar-benar bertemu dengan Tzu Chi,” cerita Rahdiansyah.
Rahdiansyah bersama istrinya, Nelly mendengarkan penjelasan relawan mengenai Tzu Chi. Keduanya mengaku tertarik mengikuti kegiatan Tzu Chi.
Istri Rahdiansyah, Nelly Venesia menyusul Rahdiansyah berkeliling pameran ini. “Kadang saya ada lewat kantornya, cuma saya pikir nanti kapan-kapan baru singgah. Eh, tidak tahunya ketemu disini,” cerita Rahdiansyah. Keduanya mengaku terkesan dan tertarik untuk ikut bersumbangsih. Nelly yang merupakan seorang asisten dosen di Padang ingin memberikan kontribusi bagi pendidikan. Sehingga keduanya meninggalkan nomor telepon untuk dikontak kala ada kegiatan Tzu Chi.
Insan Tzu Chi bersyukur kegiatan pameran ini dapat bermanfaat dan menginspirasi sesama. Harapannya tentu ingin semakin banyak masyarakat yang terinspirasi dan bergerak membantu sesama bersama Tzu Chi. Seperti yang dikatakan oleh Master Cheng Yen, “Beras di dunia tidak habis dimakan oleh satu orang, permasalahan di dunia tidak dapat diselesaikan oleh satu orang. Diperlukan kerja sama antara Saya, Anda dan Dia untuk melakukannya.”