Pancaran Kasih Bagi Hati Yang Lapang

Jurnalis : Indira, Fotografer : Metta Wulandari
 
 

foto
Sentuhan kasih para relawan Tzu Chi kepada Casriah ketika acara serah terima kunci Program Bedah Kampung untuk korban kebakaran.

Sebuah rumah bercat putih dengan pintu berwarna biru keabu-abuan berdiri menjulang tinggi di tengah jalan Lautze, Jakarta Pusat. Posisinya yang terletak di sebelah rumah yang masih dalam tahap permulaan pembangunan membuat rumah ini tampak baru dan kokoh. Bangunan rumah ini tidak terlalu besar, luasnya sekitar 2 x 2.5 meter dan memiliki dua tingkat. Belum ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya, masih kosong melompong tanpa perabotan sedikit pun, dikarenakan rumah ini baru saja selesai dibangun.

 

Inilah rumah yang disebut-sebut sebagai “Rumah Kotak Geretan” oleh Casriah, seorang wanita lanjut usia pemilik rumah yang baru saja selesai dibangun tersebut. Tanah tempat rumah baru berbentuk kotak geretan ini dulunya berdiri sebuah rumah dengan bentuk yang berbeda. Setengah tahun yang lalu, lebih tepatnya pada tanggal 7 Februari 2012, rumah lama itu terpaksa harus mengucapkan selamat tinggal untuk selamanya kepada tanah tempatnya berpijak karena kobaran api (kebakaran) di hari itu yang menyeretnya keluar dari peradaban dunia. Demikianlah rumah lama itu ludes dan Ibu Casriyah beserta keluarganya kehilangan tempat perlindungan. Beruntunglah, uluran tangan dari Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia sampai ke telapak tangan dan menjabat tangannya, memberinya bantuan untuk pembangunan rumah barunya. Rumah Ibu Casriah merupakan salah satu rumah yang terdaftar dalam daftar 177 rumah korban kebakaran di Jalan Lautze yang akan dibangun dalam Program Bedah Kampung bagi korban kebakaran oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia.

Sosok Tegar dalam Menghadapi Cobaan
Pada siang hari itu, dimana matahari bersinar terik di atas kepala, diadakan acara serah terima kunci Program Bedah Kampung untuk korban kebakaran di Lautze, Pasar Baru, Jakarta Pusat.  Empat kepala keluarga korban kebakaran menerima penyerahan kunci rumah baru mereka yang telah selesai dibangun, dan salah satu dari mereka adalah Ibu Casriyah. Ibu dari tiga anak yang semuanya sudah berkeluarga ini memancarkan senyum riang saat dilakukannya acara serah terima tersebut. Ia mengaku senang sekali ketika tahu bahwa dirinya dan keluarga akan dibantu pembangunan rumah barunya. “Kalau kita (bangun) sendiri mah nunggu tahun depanbaru jadi,” ujarnya santai ketika tengah berbincang-bincang dengan tim dari 3 in 1.

foto  foto

Keterangan :

  • Para relawan berdiri di depan rumah Casriah. Rumah berwarna putih abu-abu ini merupakan rumah baru Casriah yang telah ia tunggu-tunggu. Rumah seluas 2 x 2.5 ini memiliki 2 lantai (kiri).
  • Casriah, seorang penjual sate, dengan hati yang lapang menceritakan sedikit mengenai rumah lamanya sebelum kebakaran (kanan).

Casriah, meskipun usianya sudah lanjut, namun beliau merupakan sosok seorang wanita yang tegar dan kuat dalam menghadapi cobaan. Kebakaran yang melahap habis seluruh harta bendanya itu memang diakui telah menyebabkan trauma dalam dirinya. Namun, saat ini ia telah bisa menerima dan bahkan menggunakan hati yang lapang dalam menghadapi segala cobaan. Saat menceritakan mengenai rumah lamanya yang baru saja selesai direnovasi dan diganti asbesnya saat kebakaran terjadi, Casriah menceritakannya dengan nada yang santai. “Coba bilang-bilang mau kebakaran ye, jadi nggak diganti deh,” ujarnya sambil tertawa-tawa.

Tak tampak sedikit pun kesedihan di wajahnya. Casriah yang tegar dan kuat dalam menghadapi cobaan tersebut tidak langsung jatuh dan sedih berlarut-larut atas kejadian nahas yang menimpa keluarganya. Seusai kebakaran, Casriah langsung mulai menabung uang, memulai perencanaan untuk membangun kembali rumahnya. Pikirnya, seperti layaknya pepatah klasik bahasa Indonesia yakni, “Sedikit-sedikit, lama-lama menjadi bukit”, ia hendak secara perlahan dan bersabar menabung untuk dapat membangun kembali rumahnya yang telah lenyap dilahap api. Casriah juga langsung memulai kembali usaha sate kikil sapinya yang memang telah digelutinya selama 15 tahun.

foto  foto

Keterangan :

  • Sentuhan kasih para relawan Tzu Chi kepada Casriah ketika acara serah terima kunci Program Bedah Kampung untuk korban kebakaran (kiri).
  • Untuk pertama kalinya Casriah membuka pintu rumahnya yang baru selesai dibangun, kesabaran serta ketegarannya dalam menghadapi berbagai cobaan akhirnya membuahkan sebuah senyuman indah (kanan).

Selain itu, Casriyah juga merupakan seorang warga yang memiliki simpati dan welas asih pada sesama. Ketika berbincang-bincang mengenai rumah lamanya, ia menceritakan bahwa dulu rumah yang dihuninya lebih besar luasnya dari sebelum kebakaran terjadi. Namun, dikarenakan jalanan gang di sebelah rumahnya amat sangat kecil dan sangatlah tidak nyaman bagi orang-orang untuk melintasi gang tersebut maka Casriah bersama dengan Ibu Haji tetangganya sepakat memperkecil luas rumahnya dan menyisihkan lahan mereka untuk memperbesar jalanan. “Tempat tinggal mah yang penting bisa bobo aja dah. Kalau nggak kasihan, kita enak-enak, orang lain jalannya susah. Takutnya ada apa-apa terjadi, kan nggak bisa lari kemana-mana,” tuturnya.

Cahaya welas asih yang dipancarkan dengan tulus dan ikhlas menyelimuti dunia dan membawakan kehangatan yang universal bagi penghuni bumi  ini. Sebuah hati tegar yang penuh welas asih pada waktunya juga terhangatkan oleh sentuhan cinta kasih lainnya. Dengan hati yang lapang dan penuh kasih, Casriyah mendapatkan uluran tangan dari mereka yang berwelas asih. Inilah suatu keindahan tiada tara dengan cinta kasih sebagai pelukisnya, yang dimiliki bumi semesta kita.

 

 
 

Artikel Terkait

Welas Asih Tanpa Pamrih

Welas Asih Tanpa Pamrih

03 Januari 2024

Pendampingan relawan komunitas He Qi Utara 2 terhadap penerima bantuan Tzu Chi, Phan Kim Lan (76), terus berlanjut sekalipun kondisinya sudah membaik. Mereka juga memperhatikan saudara kandung oma lainnya.

Cinta Kasih dalam Hati Membuat Kita Serasa Satu Keluarga

Cinta Kasih dalam Hati Membuat Kita Serasa Satu Keluarga

18 September 2013 Kegiatan pembinaan yang bertemakan budi pekerti dipandang sebagai sebuah wahana untuk mengajarkan anak-anak tentang budi pekerti, yang mengutamakan sopan-santun dalam pergaulan sehari-hari, dan dalam gambaran besarnya, mensosialisasikan budaya humanis Tzu Chi.
Hanya dengan mengenal puas dan tahu bersyukur, kehidupan manusia akan bisa berbahagia.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -