Angeline Wunata (kanan), guru Budaya Humanis Tzu Chi menampilkan isyarat tangan bersama para guru dan staf lainnya di acara Peresmian Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Singkawang.
Proses yang ketat dan panjang saat seleksi penerimaan guru-guru Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Singkawang rasanya tidak sia-sia dilakukan. Kini sudah terpilih 20 orang guru yang memang diyakinkan bisa membimbing para murid juga mampu menyamakan visi dan misi Tzu Chi di bidang pendidikan, khususnya tentang penerapan budaya humanis di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Singkawang.
“Dari awal guru-guru ini sudah kami pilih dengan sangat ketat dengan banyak tahapan, sampai di luar sana banyak yang bilang kalau masuk menjadi guru atau karyawan Sekolah Tzu Chi itu susah. Itu karena kita mau kualitas yang benar-benar baik dan kita menemukan 20 orang guru di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Singakwang, terbaik dari yang terbaik,” kata Freddy Ong, Direktur Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat.
Salah satu guru yang lolos seleksi untuk mengajar di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Singkawang adalah Angeline Wunata (19). Angeline adalah guru termuda dan punya banyak prestasi. Ia dipercaya untuk mengajar budaya humanis di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Singkawang. Latar belakang Angeline yang sangat aktif di wihara dan terbiasa bertemu dengan anak-anak membuat dirinya diberi kesempatan untuk mengajarkan Budaya Humanis Tzu Chi pada murid-murid TK dan sekolah dasar.
Menjadi guru memang menjadi cita-cita Anggeline. Ia memutuskan dan memantapkan diri untuk menjadi guru karena ia merasa prihatin karena melihat banyaknya anak-anak yang tumbuh tidak sesuai dengan kondisi umur mereka, berperilaku kasar, dan kurang memiliki sopan santun. “Saat ditanya kenapa saya ingin jadi guru? Saya menjawab, ‘karena saya mau anak-anak memiliki budi pekerti yang luhur dan mempunyai moral yang baik,” ungkap Angeline Wunata.
Sungguh sebuah jodoh yang baik, Angeline menemukan informasi perekrutan menjadi guru di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Singkawang, yang salah satunya menekankan pendidikan budi pekerti kepada murid-muridnya. Selain itu Angeline juga merasa menemukan lingkungan pekerjaan yang sangat pas dengan dirinya sebagai seorang vegetarian, dimana Tzu Chi juga menerapkan pola makan vegetaris.
Di kelas Budaya Humanis Tzu Chi, Angeline bukan hanya mengajarkan teori tentang budaya humanis, tetapi lebih ke praktik dan membuat susasana lebih fun dengan menari bersama.
Angeline awalnya tidak pernah menyangka bisa diterima sebagai guru di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Singkawang, terlebih dipilih menjadi guru budaya humanis. Awalnya Angeline melamar sebagai guru bahasa Mandarin, tetapi melihat background Angeline yang sangat aktif di wihara dan mendengar motivasi Angeline yang ingin membentuk anak-anak memiliki budi pekerti yang baik, akhirnya Angeline diberi kepercayaan untuk mengajar budaya humanis Tzu Chi.
Sedikit berbeda dengan guru-guru lainnya, Angeline melewati dua kali training di Jakarta. Pertama di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng bersama dengan guru dan staf lainnya. Kedua, dilakukan pada bulan Mei 2022 di Tzu Chi School, PIK, Jakarta Utara. Di dua sekolah Tzu Chi ini Angeline belajar banyak tentang Budaya Humanis Tzu Chi, dan cara mendidik anak-anak untuk memiliki rasa bersyukur, menghormati, dan cinta kasih. Menurutnya murid-murid tidak hanya harus memiliki nilai akademik yang tinggi, tetapi juga harus imbangi dengan moral yang baik.
“Kita mengajarkan anak-anak untuk memiliki rasa bersyukur pada Tuhan, alam semesta, makhluk hidup, serta menghormati orang tua. Mereka diajarkan dengan materi berbakti, menghormati teman-temannya, dan cinta kasih kepada seluruh makhluk hidup dan alam semesta,” kata Angeline.
Saat proses belajar mengajar dimulai, Angeline mengaku awalnya merasa sulit untuk menerapkan ajaran budi pekerti, apalagi banyak diantara mereka yang memiliki pendamping yang membuat mereka tidak mandiri. Bahkan tidak jarang menangis saat akan masuk kelas. Tetapi Angeline memiliki banyak kesabaran dan strategi untuk menghadapi murid-murid dengan membuatnya seperti anak sendiri dan membuat lingkungan sekolah seperti suasana dalam keluarga. Angeline juga memberi pemahaman kepada orang tua murid agar sama-sama membentuk anak mereka untuk memiliki pribadi yang berbudi pekerti luhur.
Kini setelah satu bulan lebih proses belajar mengajar dimulai, Angeline merasa untuk karakter murid-murid sebagian besar sudah mulai terbentuk (lebih baik). Meski begitu, masih perlu proses panjang untuk bisa mengubah karakter anak-anak muridnya menjadi lebih baik. Angeline yakin murid-murid nantinya bisa memiliki karakter yang lebih baik lagi, bukan hanya di sekolah dan di rumah, tetapi dimanapun mereka berada.
Suasana kelas Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Singkawang yang sedang berlangsung. Murid-murid terlihat tenang dan memperhatikan apa yang sedang diajarkan.
Saat ini Angeline masih melanjutkan pendidikan S1-nya dan setiap hari ia memilki jadwal yang padat karena harus membagi waktu antara mengajar di pagi hari, berkegiatan di wihara setiap sore, dan kuliah (online) setiap malam. Tetapi ditengah padatnya aktivitasnya tersebut tidak menghilangkan semangat dan fokusnya untuk mengajar. Angeline juga membuat silabus pelajaran sendiri, serta strategi khusus dalam mengajar di kelas.
“Di kelas, saya lebih mengedepankan praktik daripada teori, karena kalau teori saja apalagi anak-anak mereka akan bosan, jadi (sebagai guru) saya harus lebih kreatif lagi. Jadi aktivitasnya harus membuat mereka memahami budaya humanis (Tzu Chi), tetapi dengan cara yang fun, makanya tadi di kelas kita menggunakan kertas dan menari,” jelas Angeline.
Angeline berharap ke depannya Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Singkawang bisa menghasilkan anak-anak yang berprestasi dan memiliki karakter yang baik. “Setelah peresmian ini kita lebih yakin, kita bisa lebih maju dan menciptakan anak-anak yang berprestasi secara akademik, unggul, serta memiliki akhlak yang sangat baik,” harap Angeline.
Editor: Arimami Suryo A., Hadi Pranoto