Para Pengukir Sejarah Sekolah Cinta Kasih Singkawang (Bag. 2)

Jurnalis : Clarissa Ruth, Fotografer : Anand Yahya

Suasana kelas yang diajar Larasati, guru wali kelas 1-A yang tertib dan tenang. Laras membiasakan muridnya untuk tidak berisik dalam kelas dan selalu memperhatikan pelajaran.

Mendidik Murid Menjadi Pribadi Yang Baik

Setelah mengikuti training pada Januari 2022 lalu, Larasati (25), salah satu guru Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Singkawang juga banyak dibekali dengan pembelajaran dan pengalaman. Ia mendapat sambutan yang sangat welcome dari guru-guru Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, lalu membuka pemikirannya tentang anak-anak yang memang butuh ekstra bimbingan dari orang dewasa, termasuk guru. Larasati atau yang akrab disapa Laras juga menyadari betapa guru sangat berperan penting dalam mendidik murid-murid agar berprestasi dan memiliki pribadi yang baik.

Ketika diberi tanggung jawab dan kepercayaan untuk menjadi Wali Kelas 1-A, Laras merasa takut tetapi juga merasa tertantang, sekaligus senang. Ini mengingat dirinya yang dulu mengajar di jenjang SMP dan SMA di salah satu sekolah di Kota Singkawang, dan kini ia harus menghadapi anak-anak yang baru masuk ke sekolah dan harus membimbing mereka dari nol (awal).

“Pasti ada perasaan khawatir, bisa nggak ya saya yang basic-nya bukan ngajar di sekolah dasar, tetapi dipercaya untuk menghadapi anak-anak yang jiwanya suka lari-lari, teriak-teriak, dan bahkan ada yang nangis juga. Tetapi saya mencoba membimbing mereka dengan kesabaran, dari meletakkan botol dengan benar, makan jangan bicara dan jangan ada yang tumpah, serta hal-hal kecil lainnya,” kata Laras.

Saat jam sekolah selesai, Larasati memastikan murid-muridnya sudah dijemput oleh orang tuanya. Bila belum Larasati mengajak mereka ke kelas untuk mendapatkan pelajaran tambahan.

Meskipun Laras dikenal memiliki hati yang sangat lembut dan sensitif (gampang tersentuh), tetapi saat mengajar dan mendidik murid-muridnya di kelas ia sangat tegas dan tidak segan untuk menegur murid-muridnya di saat mereka berbuat salah. Karena menurutnya bila murid dibiarkan begitu saja, dimanja, dan banyak dimaklumi maka mereka tidak akan bisa menjadi anak yang mandiri.

“Saya selalu bilang sama mereka, kalau saya sayang banget sama mereka, jadi di saat saya menegur (marah), mereka sudah mengerti kalau itu ada alasannya. Tapi saya selalu menanyakan dulu ke mereka salahnya apa? Kenapa berbuat seperti itu? Alasannya kenapa? Biar mereka tau apa alasannya kita tegur, jadi selanjutnya mereka tidak mengulangi lagi,” tutur Laras.

Bahkan ketegasannya itu membuat salah satu orangtua murid yang bukan berasal dari jenjang SD menggagumi dan menghargai cara Laras mendidik anak-anak muridnya.

“Ada satu orang tua siswa dari jenjang TK bilang ingin saya mengajar anaknya saat kelas 1 nanti. Dia bilang, ‘saya suka loh dengan cara miss mendidik anak-anak tegas sekali. Saya mau anak saya dididik seperti itu biar dia semakin mandiri,“ cerita Larasati.

Hampir dua bulan mengajar di kelas 1, Laras sudah mulai beradaptasi, murid-muridnya juga sudah memilki perkembangan yang jauh dari pertama masuk sekolah. Laras juga mulai membentuk koneksi yang kuat dengan murid-murid dan juga orang tua murid. Laras bersyukur orang tua murid selalu mendukungnya dalam mendidik anak-anak mereka. Laras juga menyatakan bahwa ia memiliki tim yang sangat kompak antara guru dan orang tua murid yang sama-sama bisa membangun pribadi anak-anak menjadi murid yang baik dan berprestasi.

“Berulang kali saya bilang sama anak-anak saya mau mereka menjadi murid yang baik, baru disusul dengan prestasi yang baik. Karena kalau mereka hanya pintar saja tetapi tidak memilki etika dan pribadi yang baik itu tidak ada gunanya. Makanya saya berusaha mendidik mereka juga untuk menjadi murid yang baik,” kata Larasati.

Sudah Mulai Terbentuk Karakter Baiknya

Budaya Humanis Tzu Chi di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Singkawang sudah nampak jelas terlihat. Para guru dan murid selalu mengucapkan kata ‘Gan En’ dan beranjali saat pelajaran sekolah sudah selesai.

Peran orang tua memang tidak kalah pentingnya dengan guru-guru disekolah dalam mendidik anak-anak menjadi anak yang cerdas, berprestasi, dan juga memiliki karakter yang baik. Seperti Rina Artina, istri dari Komandam Rindam XII/Tpr, Kolonel Inf. Maychel Asmi yang memutuskan anak keduanya Dirgahayu Garuda Jayakarta untuk bersekolah di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Singkawang (kelas 1B).

Rina bercerita, seringnya berpindah-pindah kota membuatnya sedikit kesulitan mencari sekolah yang pas untuk Dirga, terlebih basic-nya sehari-hari ia berbahasa Inggris. Saat Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Singkawang membuka booth di salah satu pusat pebelanjaan, Rina yang sudah pernah tahu tentang Sekolah Tzu Chi yang sangat menekankan budaya humanis dan memiliki tiga bahasa (Indonesia, Inggris, Mandarin) bertambah yakin untuk memasukan anaknya di sana.

“Sekolah Tzu Chi ini universal dan bukan hanya bagus tentang akademisnya, tetapi juga pendidikan budi pekertinya. Yang menarik dan berbeda di sini anak-anak diajari cara bersyukur tentang kehidupan, menghormati orang lain, lalu diajari untuk saling menyayangi,” tutur Rina Artina.

Rina Artina menjemput anaknya Dirgahayu Garuda Jayakarta. Rina sangat senang anaknya sudah mulai menunjukkan perkembangan karakter yang baik di sekolah maupun di rumah.

Dari mulai proses belajar mengajar pada 11 Juli 2022 hingga di bulan ini, Rina merasakan pelajaran tentang budaya humanis yang didapat anaknya di sekolah itu sudah mulai mempengaruhi karakter anaknya. Dirga bercerita kepada Rina, ia menghargai teman sekolahnya yang pendiam, dia tidak memaksa temannya untuk harus bicara dengannya. Dirga juga senang bisa berbagi dengan temannya di sekolah saat istirahat makan siang.

“Setelah sekolah di sini memang saya rasakan dan sudah kelihatan bagaimana dia menerapkan budaya humanis itu sehari-harinya. Di sekolah dan dirumah juga begitu, hampir dua bulan ini sudah kelihatan cara dia menghormati orang tua, orang lain, sangat terasa sekali pekembangan budi pekertinya,” jelas Rina Artina.

Rina sangat senang melihat karakter yang baik dari anaknya yang sudah mulai dibentuk di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Singkawang, kedepannya Rina berharap Dirga bisa menjadi anak yang membanggakan bangsa dengan etika dan prestasi yang baik. “Kami yakin di sini dengan bimbingan gurunya bisa membimbing Dirga menjadi lebih berkarakter baik, sehingga nantinya Dirga selain sukses dia juga bisa membantu orang lain,” harap Rina Artina.

Dessy, orang tua dari Melvin kelas TK B-1 mempercayakan Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Singkawang untuk mendidik putrinya.

Perkembangan anak yang mulai memiliki budi pekerti yang lebih baik juga dirasakan Dessy, ibu dari Melvin Jena Rogen, siswi kelas TK B1 dan Calista Marcella, siswi kelas 3 sekolah dasar. Sejak mengenal Tzu Chi dari kerabatnya, Dessy tidak ragu memasukkan kedua anaknya di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Singkawang.

“Saat tau Tzu Chi akan ada di Singkawang, saya sangat senang dan ingin sekali Melvin dan Claista bersekolah di sini. Karena saya dengar di Sekolah Tzu Chi sangat menekankan pengajaran tentang budi pekerti. Saya juga mengharapkan kedua anak saya berprestasi dan memiliki budi pekerti yang baik,” ungkap Dessy.


Dessy bercerita tentang sukacitanya melihat kedua anaknya yang sudah mulai terbentuk karakter dan perilakunya. Ia juga bangga melihat anak-anaknya tumbuh menjadi anak yang percaya diri. Seperti Malvin yang berani tampil dalam pertunjukan isyarat tangan saat peresmian Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Singkawang pada 27 Agustus 2022 lalu.

“Saya merasakan anak-anak berkembang lebih baik, dari bertutur kata juga bagus. Terus mereka juga lebih suka berkomunikasi dengan kita (orang tua). Di sekolah juga dia bisa menghormati guru-gurunya, budi pekertinya menurut saya bagus banget sih dan guru-gurunya membimbing dengan sangat bagus,” kata Dessy memuji.

Susiana Bonardy mengatakan di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Singkawang nantinya akan ada pendampingan dari DAAI Mama dan kelas budaya humanis lainnya seperti kelas chadao (seduh teh), dan huadao (merangkai bunga).

Sama seperti Sekolah Tzu Chi di Jakarta yang memiliki relawan pendamping (pembimbing) dalam hal budaya humanis, di Singkawang, Susiana Bonardy menjadi relawan Komite Tzu Chi yang mendampingi para guru dan siswa dalam hal budya humanis. Mendampingi dari awal hingga sekolah diresmikan, Susiana menceritakan bagaimana cara menyakinkan orang tua murid untuk memasukkan anaknya ke Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Singkawang.

“Banyak dari mereka bertanya apa benar di sini (Sekolah Tzu Chi) bisa universal? Jadi kami menyakinkan mereka bahwa di sini memang universal, semua agama, suku, ras, dan golongan bisa bersekolah di sini. Salah satu buktinya kita menyediakan pengajaran untuk semua agama di Indonesia. Setelah kita jelaskan baru mereka paham dan yakin untuk mendaftarkan anaknya bersekolah di sini,” jelas Ketua Harian Tzu Chi Singkawang ini.

Menurut Susiana masyarakat mengenal sekolah Tzu Chi sebagai sekolah yang sangat mengutamakan budi pekerti dan budaya humanis. Itu yang membuat banyak orang tua murid tertarik untuk menyekolahkan anaknya di sini. Meski begitu, ada juga yang sempat ragu akan guru-guru yang akan mengajar anak-anak mereka, mereka ingin kualitas gurunya sama dengan yang di Jakarta.

“Kita yakinkan mereka dengan mengatakan, ‘tenang saja kalau sudah lolos masuk menjadi guru di sini itu pasti semua sudah diseleksi dan sudah di training di Jakarta.’ Jadi jangan khawatir, Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Singkawang ini sama dengan yang di Jakarta, ” jelas Susiana Bonardy kala itu.

Susiana bercerita bahwa guru-guru sudah mempraktikan semua yang mereka dapat saat training dan terbukti saat mendengar testimoni dari para orang tua murid yang senang anak-anaknya sudah mulai menunjukan karakter yang baik.

“Saya selalu bilang, kesuksesan Sekolah Cinta kasih Singkawang semua ada di tangan guru-guru, jadi harus mendidik anak-anak dengan hati sesuai dengan apa yang diajarkan Master Cheng Yen (pendiri Tzu Chi),” tegas Susiana.

Kepala Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Singkawang, Asep Yaya Suhaya ketia menyeleksi calon guru olahraga yang sedang microteaching pelajaran olahraga pada murid kelas 4. Dalam menyeleksi guru, Asep mengatakan sangat ketat dan sudah dipilih terbaik dari yang terbaik.

Kepala Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Singkawang, Asep Yaya Suhaya, yang berperan dari awal sekolah belum dibangun hingga sekarang sudah diresmikan sangat merasa sukacita dan memegang keyakinan yang kuat bahwa Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Singkawang bisa jadi sekolah teladan di Kota Singkawang, memiliki guru-guru terbaik serta murid yang mampu membanggakan nusa dan bangsa.

“Saya berharap Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Singkawang bisa menjadi panutan sekolah-sekolah lain di sekitarnya. Saya juga berharap para guru, staf, dan siswa menjadi panutan bagi masyarakat Singkawang,” harap Asep Yaya Suhaya.

Editor: Arimami Suryo A., Hadi Pranoto

Artikel Terkait

Para Pengukir Sejarah Sekolah Cinta Kasih Singkawang (Bag. 2)

Para Pengukir Sejarah Sekolah Cinta Kasih Singkawang (Bag. 2)

05 September 2022

Banyak harapan dan doa tercurah ketika kegiatan belajar mengajar dimulai di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Singkawang. Komitmen para guru, dukungan relawan, dan orang tua murid menjadi kekuatan dalam upaya mendidik generasi muda di Kota Seribu Kuil.

Peresmian Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Singkawang: Mendidik Generasi Muda yang Unggul dan Berbudi Pekerti Luhur

Peresmian Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Singkawang: Mendidik Generasi Muda yang Unggul dan Berbudi Pekerti Luhur

28 Agustus 2022
Tzu Chi Indonesia kembali menorehkan sejarah baru dengan meresmikan Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Singkawang pada Sabtu, 27 Agustus 2022. Sekolah ini menjadi Sekolah Tzu Chi pertama di luar Jakarta.
Para Pengukir Sejarah Sekolah Cinta Kasih Singkawang (Bag. 1)

Para Pengukir Sejarah Sekolah Cinta Kasih Singkawang (Bag. 1)

05 September 2022

Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Singkawang menghadirkan para “pengukir sejarah” dalam misi pendidikan. Di tangan-tangan merekalah harapan untuk menghasilkan murid-murid yang berprestasi secara akademik sekaligus memiliki budi pekerti yang luhur.

Kebahagiaan berasal dari kegembiraan yang dirasakan oleh hati, bukan dari kenikmatan yang dirasakan oleh jasmani.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -