Pariaman, Sum-Bar : Baksos di Daerah Terpencil
Jurnalis : Sutar Soemithra , Fotografer : Sutar SoemithraBanyak korban gempa di daerah terpencil yang belum tersentuh bantuan, terlebih bantuan kesehatan. Tim medis Tzu Chi berkeliling hingga ke pedalaman untuk memberikan bantuan pengobatan. Mereka mengandalkan informasi dari warga tentang wilayah yang perlu dibantu. |
| |
Hari ketiga sejak bencana, tim medis Tzu Chi telah berkeliling ke berbagai tempat terpencil yang jarang terjangkau bantuan. Sabtu, 10 Oktober 2009, tim medis yang beranggotakan 2 dokter, 2 perawat, 4 relawan, dan 2 anggota Kostrad melakukan baksos kesehatan keliling ke wilayah pegunungan di Kecamatan Batang Gasan, Kabupaten Pariaman. Pukul 09.00 tim medis membuka pos bantuan kesehatan di sebuah masjid Jorong Kampung Manggis, Nagari Koto Muaro. Sebanyak 105 warga mengikuti pengobatan tersebut. Menurut salah seorang warga, hingga saat ini belum ada bantuan pengobatan sama sekali yang masuk ke tempat tersebut. Mereka baru menerima bantuan beras dan air minum. Itu pun sebagian besar berasal dari bantuan warga setempat yang merantau. Sekitar pukul 11.00, tim medis Tzu Chi melanjutkan perjalanan ke daerah yang lebih dalam ke Barang Barangan Bawah, Nagari Barang Barangan. Warga Muaro Koto menganjurkan tim medis dan relawan untuk ke tempat tersebut. Salah seorang warga menemani sebagai penunjuk jalan. Cara kerja tim medis Tzu Chi memang seperti itu, bertanya kepada warga tentang lokasi yang memerlukan bantuan pengobatan. Tanpa perlu melakukan perjanjian, tim medis akan segera meluncur ke lokasi yang direkomendasikan warga tersebut dan langsung membuka posko. Biasanya warga tahu ada pengobatan dari mulut ke mulut. “Kalau kami dapat informasi, asal jalan aja. Misalnya ke kampung agak terpencil, asal jalan masih bagus (dan) tidak bahaya, kami (langsung) tempuh ke sana. Dan ternyata mereka memang sangat butuh bantuan,” terang Agus Johan.
Ket: - Dalam setiap pemberian bantuan pengobatan, 2 anggota Kostrad selalu menemani tim medis Tzu Chi. Kebetulan posko Tzu Chi di Pariaman menumpang pada posko Kostrad sehingga memudahkan koordinasi. (kiri). Di bawah terik mentari yang sangat menyengat, tim medis membuka posko pengobatan darurat di sebuah rumah warga yang membuka warung. Tak lama warga berangsur-angsur mendatangi posko pengobatan. Sekitar 2 jam pengobatan, 99 warga berhasil ditangani. Lanjut, tim pun bergegas membenahi obat-obatan dan peralatan medis untuk menuju lokasi berikutnya ke Barang Barangan Atas. Sebenarnya ada jalan yang lebih cepat untuk menuju Barang Barangan Atas, namun terputus tertimpa longsor. Terpaksa mereka berputar sehingga jarak tempuhnya menjadi lebih jauh karena harus mengitari desa lain. Posko medis dibuka di rumah salah seorang warga Barang Barangan Atas. Bantuan kesehatan pun baru kali ini diterima Barang Barangan Atas. Selama ini mereka telah menerima bantuan mi dan beras dari kecamatan. Sama seperti di tempat lain, kebanyakan yang berobat adalah ibu-ibu. “Semua orang (jadi) sakit di sini. Kena angin,” jelas Fitri (30) yang sakit demam. Rumah Fitri tepat di depan lokasi pengobatan. Rumahnya merupakan rumah tua, tembok rumahnya sebagian ambruk. Sebuah tenda warna biru berdiri di depannya. Fitri selama ini sebenarnya tinggal di Pekanbaru mengikuti suaminya yang bekerja sebagai tukang bangunan. Namun ia pulang ke Barang Barangan Atas menengok ibunya, Ramani (54). Hingga 3 hari setelah gempa, Ramani dan Fitri tidur di luar sebelum akhirnya menerima tenda. “Sebelum ada tenda, tidur di luar, makanya sakit,” jelas Ramani.
Ket: - Banyak warga yang tekanan darahnya naik karena kurang istirahat trauma. Kebanyakan dari mereka adalah ibu-ibu. (kiri). Selama ini Ramani hidup menjanda dan ekonomi pas-pasan. Lima anaknya telah berkeluarga, kecuali anak bungsu. Rumahnya sudah tak lagi bisa ditempati. “Dirubuhinlah. Nanti kalau nggak dirubuhin (bisa) nimpa kita,” jelas Ramani tentang apa yang akan ia lakukan terhadap rumahnya. “(Diperbaiki) semampu kita,” ia menambahkan. Di tempat tersebut, 50 warga mengikuti pengobatan. Sehingga total hari itu tim medis Tzu Chi mengobati 254 orang. Ketika hendak meninggalkan Barang Barangan Atas, seorang warga memanggil. Ia meminta agar tim medis mampir dulu ke rumahnya karena ibunya, Manggih (70) menderita stroke. Menurut Nupirman, anak laki-lakinya, Manggih menderita stroke sejak tahun 2005. Penyakitnya memburuk sejak suaminya meninggal dunia karena Manggih menjadi tidak lagi memiliki semangat untuk sembuh. Ketika gempa terjadi, strokenya makin parah. “Tekanan darah makin tinggi, makin trauma,” jelas Nupirman. Manggih juga menjadi lebih susah tidur, apalagi ia kini terpaksa diungsikan di tenda yang dibangun di pekarangan samping rumah.
Ket: - Seorang warga Barang Barangan Bawah terpaksa dibawa ke posko pengobatan Tzu Chi menggunakan troli karena tidak bisa berjalan. (kiri). Tim medis Tzu Chi kemudian memeriksa tekanan darahnya. Tekanannya sangat tinggi, mencapai 200. Dr Yanti menganjurkan terapi dengan cara mengepal-ngepalkan telapak tangan tiap pagi, juga dengan berjemur di pagi hari. Kemudian ia memberikan sebuah obat. Maka pengobatan keliling Tzu Chi untuk korban gempa Sumatera Barat pun berakhir karena hari itu adalah hari terakhir Tzu Chi mengadakan pengobatan keliling. Keesokan harinya, Minggu 11 Oktober 2009, tim bantuan darurat Tzu Chi resmi ditutup dan relawan dari Jakarta pun pulang. Pemberian bantuan lanjutan yang mungkin masih perlu kemudian dilanjutkan oleh relawan Tzu Chi Padang.
| ||
Artikel Terkait
Kebahagiaan Merayakan Natal Bersama
23 Desember 2016Tzu Chi mengadakan perayaan Hari Natal bersama para Gan En Hu (penerima bantuan Tzu Chi) dengan menampilkan penampilan-penampilan yang menghibur para Gan En Hu. Selain perayaan Natal, relawan juga membagikan bingkisan cinta kasih untuk mereka pada 17 Desember 2016.