Pariaman, Sum-Bar: Pondok untuk Nenek
Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi PranotoRudi Suryana, relawan Tzu Chi saat menyurvei untuk memberi bantuan, menyempatkan diri untuk memberi perhatian kepada warga yang telah berusia tua dan menderita sakit. |
| |
Pondok untuk Nenek Saat gempa terjadi, Lisa dan keluarganya sedang berada di dalam rumah. Sang ibu, Dasri (50) sedang memasak nasi di dapur, sementara ayahnya Nasar, sedang bekerja di ladang. Nasar adalah buruh tani. Dasri dan keempat anak lainnya langsung lari menyelamatkan diri. Tinggallah Lisa yang kebetulan posisinya dekat dengan neneknya segera bertindak cepat membawa sang nenek keluar rumah. Tindakan Lisa sangat tepat. Jika saja ia tak membawa neneknya keluar rumah, nyawa sang nenek terancam bahaya. Sebabnya rumah mereka roboh dan ambruk seketika. Jika dilihat dari jalan, atap rumah itu rata dengan tanah. Tak ada lagi yang tersisa. “Tidak bisa lagi ditempati, kami bikin tenda di depannya,” terang Dasri, yang mengaku masih trauma dengan gempa. “Tanah goyang-goyang kuat kali. Jauh lebih kuat dari gempa dulu (2007 –red),” ujarnya.
Ket : - Dasri dan Nasar membangun pondok untuk ibu dan mertua mereka yang sakit-sakitan sehingga tidak kuat dengan terpaan angin. Kondisi Delima (105) sangat sulit untuk menyelamatkan diri saat gempa terjadi. (kiri). Jika Dasri dan keluarga bisa tinggal di tenda, tidak demikian dengan sang nenek. Selain kondisi fisik yang lemah, udara terbuka sangat tidak baik untuk kesehatannya. Karena itulah Dasri dan Nasar berinisiatif membangunkan pondok kayu untuk tempat beristirahat Delima. Sangat sederhana memang, tapi lebih nyaman ketimbang di tenda ataupun menumpang di rumah tetangga yang rumahnya mengalami rusak ringan. “Lebih aman di sini, daripada di rumah, takut ambruk nanti malah kenapa-kenapa,” kata Dasri beralasan. Menurutnya, kondisi ini lebih baik, apalagi jika pondok ini jadi, rencananya Dasri dan beberapa anaknya akan turut menemani Delima. "Yah nggak tahu sampai kapan? Kalau ada uang ya perbaiki, kalo nggak ya kami bertahan dulu di sini,” ujar Dasri. Tanah yang dipakai pun masih milik keluarga besarnya. Dengan kondisi seperti ini, Nasar dan Dasri belum memikirkan untuk memperbaiki rumah mereka, bahkan untuk makan sekalipun mereka masih kesulitan. “Dapat dari posko (dusun),” kata Dasri. Bagi Nasar dan Delima, meski kondisi kehidupan mereka sangat sederhana, ditambah lagi musibah yang menimpa, mereka tetap memikirkan kondisi orangtua mereka. “Jadi kalo ada lagi (gempa), bisa cepat nyelamatinnya,” kata Nasar.
Ket : - Saat gempa terjadi, Delima (105) diselamatkan cucunya Lisa yang baru berusia 14 tahun, yang tiba-tiba memiliki kekuatan untuk membopong neneknya keluar dari rumah. (kiri). Panorama Alam Nan Elok Dengan menaiki perahu (getek), kami menyeberangi sungai berarus deras itu. Tak sampai 5 menit, kami pun sampai. Beberapa penduduk desa menyambut kedatangan kami dengan senyuman, sementara sebagian lainnya memilih tetap di tempatnya sambil mengamati kedatangan kami. Sebuah posko bantuan tampak sepi. Udara yang panas membuat penduduk memilih untuk beristirahat di luar. Beberapa dus mi instan terlihat di dalam posko. “Sumbangan dari kerabat dan keluarga yang merantau. Kami belum dapat bantuan dari pihak lain,” kata Rudi.
Ket: - Dengan ditemani Wakil Kepala Dusun, relawan Tzu Chi menyurvei rumah-rumah warga yang terkena gempa. Relawan melihat langsung kondisi warga meski harus masuk hingga ke daerah pelosok. (kiri). Begitu banyak bangunan yang rusak. Tidak hanya rumah, beberapa surau (masjid) pun tampak rusak akibat guncangan gempa. Dengan melewati areal persawahan, kami tiba di rumah Ibu Asmidar. Rumah itu tampak rata dengan permukaan tanah, dan hanya beberapa bagian saja yang menyembul keluar lantaran tertahan oleh lemari. Usut punya usut, ternyata lemari itu pulalah yang menyelamatkan Asmidar dari reruntuhan rumah. “Saya sedang nonton TV, terus nggak sempat lari. Anak-anak sedang main di luar rumah,” kata Asmidar mengenang. Untunglah Asmidar terlindungi lemari. Nalurinya membawanya untuk keluar merayap dari celah-celah kayu dan tembok reruntuhan dengan dipandu cahaya dari luar. Asmidar pun selamat, tanpa luka satu apapun. Tapi begitu melihat kondisi rumahnya, Asmidar mendadak jatuh pingsan. “Pedih saya lihat rumah jadi begini,” katanya sambil menunjuk bangunan rumahnya yang tandas. Seperti korban gempa lainnya, Asmidar pun tak tahu harus sampai kapan hidup di tenda pengungsian. Rumah yang telah dibangun dari jerih payah suaminya puluhan tahun silam, kini tak lagi bisa dijadikan tempat tinggal. Satu hal yang menjadi kekuatannya, semua anggota keluarganya selamat dari bencana ini. “Kalau uang bisa dicari, tapi nyawa tidak bisa dibeli,” kata Asmidar.
| ||
Artikel Terkait
Galang Hati Melalu Daur Ulang
19 Desember 2018Melihat Lebih Dekat Layanan Paliatif di Tzu Chi Hospital
15 Desember 2022Linda Agum Gumelar, Ketua Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI) berkesempatan mengunjungi Tzu Chi Hospital bersama beberapa pengurus pada Rabu, 14 Desember 2022.
Bantu Pemerintah Benahi Pemukiman Padat Penduduk di Kelurahan Tanah Tinggi
23 November 2023Satu lagi karya kemanusiaan Tzu Chi akan segera dibangun di Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat dalam program bebenah kampung. Tepatnya di RT 005/ RW 012 akan dibangun rumah susun 4 lantai yang terdiri dari 12 unit.