Pariaman, Sumbar: "Tak Peduli Capek dan Rumah Masih Berantakan"

Jurnalis : Sutar Soemithra , Fotografer : Sutar Soemithra
 

fotoWarga korban gempa di Aluk Kareng Selatan, Padang Utara antri menerima bantuan paket sembako dari Tzu Chi. Sebanyak 292 paket bantuan dibagikan pada siang yang terik itu.

 

 

Keluarga Betty Choa sebenarnya telah tahu akan terjadi gempa di Padang dan sekitarnya sebelum gempa terjadi. Tapi mereka tidak tahu pasti kapan terjadinya. Tanggal 13 September 2009, melalui mimpi anak bungsunya, Ervina, mendiang ayah Betty berpesan, “Kamu harus pindah dari sini, akan ada bencana.” Mimpi itu kembali berulang tanggal 18 September karena Betty masih tetap tinggal di rumahnya di Tabing, dekat bekas bandar udara Padang. Mendiang ayah Betty kali ini bertanya kepada Ervina, “Kenapa belum pindah?”   

 

 

Mimpi yang Jadi Kenyataan
Betty sekeluarga sebenarnya takut dengan mimpi tersebut, apalagi ia percaya mimpi kadang merupakan wangsit yang biasanya bisa menjadi kenyataan. Tapi ia tak tahu harus pindah ke mana, akhirnya ia pun cuma bisa pasrah. Dan tenyata benar, mimpi tersebut menjadi kenyataan pada tanggal 30 September, sebuah gempa besar mengguncang Padang dan sekitarnya. Rasa takutnya makin bertambah menyadari rumahnya hanya beberapa puluh meter dari garis laut, yang artinya akan sangat mengerikan jika sampai terjadi tsunami. Tapi untunglah itu tidak terjadi. Rumah Betty tidak terlalu mengalami kerusakan parah, hanya bangunan tambahan di samping rumah dan pagar yang runtuh. Sisanya hanya kerusakan kecil.

Apa yang terjadi pada Betty mungkin tidak terlalu istimewa dibandingkan apa yang dialami kakak Ervina, Erlina Juwita. Erlina nyaris menjadi korban gempa yang mengerikan tersebut. “Waktu semester yang lalu, anak saya mengundurkan diri dari STBA Prayoga karena anak saya mendapatkan pekerjaan baru di ITI (Institut TOEFL Internasional),” tutur Betty. Tapi rektor STBA Prayoga tidak mengizinkannya. Erlina terlanjur telah berjanji menerima tawaran ITI sehingga tetap mengajukan mengundurkan diri. Akhirnya Erlina merekomendasikan Suci Revita Wulansari untuk menggantikannya.

 

foto  foto

Ket: - Betty Choa (tengah dan bertopi) meninggalkan sejenak rumahnya yang masih berantakan yang rusak oleh             gempa demi ikut membantu menyalurkan bantuan bagi para korban gempa. (kiri).
        - Sejumlah relawan Tzu Chi asal Padang ikut serta dalam pembagian sembako. Mereka sendiri sebagian              besar juga merupakan korban gempa, tapi mereka meninggalkan sejenak rumah mereka untuk membantu             orang lain. (kanan)

Ketika gempa terjadi, gedung STBA Prayoga runtuh dan banyak korban yang terjebak di dalamnya, termasuk Suci. Dosen bahasa Inggris yang juga teman akrab Erlina itu terselamatkan nyawanya, tapi tidak kedua kakinya. Erlina sendiri selamat dan hanya luka kecil terkilir karena empat kali terjatuh di tangga ketika menyelamatkan diri. Tapi salah satu sahabat terbaiknya itu, kedua kakinya harus diamputasi. “Menyesal dia (Erlina –red) suruh Suci ngajar di situ. Dia nunggu di STBA nunggu Suci dikeluarkan. Nangis dia,” Betty menceritakan rasa penyesalan Erlina. Usai gempa mereka juga sering mengunjungi STBA Prayoga menunjukkan rasa simpati.

Betty sendiri bersyukur Erlina tidak menjadi korban. “Mungkin Tuhan sudah mengatur anak saya tidak kena di situ, langsung dapat pekerjaan di tempat baru 6 bulan sebelumnya,” ujar Betty, “Tuhan masih melindungi anak saya.”

foto  foto

Ket: - Bantuan paket sembako untuk korban gempa terdiri dari beras, 6 botol air minum kemasan, dan 2 bungkus            biskuit. (kiri).
        - Beberapa warga tidak menyangka akan menerima bantuan dalam jumlah cukup banyak, bahkan ada orang            tua yang tidak kuat mengangkat paket bantuan tersebut sehingga harus dibantu warga yang masih muda.            (kanan) 

Sejak gempa, waktu istirahat Betty juga menjadi terganggu. Bandara Tabing yang berada di dekat rumahnya sudah lama tidak berfungsi menjadi pusat penerbangan bantuan untuk korban gempa. Pesawat Hercules maupun helikopter pengangkut bahan bantuan berseliweran sepanjang siang dan malam.

Rumah Betty sebenarnya masih berantakan, tapi Minggu, 11 Oktober 2009 itu dia lebih memilih ikut membagikan paket sembako bagi korban gempa. “(Rasanya) capek juga, tapi karena ada semangat, kita nggak pedulikan capek bantu yang korban gempa. Padahal di rumah masih berantakan, ada yang runtuh, tapi tetap saya tinggalkan untuk saya kerja sosial,” tegasnya.

Hari itu ia ikut dalam pembagian sembako di Ulak Kareng Selatan, Padang Utara. Ada 292 paket bantuan yang dibagikan. Masing-masing paket terdiri dari beras, 6 botol air minum, dan 2 bungkus biskuit. “Cukup sih pasti nggak, tapi dicukup-cukupkan,” ucap Ngatmi (59), salah satu penerima bantuan. Rumahnya rusak di bagian dapur dan kamar mandi. “Alhamdulillah (saya) dibantu. Terima kasih banyak dibantu dari Tzu Chi,” ungkapnya sumringah.

 

 
 

Artikel Terkait

Berbuat baik dan Melatih Diri

Berbuat baik dan Melatih Diri

05 Mei 2014 Acara yang berlangsung selama lebih kurang dua jam tersebut bertujuan untuk memperkenalkan Tzu Chi dan menggalang hati lebih banyak bodhisatwa yang diharapkan nantinya bisa menambah barisan relawan Tzu Chi.
 Memupuk Cinta Kasih dan Keharmonisan di MI Nurul Islam

Memupuk Cinta Kasih dan Keharmonisan di MI Nurul Islam

30 Agustus 2024

Relawan Tzu Chi tidak hanya membantu pembangunan gedung MI Nurul Islam di Kamal Muara (Hardware), tetapi juga memberi perhatian kepada para murid melalui pembelajaran kelas budi pekerti (Sofware).

Jalinan Jodoh Tak Terbatas

Jalinan Jodoh Tak Terbatas

02 Oktober 2012 Undangan ini tentunya bukan hanya bertujuan untuk memeriahkan acara saja, melainkan Yayasan Buddha Tzu Chi termasuk salah satu dari 3 instansi yang akan mendapatkan penghargaan atas kontribusinya dalam membantu masyarakat dan juga dalam aksi cepat tanggap yang selama ini telah dilakukan.
Cara kita berterima kasih dan membalas budi baik bumi adalah dengan tetap bertekad melestarikan lingkungan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -