PAT 2018: Rumah Bersama Bagi Kemanusiaan

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Arimami SA, Aditya & Indarto (He Qi Barat 1), Merry Hasan (He Qi Barat 2), Henry Tando

Genderang berkah menjadi pembuka acara Pemberkahan Akhir Tahun pada Minggu, 20 Januari 2019. Chi Ying Shijie, relawan Komite Tzu Chi membawakannya dengan penuh semangat.

Pemberkahan Akhir Tahun Tzu Chi Tahun 2018 kembali diadakan di Aula Jing Si Lt. 4, Kompleks Tzu Chi Center, PIK, Jakarta Utara pada Minggu, 20 Januari 2019. Kegiatan ini diadakan dalam dua sesi: sesi pertama diadakan pada Pkl. 10.00 – 12.00 WIB, dan sesi kedua pada Pkl. 14.30 – 16.30 WIB. Jika pada minggu sebelumnya (13 Januari 2019) acara diperuntukkan bagi kalangan internal relawan, kali ini Pemberkahan Akhir Tahun 2018 diadakan untuk masyarakat umum dan donatur.

Bertemakan Bersyukur, Menghormati, dan Mengasihi Kehidupan. Harmonis Tanpa Pertikaian, Menciptakan Berkah Bersama, kegiatan ini dihadiri oleh 3.620 orang peserta (dua sesi). “Harapan Master Cheng Yen, setiap orang dapat mengembangkan semangat cinta kasih, mengasihi semua makhluk, dan menyayangi bumi. Dengan demikian bumi pun akan terhindar dari bencana. Kami sangat berterima kasih kepada semua donatur yang selalu mendukung Tzu Chi,” kata Amelia Devina dan Minarni, dua relawan yang menjadi pembawa acara saat menyampaikan harapan Master Cheng Yen di tahun baru ini. 

Sebanyak 21 anak murid Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi membawakan tarian asal Papua berjudul Yamko Rambe Yamko.

Acara dibuka dengan tarian asal Papua, Yamko Rambe Yamko yang dibawakan oleh 21 orang murid Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat. Kemudian, tayangan video dokumenter 25 Tahun Tzu Chi Indonesia kembali diputar sebagai penanda dimulainya perjalanan 26 Tahun Tzu Chi di Indonesia. Film yang mengisahkan perjalanan Tzu Chi selama 25 tahun berkontribusi di masyarakat ini disutradarai oleh Dylan Yang dan didukung oleh Tim DAAI TV Indonesia. Film dokumenter berjudul The Answer to Meaningful Life (Kehidupan yang Bermakna) tersebut terbagi dalam empat tema:  Hope, Harmony, Our Master, dan The Answer.

Seperti minggu sebelumnya penampilan isyarat tangan Wu Li Yang Yi Jing (Sutra Makna Tanpa Batas) juga ditampilkan dalam pemberkahan Akhir Tahun ini. Sutra ini merupakan inti dari semangat insan Tzu Chi. Di dalamnya terdiri dari 3 Bab: Bab Sifat Luhur, Bab Pembabaran Dharma, dan Bab Sepuluh Pahala. Salah satu kalimat penggalan Sutra Bab Pembabaran Dharma: “Dari satu tumbuh menjadi tak terhingga, tak terhingga berawal dari satu.” Sutra ini seolah menggambarkan bagaimana perjalanan insan Tzu Chi Indonesia, dimulai dari beberapa ibu rumah tangga yang berkegiatan sosial di Indonesia, kemudian tumbuh berkembang hingga seperti saat ini.

Penampilan isyarat tangan Wu Li Yang Yi Jing (Sutra Makna Tanpa Batas) juga ditampilkan dalam Pemberkahan Akhir Tahun ini. Sutra ini merupakan inti dari semangat insan Tzu Chi.

Perahu Besar Insan Tzu Chi

Wakil Ketua Tzu Chi Indonesia, Sugianto Kusuma, dalam kesempatan ini mengajak seluruh peserta yang hadir untuk ikut bergabung dalam barisan insan Tzu Chi Indonesia. ”Tzu Chi Indonesia bisa ada selama 26 tahun ini tidak lain juga berkat partisipasi para relawan, donatur, dan semua orang yang hadir saat ini,” kata Sugianto Kusuma, “Jika selama ini banyak yang baru menjadi donatur, sekaranglah saatnya untuk bisa naik kapal bersama-sama ikut Tzu Chi. Kita melakukan kebajikan di seluruh pelosok Indonesia.”

Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia mengajak seluruh peserta yang hadir untuk ikut bergabung dalam barisan relawan Tzu Chi. “Jumlah relawan Tzu Chi Indonesia masih sangat sedikit dibanding orang-orang yang membutuhkan bantuan,” katanya.

Menurut Sugianto Kusuma, jumlah relawan Indonesia saat ini masih terbilang sangat sedikit jumlahnya dibandingkan dengan banyaknya orang-orang yang membutuhkan bantuan. Terlebih di tahun 2018 lalu begitu banyak bencana terjadi menimpa negara Indonesia. Mulai dari gempa dan tsunami di Lombok, Palu, hingga tsunami di Banten dan Lampung Selatan. Dan di setiap tempat yang terkena musibah itu, relawan-relawan Tzu Chi selalu hadir untuk meringankan duka mereka yang sedang terkena musibah. Karena itulah dukungan dari berbagai pihak sangat dibutuhkan. “Jadi bukan hanya dukungan dalam bentuk dana saja, tetapi sumbangsih dalam bentuk tenaga dan waktu juga sangat kita butuhkan,” kata Sugianto Kusuma.

Menindaklanjuti bantuan pascagempa bagi korban tsunami di Lombok dan Palu, pada tanggal 29 dan 30 Januari 2019 nanti juga akan dilaksanakan peletakan batu pertama pembangunan Perumahan Tzu Chi di Lombok dan Palu.

Rumah Bersama Itu Bernama Kemanusiaan

Hotmatua Paralihan (45), dosen Fakultas Usluhuddin Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara merasa bahwa Tzu Chi merupakan rumah bersama dalam kemanusiaan.  “Yayasan Buddha Tzu Chi adalah sumbangan kemanusiaan terbesar dari Master Cheng Yen untuk masyarakat dunia abad ini,” katanya mengutip pendapat Prof. Dr. Syahrin Harapah,  MA.

Bagi Hotmatua Paralihan (45), salah satu pengunjung yang hadir, Yayasan Buddha Tzu Chi bukanlah organisasi baru yang dikenalnya. Sebelumnya, Dosen Fakultas Usluhuddin Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara ini sudah pernah berkunjung ke Taiwan bersama rombongan dari relawan Tzu Chi Medan dan perwakilan dari berbagai tokoh lintas agama (Forum Komunikasi Umat Beragama) di Medan. Hotmatua pun sempat bertemu dengan Master Cheng Yen, dan merasa kagum dengan sosok beliau. “Yayasan Buddha Tzu Chi adalah sumbangan kemanusiaan terbesar dari Master Cheng Yen untuk masyarakat dunia abad ini,” katanya, mengutip pendapat Prof. Dr. Syahrin Harapah, MA, Ketua Forum Kerja Sama Perguruan Tinggi Asia Tenggara tentang Tzu Chi.

“Tzu Chi ada di 54 negara, dengan jutaan relawan yang tersebar di berbagai negara. Ini menjadi modal kemanusiaan, dimana terjadi musibah atau bencana maka relawan Tzu Chi dengan cepat dapat segera memberikan bantuan,” tegas Hotmatua. 

Dalam menjalankan misinya Tzu Chi berlandaskan cinta kasih universal dan selalu memegang teguh prinsip tidak membeda-bedakan agama, ras, suku, dan etnis. Relawan dengan latar belakang yang beragam pun bersama-sama melaksanakan misi kemanusiaan ini sehingga cinta kasih dapat tersebar di berbagai penjuru dunia.

Hotmatua yang kini tengah menempuh pendidikan Doktornya (S3) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini merasakan bahwa Yayasan Buddha Tzu Chi adalah rumah bersama bagi kemanusiaan. Tempat yang tepat untuk mengolah jiwa kemanusiaan. “Setiap agama pasti memiliki perbedaan, tetapi semua memiliki titik temu, yakni kemanusiaan. Dan di Tzu Chi saya melihat semua bisa bersatu, bersama-sama berbuat kemanusiaan tanpa melihat sekat-sekat perbedaan yang ada,” ungkapnya.

Kegiatan Pemberkahan Akhir Tahun ini diikuti oleh 3.620 orang peserta (sesi 1 dan 2).

Hal ini dirasakannya di acara pemberkahan akhir tahun yang selalu diikutinya. “Dalam kegiatan ini sama sekali nggak ada tentang agama, tetapi justru menggugah kepedulian dan kemanusiaan kita bersama,” katanya. Hal ini menurutnya bisa dilihat dari tayangan video dokumenter perjalanan 25 Tahun Tzu Chi di Indonesia. “Ini adalah momentum untuk menyeragamkan dan memupuk rasa kemanusiaan. Seperti kata Master Cheng Yen, ‘berbuat satu kali lebih berarti daripada berbicara seribu kali’.”

Dalam Pemberkahan Akhir Tahun 2018 semua relawan berdoa agar hati manusia tersucikan, masyaratak hidup aman dan tenteram, serta dunia terhindar dari bencana.

Menutup kegiatan pembekahan akhir tahun 2018 ini, para relawan dan peserta berdoa bersama menurut agama dan kepercayaannya masing-masing untuk saudara-saudara kita yang tertimpa musibah di Lombok, Palu, Banten, dan Lampung Selatan. Berdoa agar mereka bisa segera pulih dan bangkit dari kehidupannya, serta berdoa agar hati manusia tersucikan, masyarakat hidup aman dan damai, serta dunia terhindar dari bencana.

Editor: Khusnul Khotimah

 


Artikel Terkait

PAT 2018: Rumah Bersama Bagi Kemanusiaan

PAT 2018: Rumah Bersama Bagi Kemanusiaan

20 Januari 2019
Bertemakan Bersyukur, Menghormati, dan Mengasihi Kehidupan. Harmonis Tanpa Pertikaian, Menciptakan Berkah Bersama, kegiatan Pemberkahan Akhir Tahun 2018 (sesi pertama) dihadiri oleh 1.800 orang peserta. Kegiatan ini diadakan pada Minggu, 20 Januari 2019 di Aula Jing Si Lt. 4, PIK, Jakarta Utara.
Semua manusia berkeinginan untuk "memiliki", padahal "memiliki" adalah sumber dari kerisauan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -