Peduli Merapi : Ikhlas Menatap Masa Depan

Jurnalis : Ivana, Fotografer : Ivana
 
 

fotoKondisi pengungsian di Lapangan Tembak, Salaman, Magelang.

Gerimis mulai turun ketika relawan Tzu Chi tiba di Lapangan Tembak Salaman, Muntilan, Magelang. Tempat itu mulanya adalah sebuah tempat latihan bagi para tentara, kini telah berubah menjadi tempat berlindungnya warga dari ancaman letusan Gunung Merapi.

Di sana kebetulan ada 7 bangunan kecil barak bagi kelompok tentara yang menginap sewaktu berlatih. Dan barak itu kini penuh dengan warga yang mengungsi. Di pagi hari, sebagian warga kembali ke rumah mereka untuk membersihkan rumah dari timbunan pasir vulkanik, dan sore harinya kembali ke pengungsian untuk beristirahat.

Kedatangan relawan Tzu Chi di posko pengungsian itu untuk menghibur para warga dan mempelajari kebutuhan warga di pengungsian tersebut. Beberapa relawan tampak langsung membaur dengan warga. Mereka mengenalkan diri dan menanyakan kondisi kehidupan selama di pengungsian, serta menguatkan warga untuk melalui kesulitan ini. Rata-rata warga yang menghuni di sini berasal dari Kecamatan Srumbung. Daerah itu selama ini dikenal sebagai area perkebunan salak pondoh, yang merupakan buah khas dari Yogyakarta. Namun hujan pasir yang menimbun daerah itu kini, mengakibatkan rumah warga dan juga pohon-pohon salak mereka rusak. Meskipun rumah rata-rata masih dapat diperbaiki, hilangnya kebun salak menyebabkan warga di daerah ini merasa masa depan mereka masih terselimuti abu yang tebal.

foto  foto

Keterangan :

  • Ibu Mertojiwo yang tetap menjamu tamunya meski berada di pengungsian. (kiri)
  • Relawan menyerahkan kupon pada warga pengungsi di Lapangan Tembak Salaman. (kanan)

Kesederhanaan dan Kemurahan Hati
Masa depan yang belum jelas terlihat di depan mata tak merampas kemurahan hati para warga tersebut. Mertojiwo, nenek berusia 70 tahun itu tak henti-hentinya menawarkan salak dan teh manis hangat kepada para relawan Tzu Chi yang mendatangi sudut barak yang ditempatinya. Salak itu dari kebunnya sendiri. Panen terakhir yang diambil oleh menantunya yang sempat kembali ke rumah seminggu setelah hujan pasir berlalu. Hujan pasir bercampur air itu telah membuat pohon-pohon salaknya rubuh. ”Mungkin satu tahun ke depan ekonomi di desa kami akan lumpuh,” kata menantu laki-lakinya.

Posan Shixiong mendengarkan penuh perhatian tuturan dari nenek dan laki-laki itu. Ia tersenyum dan menguatkan, ”Yang penting semua selamat ya, Nek, Pak.” Dan mereka mengiyakan. Kemudian meluncur dari bibir Mertojiwo bahwa ia memiliki 2 orang anak yang belum ia ketahui kabarnya pasca meletusnya Gunung Merapi. Anak Mertojiwo ada 4 orang, 2 tinggal di Cabe Lor desa yang sama dengannya, sementara 2 yang lain tinggal di desa tetangga yaitu Jengkil dan Berokan. Kekacauan sewaktu warga sibuk mengungsi membuat keluarga ini terpencar. Mertojiwo tidak dapat menghubungi anaknya itu hingga saat ini. Entah mereka sedang ada di pengungsian mana. Namun ia tidak membiarkan kerisauan ini membuat hatinya bersedih. ”Biarlah kita di sini mendoakan saja mereka, dan mereka di sana mendoakan kita,” katanya dalam bahasa Jawa.

Di posko pengungsian ini, relawan Tzu Chi membagikan kupon kepada semua keluarga yang terdata dalam 7 barak dan santunan kepada 40 ahli waris. Mereka menyerahkan kupon secara langsung ke tangan setiap kepala keluarga dengan membungkuk hormat dan berpesan agar warga menyimpan baik-baik kupon tersebut, agar dapat ditukarkan dengan paket barang bantuan keesokan harinya.

foto  foto

Keterangan :

  • Relawan berinteraksi dengan anak-anak pengungsi di TPQ mushola SLTP Muhammadiyah Blondo, Mungkid.  (kiri)
  • Bintang (tengah) mendapat izin dari tempat kerjanya untuk ikut survey di Lapangan Tembak Salaman. (kanan)

Semoga Tetap Sehat dan Bahagia
Dalam kegiatan survei ini, ada beberapa relawan setempat yang ikut membantu. Keberadaan mereka sangat membantu menjembatani perbedaan bahasa antara relawan Tzu Chi dan warga. Bintang (24) salah satunya. Sehari-hari pemuda ini bekerja di sebuah pasar swalayan. Namun hari ini ia dan beberapa rekannya mendapat izin untuk membantu pembagian kupon oleh relawan Tzu Chi. ”Sejak awal kami juga sudah dibentuk tim untuk membantu penyerahan barang bantuan ke sana kemari,” ceritanya. Ia merasa sangat bersimpati dengan para pengungsi yang kehilangan rumah. Mertoyudan tempat tinggalnya juga mengalami hujan abu, membuat Bintang semakin memahami ketidaknyamanan yang dialami para pengungsi dan bersemangat membantu mereka. ”Kalau saya yang mengalami seperti itu, pasti saya juga butuh pertolongan orang lain. Harapan saya yang paling dalam hanya agar kondisi mereka tetap sehat, terutama anak kecil dan orang tua,” katanya.

Setelah menyelesaikan pembagian 592 kupon di Salaman, relawan juga mengunjungi posko pengungsian di SLTP Muhammadiyah di Blondo, Mungkid yang letaknya tidak terlalu jauh dari posko Salaman. Di ruang-ruang kelas SLTP ini, warga menggelar tikar atau kasur untuk tempat tidur mereka. Berbeda dengan di Salaman, warga di sini berasal dari Desa Krinjing yang letaknya hanya 4 km dari puncak Gunung Merapi. Rata-rata rumah warga hancur karena terkena awan panas bersuhu tinggi, sehingga pada pagi hari pun, para warga yang mengungsi hanya dapat berdiam di pengungsian, atau mencari aktivitas yang dapat dilakukan. Di sini relawan mendata 104 keluarga untuk menyampaikan bantuan keesokan harinya.

Sore itu, kebetulan di Mushola SLTP Muhammadiyah sedang berlangsung Taman Pendidikan Quran untuk anak-anak yang mengungsi. Sementara sejumlah relawan mengumpulkan data, relawan perempuan (shijie) bergabung dengan anak-anak di TPQ ini. Yani Wahyuningsih yang mengajar di sana menerima kedatangan para shijie ini dengan tangan terbuka. Ia bahkan mempersilakan para relawan untuk berinteraksi dengan anak-anak. Ketika para relawan mengajarkan isyarat tangan Satu Keluarga, anak-anak dengan cepat menghafal dan mengikuti gerakan tangan yang membawa pesan kasih itu. Senyum gembira mereka membuat sore yang baru saja diwarnai gerimis menjadi cerah kembali. ”Senang sekali,” kata Budi, siswa kelas 4 itu setelah para shijie berpamitan untuk pulang, membuatnya sesaat lupa akan kesedihannya harus jauh dari rumah.

  
 

Artikel Terkait

Tandatangani MoU, Tzu Chi Indonesia dan Yayasan Tarumanagara Siap Berkolaborasi

Tandatangani MoU, Tzu Chi Indonesia dan Yayasan Tarumanagara Siap Berkolaborasi

12 Desember 2023

Kesamaan visi dan misi di bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial membawa Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia dan Yayasan Tarumanagara bekerja sama untuk kemaslahatan masyarakat.

Wujud Cinta Kasih Melalui Setetes Darah

Wujud Cinta Kasih Melalui Setetes Darah

05 Oktober 2023

Sebanyak 64 donor berhasil mendonorkan darahnya dalam donor darah yang digelar relawan Tzu Chi di Xie Li Kemuning. Donor darah ini digelar di Kampus Institut Teknologi dan Bisnis PalComTech, Kota Palembang.

PAT 2018: Teduhnya Persamuhan Sutra Makna Tanpa Batas

PAT 2018: Teduhnya Persamuhan Sutra Makna Tanpa Batas

14 Januari 2019

Syahdu, tenang, teduh. Itulah suasana Persamuhan Dharma Sutra Makna Tanpa Batas yang digelar di Aula Jing Si Tzu Chi Indonesia kemarin, Minggu 13 Januari 2019. Suasana ini tercipta karena ratusan relawan yang mementaskan persamuhan ini mempersiapkan hatinya dengan sepenuh jiwa.


Dengan kasih sayang kita menghibur batin manusia yang terluka, dengan kasih sayang pula kita memulihkan luka yang dialami bumi.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -