Pekan Amal Tzu Chi 2018: Bahagia dalam Bersumbangsih

Jurnalis : Mery Tanwil (He Qi Utara 1), Fotografer : Mery Tanwil, Yusniaty (He Qi Utara 1)


Jeap Siok Tjin (paling kiri) dan Lim Yanti (paling kanan) merasa bahagia masih bisa bersumbangsih di stan kerajinan tangan pada Pekan Amal Tzu Chi 2018.

Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia kembali mengadakan Pekan Amal Tzu Chi setelah terakhir kali diadakan di tahun 2016. Pekan Amal ini diadakan selama dua hari yaitu 21-22 April 2018 di basement Gedung Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Pekan Amal ini diadakan untuk menggalang dana pembangunan Tzu Chi Hospital yang sedang dibangun di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.

Salah satu stan dari komunitas He Qi Utara 1 yang cukup menarik perhatian adalah stan “Ke Ai Phusa Handmade”. Produk di stan ini adalah kerajinan tangan dan yang membuatnya adalah relawan-relawan senior yang sudah berumur 70-80 tahun. Mereka membuat kerajinan tangan dengan merajut dan menjahit, menghasilkan produk tas berbagai model dan kotak tisu dari manik-manik.


Setiap hari Rabu, Meny Thalib (kanan) mengajak relawan untuk kumpul dan belajar membuat kerajinan tangan.

Meny Thalib (60) adalah relawan Tzu Chi yang sejak pertama kalinya memulai stan kerajinan tangan ini, yaitu pada Pekan Amal Tzu Chi pertama, Oktober 2012. “Sejak Aula Jing Si (PIK) dibuka sampai dengan sekarang. Saat itu kita membangun Aula Jing Si dan sekarang kita kontribusi untuk membangun rumah sakit,” jelasnya.

Di hari biasa, setiap Rabu di Aula Jing Si, Meny membuka kegiatan membuat kerajinan tangan, supaya para laopusa dapat berkontribusi dan tidak akan merasa dirinya tidak bermanfaat ataupun tidak dibutuhkan lagi. Awalnya, ide kegiatan kerajinan tangan ini pertama kali datang dari relawan Indrawati, yang menganjurkan agar Meny merangkul para lao pu sa. Menurut Meny, para lao pu sa sangat luar biasa. Mereka sebelumnya punya integritas yang tinggi dan sudah pernah berkontribusi melipat kapas dan kain kasa untuk rumah sakit selama 20 tahun.


Lim Yanti saat menawarkan hasil kerajinan tangan kepada para pengunjung.

“Saya takjub dengan mereka yang sangat bijaksana, punya integritas yang tinggi, dan tanpa pamrih,” tambah Meny.

Untuk stan kerajinan tangan ini, terdapat enam orang termasuk Meny yang bersumbangsih membuat produk kerajinan tangan. Untuk pekan amal ini Meny tidak memasang target dan tidak memaksa para laopusa. Karena beberapa di antara mereka sudah operasi katarak dan pendengarannya tidak baik.

“Kita harus toleransi dengan mereka, tapi saya percaya cinta kasih mereka yang luar biasa. Jadi kita harus belajar dari mereka,” jelas Meny.

Semua bahan kerajinan tangan dibeli dan disumbangkan oleh Meny. Sedangkan para lao pu sa yang membuat dan menyumbangkan waktu serta tenaga. Bahan kain dibeli per rol dan resleting juga dibeli dalam jumlah banyak. Model tas tiap tahunnya pun macam-macam. Untuk tahun ini ada tas jinjing dengan sekat yang banyak. Proses pengerjaannya tidak ada target, tapi bila dikerjakan maka 1 hari bisa jadi 1 tas. Bahan kain biasanya digunting dan disiapkan Meny, kemudian para laopusa membawa pulang dan di pertemuan minggu berikutnya mengumpulkan karya.


Kate Melody Wiliem (9) yang datang bersama mama dan adiknya, membeli tas buatan para laopusa.

”Semua relawan ketika menyambut pekan amal sangat berkontribusi, bekerja keras, capek, tetapi selesainya semua happy. Apalagi bila sudah sukses pasti happy banget, capeknya hilang. Happy tidak bisa dinilai dengan materi dan tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata,” tukas Meny.

Di antara para lao pu sa yang telah bertahun-tahun ikut Meny bersumbangsih, ada Jeap Siok Tjin (72) dan Lim Yanti (79). Selain berkontribusi dalam membuat tas, mereka juga berpartisipasi menjaga stan ini saat pekan amal berlangsung.


Menurut Eni Susanto (baju putih) yang juga membeli tas buatan laopusa, memuji jahitan tasnya bagus dan rapi seperti buatan pabrik, tidak terlihat handmade.

“Saya bahagia bisa bekerja bersama-sama. Dengan menjahit bisa belajar kesabaran karena kadang kalau salah, itu dibuka lagi, diulang lagi sampai bagus dan sempurna. Saya diajak Meny, saya membuat tas selempang, jahit moteknya. Saya sudah 3 atau 4 tahun bergabung. Umur bertambah dan kesehatan menurun, jadi sudah tidak bisa terlalu aktif kegiatan lagi. Bila sudah tua di rumah saja kan sayang. Jadi saya merasa happy, bahagia masih bisa bersumbangsih,” ungkap Jeap Siok Tjin yang masih terlihat lincah membungkus tas yang sudah jadi.

“Saya dulu waktu kecil sudah pernah belajar merajut. Saya merasa senang diajak Meny Shijie untuk membuat, jadi bisa mengingat kembali cara merajutnya. Meny Shijie memberi contoh dan saya belajar membuat lagi. Untuk pekan amal ini saya buat 8 tas. Saya bersyukur, tiap hari happy terus,” ujar Lim Yanti yang wajahnya selalu terlihat cerah.


Lim Yanti selain membuat kerajinan tangan juga datang menjaga stan selama dua hari.

Saat pekan amal berlangsung, banyak tas yang terjual. “Saya senangnya karena modelnya bagus, unik, ringan dan mudah untuk dicuci. Dari tahun lalu sudah ngincar juga,” ujar Law Anik, salah satu pembeli yang juga merupakan relawan Tzu Chi.

Peminatnya pun bervariasi, dari ibu-ibu hingga anak kecil. Kate Melody Wiliem (9) yang datang bersama ibu dan adiknya tertarik dengan sebuah tas dengan warna biru cerah. “Kami tadi sudah beli makanan, sayur, dan tas. Karena Kate tertarik dengan tas tersebut, warnanya cerah, dan dia suka. Biasanya dia tidak pernah beli barang, dia tipe tidak girly, jadi tidak pernah minta beli tas. Kami tidak tahu yang membuatnya adalah lao pu sa, hanya tahu ini handmade. Harga tas 200 ribu dan tidak mahal untuk handmade.” ujar Meiliana (38), Ibu dari Kate.

Pengunjung lain, Eni Susanto yang datang karena penasaran seperti apa pekan amal Tzu Chi ini, juga menyambangi stan ini. “Tas ini antik dan cukup murah hanya 150 ribu. Tadinya tidak tahu kalau yang membuat tas ini adalah laopusa. Tas ini klasik, jahitannya ok, keliatan seperti jahitan pabrik, tidak terlihat jahitan homemade. Luar biasa orang yang membuatnya,” puji Eni.


Meny Thalib bersama laopusa, semuanya bahagia dapat bersama-sama bersumbangsih.

Melihat antusias pembeli selama dua hari ini, Jeap Siok Tjin pun merasa gembira. “Penjualan hari ini lumayan, laris, sangat happy, yang penting kita sudah bersumbangih. Tidak susah jual. Kita menjelaskan saja, kasih lihat tasnya, dan menginfokan bahwa kita buat pakai tangan. Yang penting kita bersumbangsih tanpa pamrih, maka yang kita peroleh adalah hati yang bahagia. Seperti yang Master bilang: melakukan dengan sukarela, menerima dengan sukacita. Dalam melakukan kita belajar, dan di dalam belajar kita tersadarkan,” terangnya. Mengutip kata renungan Master Cheng Yen dan dapat mempraktikkannya, Jeap Siok Tjin pun terlihat gembira, raut wajahnya sumringah mengingat ajaran sang guru.

Senada dengan Jeap Siok Tjin, Lim Yanti juga merasakan hal yang sama. “Penjualannya bagus, lumayan, tinggal sedikit barangnya. Cara jualnya dengan tawar-tawarin saja, mulut manis, hormat sama orang. Bongkar barang tidak apa-apa, kita layanin semua orang. Rasanya bahagia, gan en ke Tzu Chi ada kasih kesempatan walaupun sudah tua bisa belajar lagi. Gan en juga ke Meny Shijie untuk saya belajar lagi. Di sini saya juga belajar tabiat menjadi lebih baik, belajar tidak pikir yang macam-macam. Di Tzu Chi bahagia, di sini tempat yang tepat untuk saya, walaupun tidak bisa bantu banyak, hanya bantu sedikit tidak apa-apa,” ujar Lim Yanti.

“Saya tetap mau bersama-sama dengan mereka. Saya keluar modal, mereka keluar tenaga. Modal tidak saya bawa kembali. Saya memang sudah niat untuk sumbang semua, kita happy-happy aja,” ujar Meny yang sama bahagianya dengan para laopusa.

Editor: Khusnul Khotimah


Artikel Terkait

Pekan Amal Tzu Chi 2018: Saling Mendukung, Saling Memahami

Pekan Amal Tzu Chi 2018: Saling Mendukung, Saling Memahami

23 April 2018
Jauh dari hiruk pikuk dan keramaian, sumbangsih para relawan di bagian pelayanan ini tak kalah pentingnya. Di dapur, di tempat pemilahan sampah, dan tempat pencucian piring ini ratusan relawan bergerak dalam diam mendukung kelancaran acara Pekan Amal Tzu Chi.
Pekan Amal Tzu Chi 2018: Bahagia dalam Bersumbangsih

Pekan Amal Tzu Chi 2018: Bahagia dalam Bersumbangsih

23 April 2018
Salah satu stan dari komunitas He Qi Utara 1 yang cukup menarik perhatian adalah stan “Ke Ai Phusa Handmade”. Produk di stan ini adalah kerajinan tangan dan yang membuatnya adalah relawan-relawan senior yang sudah berumur 70-80 tahun. 
Melestarikan Lingkungan sambil Mempraktikkan Dharma

Melestarikan Lingkungan sambil Mempraktikkan Dharma

15 Oktober 2019

Menyambut Pekan Amal Tzu Chi 2019, DAAI Mama juga ikut berpartipasi dengan menyiapkan botol-botol minuman yang telah dihias dengan Kata Perenungan Master Cheng Yen.

Cinta kasih tidak akan berkurang karena dibagikan, malah sebaliknya akan semakin tumbuh berkembang karena diteruskan kepada orang lain.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -