Pekan Amal Tzu Chi 2018: Saling Mendukung, Saling Memahami

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Anand Yahya, Hadi Pranoto, Metta Wulandari


Moni Alwi, relawan Komite Tzu Chi yang menjadi penanggung jawab kebersihan dalam kegiatan Pekan Amal juga harus turun langsung agar kebutuhan peralatan makan mencukupi.

Jauh dari hiruk pikuk dan keramaian, sumbangsih para relawan di bagian pelayanan ini tak kalah pentingnya. Di dapur, di tempat pemilahan sampah, dan tempat pencucian piring ini ratusan relawan bergerak dalam diam mendukung kelancaran acara Pekan Amal Tzu Chi.

Pernahkah kita bayangkan, dari mana datangnya piring-piring dan alat makan di setiap stan makanan (vegetaris) siap saji dalam kegiatan Pekan Amal Tzu Chi Tahun 2018. Selama dua hari (21 dan 22 April 2018) pelaksanaan kegiatan ini hampir tak ada keluhan dari pemilik stan makanan jika peralatan makan mereka kurang ataupun tidak lengkap. Setiap kali piring-piring kotor tertumpuk, secepat itu pula kemudian terangkut dan tergantikan dengan piring-piring baru yang bersih dan kering.

Sepintas, ketersediaan peralatan makan untuk pengunjung ini terkesan sederhana dan mudah. Sehabis dipakai, piring menjadi kotor, dikumpulkan, dicuci, kemudian keringkan. Nyatanya, perjalanan piring dan sendok hingga kemudian menjadi bersih ini tak sesederhana yang kita duga. Siapa sangka, ternyata kegiatan ini melibatkan lebih dari 120 relawan setiap harinya yang terbagi dalam tiga shift: Pkl. 08.30 – 11.30, 11.30 – 13.30, dan 13.30 – 17.00 WIB. Pelaksanaannya pun memerlukan perencanaan dan koordinasi yang baik.

“Tugasnya mulai dari pengumpulan piring kotor, pemilahan, pencucian, dan pengeringan,” kata Amelia Devina dan Mony Alwi, dua orang relawan komite yang menjadi penanggung jawab kebersihan dalam kegiatan Pekan Amal Tzu Chi di Basement Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.

Dipilah dari Sumbernya


Sebelum pekan amal dibuka, Johnny Chandrina, memberikan pengarahan kepada para relawan di bagian kebersihan untuk memilah sampah sesuai dengan jenisnya. Hal ini untuk memudahkan proses selanjutnya, mulai dari pencucian piring hingga pengumpulan sampah organik dan non organik.

Di tengah-tengah keramaian, relawan yang bertanggung jawab di bagian kebersihan mulai bekerja mengumpulkan piring-piring kotor dan alat-alat makan lainnya. Setelah itu, sisa-sisa makanan dan sampah yang tertinggal kemudian dipilah untuk kemudian dimasukkan sesuai jenisnya: sampah basah dan kering. Piring-piring segera dibawa ke tempat pencucian untuk kemudian dibersihkan dan digunakan kembali, sementara sampah basah dan kering ini setelah terkumpul banyak kemudian dibawa ke belakang untuk dibuang sesuai dengan jenisnya.

“Setiap pekan amal memang kita terapkan seperti ini. Dalam satu piring dan gelas sisa makanan pasti ada beberapa macam jenis limbah, ada yang kotor, bersih, organik, dan non organik. Dengan kita menyortir dari awal maka itu sangat membantu di bagian pencucian piring. Ini juga menghemat penggunaan air bersih,” kata Johnny Chandrina Shixiong, relawan komite yang juga bertanggung jawab di bidang kebersihan dan pemilahan sampah. Dan semua itu dilakukan mulai dari sumbernya, titik pertama. “Sampah-sampah organik bisa dilolah dan dijadikan pupuk organik (kompos), sementara sampah non organik akan didaur ulang,” terang Johnny yang juga penanggung jawab Depo Pelestarian Lingkungan Tzu Chi Duri Kosambi.


Relawan dengan sigap mengumpulkan piring-piring kotor yang digunakan pengunjung untuk diserahkan ke bagian pencucian piring, pengeringan, dan kemudian digunakan kembali di stan-stan makanan.

Tak semua sampah non organik (plastik) bersih. Untuk memudahkan proses pengumpulan dan pengiriman ke depo pelestarian lingkungan maka botol-botol plastik itu pun dicuci dan dibersihkan terlebih dahulu.

Jika sampah-sampah plastik berujung di tempat pengumpulan barang daur ulang, berbeda halnya dengan piring-piring dan peralatan makan lainnya. Piring-piring ini dibawa ke tempat pencucian, di mana di tempat ini sudah berjejer rapi sekitar 10–12 relawan yang sudah siap menyambut. Selama pelaksanaan pekan amal tak sekalipun tempat pencucian ini kosong atau tanpa ada relawan yang bersiaga. Ada yang bertugas mengumpulkan, mencuci, dan kemudian membilasnya. Dari sini kemudian piring diangkut ke bagian pengiriman sebelum kemudian diantar atau diambil kembali ke stan-stan makanan yang membutuhkan. 


Sampah-sampah non organik juga dipilah dan dibersihkan. Untuk sampah daur ulang dikumpulkan untuk kemudian dikirimkan ke Depo Pelestarian Lingkungan Tzu Chi.

Grany Rusli adalah salah satunya. Relawan komite dari He Qi Utara 2 ini tanpa sungkan mencuci piring yang datang padanya. Meski terkesan sederhana, menurutnya apa yang dilakukannya ini pun sebuah bentuk sumbangsih yang tak kalah penting.

“Kalau nggak ada yang mengerjakan tugas ini maka acara besar (seperti ini) pun nggak akan berjalan dengan lancar,” kata Grany yang dilantik komite pada tahun 2016 lalu.

Sebagai relawan komite, Grany mengaku tak masalah jika harus bertugas di “ujung” kegiatan. “Nggak ada masalah, semua (pekerjaan) di Tzu Chi sama. Komite kan hanya seragamnya aja, tetapi intinya sebagai relawan harus siap dan mau mengerjakan (tugas) apa saja,” katanya.


Grany Rusli, salah seorang relawan komite dari He Qi Utara 2 ini tanpa sungkan mencuci piring yang datang padanya. Meski terkesan sederhana, menurutnya apa yang dilakukannya ini pun sebuah bentuk sumbangsih yang tak kalah pentingnya dalam kesuksesan sebuah acara.

Hal senada disampaikan Moni. Ketika tumpukan piring kotor menggunung maka ia pun tak segan-segan turun membantu. “Biasa saja, senang,” ujarnya sembari tersenyum. Ini memang bukan tugasnya yang pertama kali. Dua tahun lalu, dalam Pekan Amal Tzu Chi Tahun 2016 ia juga menjadi salah satu relawan yang bertugas di bagian kebersihan (pencucian piring). Hanya saja, menurut Moni kali ini pengaturan tugas dan koordinasi di bagian kebersihan lebih baik dan rapi. Apalagi dengan sistem pengaturan jadwal kerja (shift) membuat relawan pun menjadi lebih fokus, sekaligus bisa tetap menikmati acara Pekan Amal sesudah bertugas.

“Pekerjaan beres, relawan pun tetap bisa menikmati acara,” ujar Moni. Hal senada disampaikan Grany, “Kita juga menjadi lebih nyaman, nggak terlalu lelah.” Grany sendiri sudah bertugas bertugas sejak hari pertama pekan amal, namun ia masih tetap bugar dan bersemangat.

Ibarat sebuah orkestra, alunan musik akan terdengar indah ketika semua pemain memainkan alat musik yang berbeda-beda sesuai fungsinya dengan benar. Kadang bergerak cepat, mengalun lambat, atau bahkan terkadang harus diam menungu untuk memberi kesempatan kepada yang lain memainkan perannya. Jika setiap orang memahami fungsi dan perannya maka semua kegiatan akan berjalan dengan sempurna.

Editor: Khusnul Khotimah


Artikel Terkait

Pekan Amal Tzu Chi 2019: Semarak Pekan Amal Tzu Chi

Pekan Amal Tzu Chi 2019: Semarak Pekan Amal Tzu Chi

21 Oktober 2019

Di sudut area kantin yang menjajakan makanan vegetarian, terlihat Tina Lee dan sejumlah relawan sedang sibuk berjualan, menggoreng, menyiapkan minuman, dan lain-lain. Mereka adalah relawan dari Da Ai Mama Tzu Chi School, yang sudah berpartisipasi dalam pekan amal sejak 2015.


Pekan Amal Tzu Chi 2019

Pekan Amal Tzu Chi 2019

21 Oktober 2019

Dengan wajah yang berseri-seri, Ketua Tzu Chi Indonesia Liu Su Mei membuka Pekan Amal Tzu Chi 2019 dengan memukul gong bazar sebanyak tiga kali. Pekan Amal Tzu Chi 2019 ini berlangsung meriah, namun sangat rapi dan tertib. Pekan Amal Tzu Chi 2019 didukung banyak pihak. Tercatat ada 207 stan dengan berbagai macam produk, seperti makanan, minuman, sembako, ATK, pakaian, elektronik, hingga kendaraan roda 2 dan 4. 

 

Semangat Bersumbangsih

Semangat Bersumbangsih

23 Desember 2016

Dua relawan yang turut bersumbangsih memanfaatkan waktu libur dalam Pekan Amal penggalangan dana pembangunan rumah sakit Tzu Chi tanpa melihat sekat-sekat agama, ras, golongan di dalamnya. 

Umur kita akan terus berkurang, sedangkan jiwa kebijaksanaan kita justru akan terus bertambah seiring perjalanan waktu.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -