Pelatihan 4 in 1: Kebahagiaan dan Kehidupan yang Bermakna

Jurnalis : Erli Tan, Melliza, Rosy, Olivia (Relawan Zhen Shan Mei), Fotografer : Arimami SA, Basno Hernawan, Henry Tando, Merry Lie (Relawan Zhen Shan Mei)
Hari kedua Kamp Pelatihan 4 in 1 dimulai dengan pradaksina, yaitu meditasi berjalan yang tampak rapi dan khusyuk.

Hari kedua Kamp Pelatihan 4 in 1 pada 12 Maret 2023 yang berlangsung di Gedung Aula Jing Si PIK, Jakarta Utara, dimulai dengan pradaksina, yaitu meditasi berjalan. Pradaksina dilakukan untuk mempersiapkan batin yang tenang dan penuh konsentrasi agar para peserta dapat lebih mudah menyerap materi pelatihan.

Usai sarapan, para peserta disuguhkan materi spesial melalui tayangan video dari Taiwan, yaitu sharing dari Si Hao, seorang qingxiushi di Griya Jing Si Hualien, Taiwan. Dengan judul Tanggung Jawab dan Pewarisan Pengurus 4 in 1, materi ini direkam khusus untuk sesi ini, yang kemudian diterjemahkan dan dibubuhkan teks bahasa Indonesia.

Dalam sharing-nya, Si Hao menjelaskan bahwa di tengah dunia yang sedang berubah saat ini, metode boleh berubah, namun arah haruslah tetap sama. “Bagaimana kita tahu bahwa arah kita sudah tepat? Makin Anda melakukan, maka kekuatan Anda makin besar, semangat hidup Anda makin kuat, ini berarti arahnya sudah benar,” terang Si Hao dengan semangat.

Si Hao juga mengemangati para relawan khususnya yang menjadi pengurus 4 in 1, agar tidak takut menghadapi kendala maupun masalah. Karena justru dengan berani menghadapi masalah maka kebijaksanaan kita pun akan tumbuh.

Sharing inspiratif dari Relawan Komite senior Tzu Chi Indonesia, Chia Wen Yu juga membahas mengenai cara yang benar dalam berucap.

Sharing inspiratif selanjutnya datang dari dari Relawan Komite senior Tzu Chi Indonesia, Chia Wen Yu. Dengan judul “Kebahagiaan & Kehidupan yang Bermakna”, Wen Yu mengajak semua relawan untuk memiliki tanggung jawab dalam mengembangkan ajaran Buddha dan Budaya Humanis, “Setidaknya kita tahu hidup di dunia nyata dan bisa membantu orang lain,” jelas Wen Yu.

Menurutnya, Tzu Chi adalah tempat untuk melatih diri yang berisi energi positif. Saat kita melatih diri di Tzu Chi, keindahan terpancar dari luar maupun dari dalam. Keindahan dari dalam (inner beauty) terpancar karena kita berpuas diri (Zhi Zhu), tahu bersyukur (Gan En), berpengertian (Shan Jie) dan memaafkan orang lain (Bao Rong).

Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Liu Su Mei menyampaikan pesan cinta kasih serta ungkapan syukur atas sumbangsih semua relawan Tzu Chi Indonesia selama ini.

Sebagai penutup pelatihan, Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Liu Su Mei menyampaikan pesan cinta kasih serta ungkapan syukur atas partisipasi dan cinta kasih dari semua relawan Tzu Chi Indonesia selama ini.

“Tahun ini Tzu Chi Indonesia akan genap 30 tahun, langkah insan Tzu Chi tak pernah berhenti. Empat misi Tzu Chi dan Delapan Jejak Dharma telah berakar di berbagai pulau di Indonesia. Tahun 2022, kita berterima kasih kepada pemerintah Indonesia yang menganugerahkan tiga penghargaan,” ucap Liu Su Mei di hadapan 500 relawan yang hadir saat itu.

Penghargaan yang dimaksud adalah Anugerah Revolusi Mental dalam kategori Kedermawanan Sosial, Anugerah Revolusi Mental kategori Lembaga Pembangunan Inklusif, dan yang ketiga adalah Ikon Prestasi Pancasila Tahun 2022.

“Para relawan senior kita sudah berusaha selama 30 tahun, sehingga terwujudlah Tzu Chi seperti saat ini. Berkat Shixiong Shijie semua yang telah memegang teguh semangat Tzu Chi, berlandaskan cinta kasih, welas asih, sukacita, keseimbangan batin, serta ketulusan, kebenaran, keyakinan, kesungguhan, barulah Tzu Chi mendapatkan pengakuan di masyarakat,” sambung Liu Su Mei.

Pada salah satu sesi, dr. Gunawan Susanto Direktur Utama Tzu Chi Hospital memaparkan Tzu Chi Hospital dengan konsep High Tech dan High Touch berencana akan mengembangkan kapasitas rumah sakit hingga 567 ranjang dari 200 yang sudah ada saat ini. 

Melihat materi pelatihan yang diberikan kali ini, Liu Su Mei berharap usai pelatihan ini para peserta menjadi lebih memahami Tzu Chi dan mendapatkan sukacita Dhamma, juga selalu bersemangat melatih diri di jalan Bodhisatwa ini.

“Hendaknya kita menyucikan hati kita sendiri, barulah menyucikan hati orang lain. Kita di dalam Tzu Chi, dalam bermasyarakat hendaknya mengembangkan rasa hormat, rasa syukur dan cinta kasih supaya kita dapat bersama-sama membina diri sesuai yang diharapkan Master,” tukasnya.

Pelantikan Relawan Calon Komite
Pelatihan yang dihadiri relawan dari belasan kota di seluruh Indonesia ini, 90 di antaranya dilantik menjadi Relawan Calon Komite Tzu Chi oleh Liu Su Mei. Salah satunya adalah Kuntjoro Kesuma (60), relawan komunitas Hu Ai Cikarang. Aktif menjadi relawan Abu Putih sejak 2018, Kuntjoro belajar banyak. Yang sebelumnya tidak tahu, kemudian menjadi tahu, dari yang awalnya hanya melihat saja, sekarang sudah dapat mempraktikkannya. Ia pun mengaku semakin tekun dan bersabar dalam menghadapi setiap masalah.

Kuntjoro Kesuma mengaku mengalami peningkatan dalam dirinya mulai dari tekad dan kesabaran selama menjalankan tanggung jawabnya dalam komunitas.

Kuntjoro pun tak menyangka, memasuki tahun 2021 ia diberi tanggung jawab menjadi Ketua Tim Tanggap Darurat (TTD) komunitas Hu Ai Cikarang. Ia sempat berpikir dua kali sebelum akhirnya memutuskan untuk menerima tanggung jawab besar tersebut. “Tiap orang memiliki jalinan jodohnya masing-masing. Kesempatan yang ada di Tzu Chi ini begitu luas, kalau kita tidak genggam, orang lain yang akan genggam. Oleh karena itu kita tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan yang ada,” ucap Kuntjoro.

Ketika ada baksos pembagian paket cinta kasih, Tim Tanggap Darurat yang dipimpin oleh Kunjtoro dengan sigap menanggapi kebutuhan yang diperlukan. Tentu saja dalam menjalani misi cinta kasih ini, kendala-kendala yang tidak diinginkan bisa saja muncul. Dalam waktu setahun menjadi Ketua TTD, Kuntjoro belajar menyelesaikan masalah yang sebelumnya belum pernah ia hadapi.

Ia mengaku bahwa terjadi peningkatan dalam dirinya mulai dari tekad dan kesabaran, terutama dalam menjalani tanggung jawabnya. ”Kita harus percaya diri, bersabar, dan yang terpenting kita harus punya tekad yang kuat dan hati yang tulus. Dari hati yang paling dalam, kita tuangkan untuk membantu orang lain. Jangan setengah hati dalam berusaha, harus berani mengambil resiko dalam membantu sesama,” tukasnya.

Melalui Kata Perenungan Master Cheng Yen, Joetifa Joelianto menjadi lebih memahami tujuan dan arah hidup yang harus ditempuhnya.  

Sementara itu Joetifa Joelianto (57), relawan komunitas He Qi Utara 1 juga dilantik menjadi relawan Calon Komite. Meski awalnya ikut kegiatan Tzu Chi karena menemani istri, yaitu Minarni yang sudah duluan menjadi relawan Tzu Chi, Joelianto malah akhirnya “ketagihan” karena melihat banyaknya penderitaan yang membutuhkan uluran tangannya. Ia pun resmi bergabung menjadi relawan Tzu Chi pada tahun 2017.

“Saya merasa ajaran Master (Cheng Yen) bagus, jadi saya memilih karena adanya keinginan hati, ada waktu maka saya genggam, ikut. Semua yang Master sampaikan adalah fakta di kehidupan sehari-hari, beliau lead by example (memimpin dari keteladanan). Kita juga dapat melihat relawan yang ikut Master itu dari semua kalangan, termasuk konglomerat, mereka mau ikut berkontribusi meskipun kepadatan (kesibukan) dalam kesehariannya. Master luar biasa bisa menghimpun begitu banyak murid-murid bajik, itu tidaklah mudah,” ucap Joelianto kagum.

Dari Kata Perenungan Master Cheng Yen yang dibacanya sehari-hari, ia pun menemukan pesan-pesan bajik yang disampaikan oleh Master Cheng Yen, terutama mengenai tujuan hidup. “Saya suka membaca kata-kata perenungan, itu sebenarnya mengingatkan kita tujuan hidup kita itu apa? Kita perlu menggunakan waktu lebih berguna. Kita mencari uang, tetapi jika tidak digunakan untuk sesuatu yang baik, saat kita meninggalkan dunia ini tanpa meninggalkan sesuatu, juga hampa. Jadi, berbuatlah apa yang kita bisa, karena esok kita belum mengetahui akan menjadi seperti apa,” katanya.

Dalam pelatihan ini, sebanyak 90 relawan Abu Putih dilantik menjadi Relawan Calon Komite.

“Banyak penderitaan di dunia ini, dan kita tidak bisa memilih ingin terlahir di mana, tetapi jika kita sudah punya kelebihan (kemampuan) dan kesempatan untuk berbuat baik, kita harus bersyukur. Apa pun yang bisa kita bantu buat mereka yang membutuhkan, pergunakan setiap waktu itu sebaik-baiknya, hidup tidaklah kekal,” Joelianto seakan telah menemukan arti dan tujuan hidupnya melalui Tzu Chi. Di Tzu Chi ia jadi mengetahui apa yang perlu ia lakukan dalam kehidupan supaya bermanfaat di masyarakat, pekerjaan, maupun di rumah.

Materi-materi pelatihan kali ini juga telah memberinya banyak manfaat. “Semua materi hari ini bagus, karena semua materi meng-cover kebutuhan kita, bagaimana materi tersebut dapat diaplikasikan dalam keseharian kita, sehingga bisa lebih intropeksi diri, lebih bijaksana. Apa kelebihan dan kekurangan kita,” kata Joelianto menutup pembicaraan.

Editor: Khusnul Khotimah

Artikel Terkait

Kamp 4in1: Kisah Inspiratif Menapaki Jalan Bodhisatwa

Kamp 4in1: Kisah Inspiratif Menapaki Jalan Bodhisatwa

18 September 2023

Dalam Pelatihan 4 in 1 yang berlangsung dua hari di Tzu Chi Center Jakarta, terdapat juga sharing inspiratif dari berbagai kota di Indonesia, di antaranya ada Kota Batam, Medan, dan Palembang.

Kamp 4 in 1: Kemandirian di Griya Jing Si dan Pelatihan Diri di Era Digital

Kamp 4 in 1: Kemandirian di Griya Jing Si dan Pelatihan Diri di Era Digital

30 September 2024

Di Kamp 4 in 1 hari kedua, 29 September 2024, para peserta berkesempatan mendengarkan sharing dari De Deng Shifu dan Wang Ben Rong, CEO Badan Misi Pendidikan Tzu Chi.

Kamp 4 in 1 2017: MelatihDiri, MenenangkanBatin

Kamp 4 in 1 2017: MelatihDiri, MenenangkanBatin

29 September 2017
Selamaduahari, 16 dan 17 September 2017, 786 relawan Tzu Chi yang datangdariberbagaikota di Indonesia mengikutiPelatihan 4 in 1 di Aula Jing Si, Tzu Chi Center, Jakarta. Jikasehari-harinyarelawan Tzu Chi terusbergerakbersumbangsihmembantu orang lain yang membutuhkan, makapelatihan yang mengusungtema “Sutra MaknaTanpa Batas” itudigunakanuntuk me-rechargebatindenganmenyelami Dharma Master Cheng Yen.
Sikap jujur dan berterus terang tidak bisa dijadikan alasan untuk dapat berbicara dan berperilaku seenaknya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -