Pelatihan 4in1: Titik Balik Kehidupan
Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Witono, Zhen Shan Mei malaysia
Lin Xia Shi, relawan Tzu Chi asal Malaysia
berbagi kisah hidupnya kepada relawan Tzu Chi Indonesia dalam Camp Pelatihan 4
in 1 pada tanggal 24-25 Mei 2014 di Aula Jing Si, PIK, Jakarta Utara.
“Orang yang bukan teladan juga bisa menjadi sebuah keteladanan.” (Master Cheng Yen)
“Sangat inspiratif.…!” Inilah kesan yang saya dapat saat mendengarkan sharing kisah Lin Xiao Shi [林孝式] dalam Kamp Pelatihan 4 in 1 yang diadakan tanggal 24-25 Mei 2014. Semua pemateri menyuguhkan kisah yang inspiratif ataupun pengetahuan baru kepada setiap relawan yang hadir, namun keputusan Lin Xiao Shi untuk melepaskan bisnis-bisnis ‘hitam’ dan kebiasaan buruknya menjadi sebuah keputusan yang sangat luar biasa.
Godfather Malaysia
Sejak kecil Lin Xiao Shi sudah akrab
dengan dunia hitam. Ia bergaul dengan lingkungan yang tidak baik (mafia). Ia
tidak sekolah, tetapi memiliki keinginan kuat untuk menjadi orang kaya. Ia
sangat mencintai uang, bahkan kecintaannya sangat aneh bagi orang lain. Ia
selalu menyeterika lembaran uangnya hingga rapi dan kemudian menyimpannya di
dalam buku. Jika sedang merasa kesal dan tidak enak hati maka ia tinggal
membuka buku itu dan memandangi uang-uangnya, dengan begitu hatinya pun kembali
tenang dan nyaman.
“Kalau Tzu Chi punya 4 misi (amal, kesehatan, pendidikan, dan budaya humanis-red), saya juga punya: minuman keras, seks, harta, dan perilaku buruk,” kata Lin Xiao Shi membuka sharingnya. Tahun 1986 Lin mulai membuka usaha video game di Kualalumpur, Malaysia. Karena pergaulannya yang akrab dengan para mafia, bisnisnya pun dengan cepat membesar dan menggurita. “Tempatnya video game, tapi sebenarnya itu permainan judi,” ungkap Lin.
Lin Xiao Shi (kedua dari kanan) saat menghadiri
pembukaan Jing Si Books & Café pertama di Kuala Lumpur, Malaysia.
Setelah mengenal Tzu Chi Lin Xiao Shi aktif menjadi relawan dan membantu masyarakat kurang mampu di Malaysia. Salah satunya adalah dengan menjadi relawan survei.
Empat tahun kemudian (1990) ia pun mulai membuka usaha karaoke. Bukan hanya sekadar tempat bernyanyi, tempat ini juga mulai menyediakan obat-obatan terlarang (ectasy). Tahun 1996 usaha karaokenya berkembang pesat. Tempat karaokenya berubah menjadi klub malam terbesar di Malaysia. Dalam semalam bisa menampung 5 – 6 ribu orang di dalamnya. Namanya pun semakin ‘harum’ di kalangan dunia malam. Setiap orang yang bertemu, mengenali dan menyebutnya sebagai “pelindung”. “Ini membuat saya tidak nyaman,” tegasnya. Namun ia terus mengejar uang sehingga setiap malam dihabiskannya di klubnya bersama dengan teman-temannya. Ia terjebak dalam Lima Racun dunia: ketamakan, kebencian, kebodohan, kesombongan, dan keraguan.
Mengubah Arah Hidup
Titik balik kehidupan Lin Xiao Shi terjadi di tahun 2004. Ini
bermula ketika Ci Lu Shijie, Ketua He Qi Malaysia saat itu mendatangi dan
meminta izin untuk menggunakan salah satu tempat milik Lin untuk digunakan
insan Tzu Chi. Lin pun langsung menyetujui karena ia tahu kegiatan-kegiatan Tzu
Chi. Ci Lu Shijie juga mengajaknya ke
Hualien, Taiwan, dan menginap di Griya Jing Si. “Ini mengubah pandangan saya.
Di Jing Si hidup sangat menderita, Subuh sudah bangun, padahal biasanya saya
Subuh justru baru pulang dari klub malam,” terang Lin.
Mendengar ajaran Master Cheng Yen, batinnya pun luluh. Lin yang di Malaysia dikenal sebagai sosok keras (Godfaher dunia hitam Malaysia) bahkan sampai meneteskan air mata. “Saya di Malaysia sangat berkuasa, jika ada yang melihat saya menangis, saya malu,” ujar Lin disambut gemuruh tepuk tangan peserta pelatihan. Di griya Jing Si Hualien, Taiwan ini, meski kehidupannya sangat ketat, teratur, dan sederhana, tetapi Lin merasa bahagia dan sukacita mendalam. Saat mendengar kisah Lin, Master Cheng Yen berkata, “Jangan biarkan anak muda terlalu maju.” Master Cheng Yen juga mengatakan bahwa di dunia yang penuh lima kekeruhan ini, entah apakah bisa beliau membabarkan Sutra Bunga Teratai. “Jika tidak mendengar, kalian pasti menyesal,” kata Lin mengulang pesan Master Cheng Yen.
Sepulangnya dari Taiwan, Lin Xiao Shi mulai mencoba mengubah arah hidupnya. Ia mau menjual bisnisnya dan beralih ke bisnis yang lain. Tapi, setelah ia mengetahui tentang hukum karma, Lin tidak lagi mencoba menjual, tetapi ia mulai menutup usaha klub malamnya satu per satu. “Saya lepas dan memulai hidup (bisnis-red) baru,” tegas Lin.Tidak hanya mengubah diri sendiri, Lin juga bersikeras untuk mengajak teman-temannya mengenal Tzu Chi dan mengubah jalan hidup mereka. “Teman-teman saya tuntun ke Tzu Chi. Dalam setahun setidaknya kurang lebih 20 kali saya ke Taiwan (Hualien),” kata Lin. Lin Xiao Shi pun mulai turun bersumbangsih di Malaysia, bersama-sama insan Tzu Chi lainnya membantu mereka yang membutuhkan pertolongan. Meski penghasilan yang diperolehnya tidak sebesar dulu, namun kebahagiaan yang dirasakan Lin Xiao Shi jauh lebih besar. “Kebahagiaan dan kesenangan duniawi dapat lenyap dalam seketika, tetapi kebahagiaan dalam bersumbangsih itu akan selamanya ada,” kata Lin Xiao Shi menutup sharingnya dengan mengutip perkataan Master Cheng Yen.