Pelatihan Relawan Abu Putih: Kerinduan Berbuat Kebajikan
Jurnalis : Suyanti Samad (He Qi Pusat), Fotografer : Henry Surya (He Qi Pusat)Pada Minggu, 15 November 2015, komunitas relawan He Qi Pusat mengadakan pelatihan relawan abu putih pertama di Kantor Sekretariat He Qi Pusat. Para peserta pelatihan ini berasal dari wilayah Jakarta,bogor, Cibinong hingga Bekasi.
Minggu pagi, 15 November 2015, nampak para relawan memasuki Kantor Sekretariat He Qi Pusat dengan penuh semangat untuk mengikuti Pelatihan Relawan Abu Putih yang pertama. Para peserta pelatihan ini berasal dari wilayah Jakarta, Bogor, Cibinong hingga Bekasi.
Mettasari, pembaca acara pelatihan ini menjelaskan bahwa tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menyamakan irama dan persepsi mengenai visi-misi Tzu Chi. Lebih lanjut, Mettasari mengungkapkan pelatihan ini ini juga merupakan pedoman melatih diri dalam setiap aktivitas Tzu Chi yang diikuti oleh para relawan di kemudian hari.
Pelatihan dimulai pada pukul 08.25 wib dengan melakukan penghormatan kepada Master Cheng Yen, menyanyikan lagu “Mars Tzu Chi” dan bersama-sama membacakan 10 Sila Tzu Chi. Kemudian para relawan dibagi dalam beberapa kelompok.
Like Hermansyah, Koordinator Relawan He Qi Pusat telah mempersiapkan materi antara lain sejarah dan semangat celengan bambu, penerapan dan semangat 4 in 1, semangat budaya humanis, dan keindahan budaya humanis. Materi-materi ini akan melengkapi materi awal yang telah mereka dapatkan saat mengikuti sosialisasi calon relawan baru. Sehingga, nantinya para relawan dapat menerapkan materi ini dalam berbagai kegiatan Tzu Chi sebagai ladang pelatihan diri.
Seperti yang dirasakan oleh Suwandi (44), seorang relawan rompi yang mengenal Tzu Chi dari DAAI TV serta cerita dari temannya. Rasa penasaran mendorongnya mencari tahu lebih banyak mengenai Tzu Chi melalui internet. Mengetahui ada Jing Si Books and Café di bilangan Blok M, Suwandi datang dan mulai mengenal lebih dalam tentang organisasi kemanusiaan itu.
Meski belum mengikuti sosialisasi relawan, Suwandi berinisiatif ikut berbagai kegiatan yang diadakan oleh relawan He Qi Selatan. Misalnya saja survei kasus ke penerima bantuan. Melalui kisah hidup para pemohon bantuan, Suwandi tersadar. Ia sadar bahwa masih banyak penderitaan, kesusahan, dan perjuangan dari masyarakat papa yang perlu bantuan untuk bangkit. Tapi di balik itu, Suwandi mendapat satu hal, yaitu lebih bersyukur atas kehidupannya saat ini.
Suwandi menuturkan ingin meneladani filosofi gan en (bersyukur), zun zhong (menghargai), dan ai (cinta kasih).
“Saya berharap bisa terus bersumbangsih di Tzu Chi supaya hidup saya lebih berarti bagi orang lain serta terus belajar kisah hidup orang yang dibantu oleh Tzu Chi, juga belajar dari shixiong shijie (panggilan relawan di Tzu Chi –red) lainnya di Tzu Chi,” pungkas Suwandi.
Suwandi di sela-sela kegiatan pelatihan menuturkan ingin meneladani filosofi gan en (bersyukur), zun zhong (menghargai), dan ai (cinta kasih). “Saya harus banyak belajar lebih bersyukur, lebih menghargai orang lain, dan penuh kasih sayang menerima kelebihan dan kekurangan orang lain terutama kekurangan diri sendiri,” ujar Suwandi.
Kebahagiaan yang Tak Terlukiskan
Seperti Suwandi, peserta pelatihan lain yaitu Herbert Napitupulu (59) mengenal Tzu Chi dari rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu yang sama membuatnya beberapa kali ikut kegiatan Tzu Chi selama 2 bulan terakhir ini. Menurutnya, walau fisik terkuras, namun setiap kegiatan memberikan sebuah “kebahagiaan yang tak terlukiskan”. Sebuah kerinduan melakukan kebajikan.
Herbert Napitupulu (tengah) bersyukur dapat ikut dalam kegiatan Tzu Chi yang meski melelahkan secara fisik, akan tetapi memberikan “kebahagiaan yang tak terlukiskan”.
“Waktu itu saya ikut menurunkan beras dari mobil, disusun di lantai yang telah dilapis dengan terpal. Terpikir sejenak, masa saya jadi tukang pikul beras. Tetapi dalam hati saya berkata, ‘ini adalah bagian dari kegiatan sosial yang dilakukan oleh Yayasan Buddha Tzu Chi. Jadi ga berpikir gengsi dan sebagainya. Saya merasa bahagia walaupun pulang dari kegiatan itu, badan saya pegal-pegal. Tetapi ada suatu kebahagiaan. Itulah juga merupakan masa yang paling berkesan,” Herbert kembali mengingat kegiatan pembagian beras yang pernah dia ikuti.
Membantu sesama dan pada saat yang sama melatih ke dalam diri adalah tujuan didirikannya Tzu Chi. Setiap insan yang bertekun bersumbangsih akan membangkitkan kebijaksanaan di dalam dirinya dan diri orang lain untuk menyucikan hati manusia dan menciptakan dunia yang terbebas dari segala bencana.