Pelatihan Relawan: Dharma Tak Bersuara

Jurnalis : Erli Tan, Indri W.Hendarmin (He Qi Utara), Fotografer : Erli Tan (He Qi Utara)
 
 

foto
Di tengah lobi terdapat sebuah relief yang berisikan tentang kisah Tzu Chi Indonesia.

Sebelum berganti seragam menjadi biru putih, setiap relawan abu putih Tzu Chi wajib mengikuti pelatihan terlebih dahulu. Bagi komunitas He Qi Utara, Pelatihan Relawan Abu Putih yang berlokasi di Tzu Chi Centre tanggal 16 Juni 2013 adalah yang ketiga kalinya di tahun ini. Peserta kali ini bukan hanya dari komunitas He Qi Utara, tapi bergabung dengan relawan dari Tzu Chi Sinar Mas Group.

Menurut Anie Wijaya Shijie sebagai kooordinator acara, bergabungnya Tzu Chi Sinar Mas ini bertujuan agar pemahaman relawan dari Sinar Mas Group terhadap Tzu Chi dapat lebih mendalam. Selain itu juga bertujuan agar tidak terjadi keeksklusifan, karena biasanya Tzu Chi Sinar Mas melaksanakan training tersendiri sejak bergabung dengan Tzu Chi dari tahun 2003.

Pelatihan kali ini terkesan menarik dan unik, pasalnya pelatihan yang biasanya berlangsung di dalam ruangan dengan peserta yang duduk diam serta disuguhi dengan materi dan sharing relawan, saat itu justru hanya terjadi dalam sedikit sesi. Sedangkan untuk sesi utamanya, para peserta diajak berkeliling Aula Jing Si, mengunjungi setiap pos yang sudah disediakan panitia, lengkap dengan pembicaranya di setiap pos. Tujuannya adalah agar setiap peserta dapat memahami dan mengenal Aula Jing Si lebih mendetail. Karena adalah rumah insan Tzu Chi, tentunya relawan harus menjadi orang yang memahami rumahnya sendiri. Diharapkan setiap relawan dapat menceritakan semangat Jing Si dan berbagai kisah yang terekam di dalam Aula Jing Si kepada masyarakat, menginsipirasi lebih banyak orang untuk mengikuti jejak Master Cheng Yen dalam menyebarkan kebajikan dan budaya humanis.

Mengenal Aula Jing Si lebih dekat, bukan hanya yang ada di dalam gedung. Yang ada di luar gedung juga tidak terabaikan. Mengawali sesi pelatihan, para peserta melakukan pradaksina (meditasi berjalan) untuk menenangkan hati dan pikiran, mempersiapkan diri untuk mengikuti pelatihan. Peserta yang awalnya berkumpul dan berbaris rapi di Lobi Ci Bei Lantai 1, diarahkan untuk berbaris di luar ruangan. Sesaat setelah lagu Jìng Jì QÄ«ng Chéng berkumandang, barisan relawan yang bagai semut beriring itu pun mulai bergerak. Di sisi kanan adalah barisan para Shixiong (relawan pria), dan di sisi kiri adalah para Shijie (relawan wanita). Bergerak dari lantai 1, kelompok Shixiong dan kelompok Shijie bergerak menuju arah yang berlawanan, masing-masing mengitari setengah dari Lapangan Teratai. Barisan terlihat rapi dan khidmat, hingga bertemu di depan tangga seribu, lalu sama-sama bergerak naik menuju lantai 2. Pradaksina selesai saat barisan tiba di depan pintu tembaga. Terdapat empat pilar utama di kedua sisi, dua di kiri dan dua di kanan, melambangkan empat misi utama yang diemban Tzu Chi. Pintu utama Aula Jing Si yang terbuat dari tembaga itu terlihat sangat berat, kokoh, dan megah, di atasnya terukir gambar tempat awal berdirinya Yayasan Buddha Tzu Chi, yaitu Griya Jing Si di Hualien, Taiwan. Mei Rong Shijie, salah satu panitia acara pada saat itu pun menjelaskan arti detail dari ukiran tersebut, demikian juga dengan huruf-huruf mandarin yang terukir di sisi bagian dalam pintu.

Murid Yang Memahami Guru
Sebelum mengunjungi pos-pos yang disediakan panitia, para peserta didampingi mentor (duifu) berkumpul terlebih dahulu di Ruang Fu Hui di lantai 2. Para peserta juga dibekali pengetahuan mengenai Tata Krama Makan, Tata Krama Berjalan, dan Tata Krama Tidur. Dibawakan oleh Lim Airu Shijie yang dengan sabar memberi penjelasan, ternyata banyak juga yang baru pertama kali mengetahui adanya tata krama seperti itu. Tata krama inilah yang membentuk budaya humanis di Tzu Chi. Di akhir sharingnya, Airu Shijie menghadiahkan sebuah Kata Perenungan Master Cheng Yen kepada peserta, dan mengajak mereka untuk sama-sama menyerukan dengan semangat, “Mari kita menyebutnya bersama-sama: XìnxÄ«n, yìlì, yÇ’nggÇŽn, zhì tiānxià méiyÇ’u wÇ’ bùnéng zuò de shì. Dengan keyakinan, keuletan, dan keberanian, maka tidak ada hal yang tidak bisa saya lakukan di dunia ini.”

Masih di dalam Ruang Fu Hui, sesi berlanjut dengan sharing Hendry Zhou Shixiong dengan topik “Menjadi Murid yang Memahami Guru”. Di tengah sharingnya, terdapat beberapa video yang memperlihatkan Master Cheng Yen sedang berbicara, “Mengapa saya mau mendirikan DAAI TV? Karena manusialah yang menyebarkan kebenaran, untuk itu dibutuhkan sebuah media yang solid, sebuah alat untuk menyebarkan ajaran kebenaran, sebuah alat yang bisa membimbing masyarakat.” DAAI TV adalah media yang bisa digunakan dan dapat berperan sebagai penuntun masyarakat. Dengan mengikuti program acara Lentera Kehidupan, kita melatih diri ke luar melalui kegiatan Tzu Chi. Kemudian dengan mendengar wejangan Master Cheng Yen melalui program acara Sanubari Teduh, kita melatih diri ke dalam batin. Keduanya sama pentingnya. Hendry Shixiong kembali mengingatkan bahwa kita harus mempergunakannya dengan baik untuk menyucikan hati manusia. “Master Cheng Yen tiap hari datang ke rumah kita, lima kali dalam sehari, hanya tergantung pada kita apakah kita mau membukakan pintu? Caranya sangat mudah, yaitu dengan membuka siaran DAAI TV.”  

foto  foto

Keterangan :

  • Seorang relawan sedang menjelaskan tentang Master Cheng Yen yang terdapat di dalam poster (kiri).
  • Para peserta diajak untuk melihat lukisan mozaik (kanan).

Hendry Shixiong kembali berujar, “Mengapa Master Cheng Yen mau berceramah setiap hari? Demi apakah beliau melakukan semua itu?” Terlihat di slide adalah foto Master Cheng Yen dalam kondisi sedang diinfus, kemudian dilanjutkan dengan sebuah video yang memperlihatkan Master Cheng Yen sedang berbicara dengan suara parau menahan haru yang di dalamnya terdengar ada perasaan tak berdaya “Saya tidak punya apa-apa, saya hanya punya sebuah nyawa. Apa yang bisa saya lakukan untuk membalas budi kalian? Saya hanya berharap agar kalian (murid-muridku) dapat menumbuhkan jiwa kebijaksanaan. Saya masih punya berapa banyak waktu? Melihat semakin panjangnya barisan Tzu Chi, membuat saya semakin tidak rela. Saya sangat mengasihi kalian.” Mendengar ucapan Master Cheng Yen yang seperti itu, murid-murid (relawan) manakah yang tidak terharu? Hati tentu merasa tidak tega apalagi melihat fisik guru yang bagitu rapuh. Mungkin saat itu di dalam hati mereka juga terpekik sebuah kalimat yang sama, “Shang Ren, wo ai nin”, “Master, saya juga mengasihimu”. Di akhir sharingnya, Hendry Shixiong yang pekerjaan sehari-harinya selalu berhadapan dengan program acara Lentera Kehidupan dan Sanubari Teduh DAAI TV itu berharap, agar kita semua bisa menjadi murid yang memahami guru kita Master Cheng Yen, dan juga menjalankan ajarannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga jiwa kebijaksanaan kita dapat bertumbuh.

Mengenal Lebih Dekat Rumah Insan Tzu Chi
Mengunjungi setiap pos yang tersebar di Tzu Chi Centre, 209 peserta pelatihan dibagi menjadi 8 kelompok. Tiap kelompok bergerak dan berpindah-pindah dari satu pos ke pos berikutnya, bergiliran mengunjungi 8 pos yang telah disediakan. Pos pertama berlokasi di Gedung DAAI lantai 1, di sana mereka dapat mengenal misi budaya humanis dengan prinsip Zhen-Shan-Mei, merekam jejak cinta kasih relawan Tzu Chi dan penyebaran ajaran Jing Si melalui berbagai media. Pos kedua berada di Lobi Ci Bei, terdapat sebuah relief dengan ukuran besar yang terukir di dinding, berisi simbol-simbol yang menggambarkan siklus perjalanan hidup manusia dan penyebaran cinta kasih Tzu Chi di Indonesia melalui delapan misi. Secara keseluruhan, relief tersebut menggambarkan sebuah siklus kehidupan dan sebuah budaya humanis yang semestinya terjadi di dunia nyata, juga merupakan harapan agar setiap orang dapat menjalankan kehidupan penuh berkah seperti itu. Hidup bukanlah semata hanya mengejar kekayaan materi. Karena sudah berjodoh dan kenal dengan Yayasan Buddha Tzu Chi, diharapkan setiap orang dapat hidup berdampingan dengan damai, harmonis, dan sejahtera.

Pos ketiga, keempat, dan kelima berada di dalam Exhibition Hall yang terletak di belakang Lobi Ci Bei. Di dalam ruangan ini terpampang ratusan poster berisi tulisan dan foto-foto yang merupakan jejak nyata sejarah perjalanan Yayasan Buddha Tzu Chi, dari Taiwan menyebar ke Indonesia. Setiap poster tertata apik dengan pencahayaan yang telah disesuaikan sehingga terlihat indah dan mengesankan. Ada juga poster yang dibuat pop up seperti yang terdapat pada poster Kali Angke, membuat Kali Angke yang hitam dan banyak sampahnya seolah-olah hadir di dalam ruangan Exhibition Hall. Ketiga pos yang terdapat di dalam ruang ini tersebar di tiga titik dengan pembicara yang berbeda-beda pula. Melalui poster-poster dan penjelasan dari pembicara, para peserta dapat mengenal asal mula Tzu Chi yang berlandaskan prinsip kemandirian Master Cheng Yen, bagaimana beliau menjalankan misi amal sosial hingga kemudian tumbuh banyak benih dan tersebar sampai ke Indonesia. Terdapat juga poster-poster mengenai proyek-proyek yang pernah diwujudkan di Indonesia, seperti proyek di Aceh dan Kali Angke. Para peserta juga diberi penjelasan mengenai sejarah misi kesehatan dan misi pelestarian lingkungan yang ada di Indonesia.

Di pos keenam, para peserta diajak naik ke lantai 4 Aula Jing Si, di sana terdapat replika pondok kecil tempat tinggal Master Cheng Yen ketika membina diri sebelum didirikannya Yayasan Buddha Tzu Chi. Selain itu peserta juga dapat mengenal Jiang Jing Tang, yaitu ruang pembabaran dharma, dimana pada panggungnya terdapat sebuah rupang Buddha yang disebut Yi Zou Da Jue Zi (Yang Maha Sadar). Di sana peserta dapat melihat dengan dekat latar panggung yang terbuat dari susunan mozaik berukuran 1x1 cm. Susunan mozaik itu membentuk illustrasi seperti ruang angkasa dipadu dengan langit biru dan bintang yang berkilau. Di bagian bawah Yi Zou Da Jue Zi terdapat susunan mozaik hijau berbentuk peta dunia, dan bila dilihat lebih cermat lagi, warna hijau yang membentuk peta itu adalah daun bodhi yang tumbuh dari pohonnya. Setiap mozaik yang begitu kecil membentuk satu kesatuan yang indah, ini seperti yang dikatakan Master Cheng Yen, bila setiap orang melakukan fungsi dan tanggung jawabnya masing-masing dengan baik, dan tidak menyinggung pekerjaan orang lain, maka akan membentuk hasil yang sempurna.

foto  foto

Keterangan :

  • Di lantai 4 para peserta juga diajak untuk mengetahui kehidupan Master Cheng Ye di masa-masa awal Tzu Chi (kiri).
  • Terakhir para peserta diajak untuk mengunjungi Jing Book & Café untuk mengenal produk-produk Tzu Chi (kanan).

Selanjutnya adalah pos ketujuh. Pos ketujuh adalah Jing Si Books & Cafe yang terdapat di lantai 1, para peserta diajak untuk mengenal produk-produk Jing Si. Jing Si Books & Cafe merupakan salah satu perwujudan prinsip kemandirian Master Cheng Yen. Selain itu, produk-produk Jing Si seperti buku-buku, CD lagu dan CD drama juga dapat berfungsi sebagai media yang dapat digunakan untuk menyebarkan ajaran Jing Si, yaitu ajaran kebenaran mengenai filosofi hidup dan cara bagaimana agar setiap manusia dapat menyucikan hati dan pikirannya. Pos terakhir terletak di Gan En Lou lantai 1, di sini para peserta berkenalan dengan TCUCEC (Tzu Chi University Continuing Education Centre), sebuah lembaga yang menyediakan pendidikan keterampilan bagi masyarakat umum yang berbasis budaya humanis Tzu Chi. Tujuannya adalah meningkatkan budaya humanis masyarakat, menciptakan dunia yang mengandung kebenaran, kebajikan, dan keindahan yang bertata krama dan penuh kasih.
 
Menghargai Ladang Berkah
Setelah selesai berkeliling, semua peserta kembali lagi ke Ruang Fu Hui, sebelum acara ditutup. Livia Shijie, Wakil Ketua komunitas He Qi Utara memberi sedikit pesan cinta kasih, “Hari ini setelah keliling Jing Si Tang apakah Shixiong Shijie mendapat banyak?” Dengan wajah senyum ceria dan badan bergelagat lincah yang seakan memberi kesan tak pernah lelah, Livia Shijie melanjutkan, “Kalo sudah dapat banyak harus dibagi, untuk menginspirasi orang lain lagi. Master Cheng Yen berpesan kita harus bisa menggalang lebih banyak lagi hati dan bodhisatwa dunia. Di Indonesia sudah lengkap ada empat misi, kita sudah bisa menjadi teladan bagi negara lain. Mari kita makin bersemangat, bersama-sama menggalang lebih banyak bodhisatwa dunia. Gan en semua.”

Bersama-sama menggalang bodhisatwa, bersama-sama menggarap ladang berkah. Seperti menarik sebuah kereta yang bergerak maju menuju bukit yang tinggi, sebuah pekerjaan yang tidak mudah. Untuk itu dibutuhkan kekuatan dari semua orang. Di penutup acara, semua peserta berbaris kembali di Lobi Ci Bei. Dipandu oleh tim isyarat tangan He Qi Utara, semua peserta melakukan gerakan isyarat tangan lagu La Che Xiang Qian Xing dengan penuh semangat. Semua peserta dengan hati dan wajah penuh sukacita mengikuti setiap gerakan. Sebelum lagu berakhir, tim isyarat tangan bergabung dengan peserta membentuk barisan yang amat sangat panjang, sebuah “kereta” yang seakan-akan tidak ada ekornya, mengelilingi ruangan Lobi Ci Bei. Rasa kompak dan penuh dengan kekuatan terasa di hati setiap peserta, memberi sebuah keyakinan bahwa dengan ada kamu, ada dia, dan ada saya, tidak ada yang tidak bisa kita wujudkan.

Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta diharapkan dapat menjalankan misi Tzu Chi dengan baik. Selain itu juga diharapkan dapat menceritakan Tzu Chi, membawa tour saat ada tamu, teman atau kerabat yang mengunjungi, sehingga warisan ini dapat mengalir terus dari jaman ke jaman selama ribuan tahun. Setiap ruangan, setiap sudut, setiap ukiran, dan setiap detail sekecil apapun yang terdapat di Tzu Chi Centre, semuanya mengandung filosofi dan makna yang dalam, inilah yang disebut dharma tak bersuara. Sejak adanya Tzu Chi Centre, maka pembabaran dharma tanpa suara pun telah berlangsung.

  
 

Artikel Terkait

Bersumbangsih kepada Lingkungan dengan Membuat Ecoenzyme

Bersumbangsih kepada Lingkungan dengan Membuat Ecoenzyme

21 Oktober 2021

Para relawan pelestarian lingkungan di Xie Li Yayasan dan DAAI TV memanfaatkan waktu dengan praktik membuat eco enzyme. Para karyawan ini tampak antusias dengan membawa sendiri bahan organiknya.

Bersama Menyehatkan Warga Desa Kayu Ara

Bersama Menyehatkan Warga Desa Kayu Ara

14 Desember 2023

Bakti sosial pengobatan umum digelar pertama kali oleh relawan Tzu Chi di Xie Li Sumatra Selatan (Sumsel) 1 dari PT Bumi Sawit Permai untuk warga Desa Kayu Ara, Kecamatan Rambang Kuang, Kabupaten Ogan Ilir, Rabu (6/12/23). 

Anugerah Peduli Pendidikan untuk Tzu Chi

Anugerah Peduli Pendidikan untuk Tzu Chi

30 September 2010
"Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia adalah salah satu organisasi keagamaan yang juga memiliki kepedulian tinggi terhadap kemanusiaan," kata Mendiknas, Muhammad Nuh dalam acara “Anugerah Peduli Pendidikan”.
Menyayangi dan melindungi benda di sekitar kita, berarti menghargai berkah dan mengenal rasa puas.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -