Pelatihan Relawan: Dharma Tak Bersuara
Jurnalis : Erli Tan, Indri W.Hendarmin (He Qi Utara), Fotografer : Erli Tan (He Qi Utara)
|
| ||
Menurut Anie Wijaya Shijie sebagai kooordinator acara, bergabungnya Tzu Chi Sinar Mas ini bertujuan agar pemahaman relawan dari Sinar Mas Group terhadap Tzu Chi dapat lebih mendalam. Selain itu juga bertujuan agar tidak terjadi keeksklusifan, karena biasanya Tzu Chi Sinar Mas melaksanakan training tersendiri sejak bergabung dengan Tzu Chi dari tahun 2003. Pelatihan kali ini terkesan menarik dan unik, pasalnya pelatihan yang biasanya berlangsung di dalam ruangan dengan peserta yang duduk diam serta disuguhi dengan materi dan sharing relawan, saat itu justru hanya terjadi dalam sedikit sesi. Sedangkan untuk sesi utamanya, para peserta diajak berkeliling Aula Jing Si, mengunjungi setiap pos yang sudah disediakan panitia, lengkap dengan pembicaranya di setiap pos. Tujuannya adalah agar setiap peserta dapat memahami dan mengenal Aula Jing Si lebih mendetail. Karena adalah rumah insan Tzu Chi, tentunya relawan harus menjadi orang yang memahami rumahnya sendiri. Diharapkan setiap relawan dapat menceritakan semangat Jing Si dan berbagai kisah yang terekam di dalam Aula Jing Si kepada masyarakat, menginsipirasi lebih banyak orang untuk mengikuti jejak Master Cheng Yen dalam menyebarkan kebajikan dan budaya humanis. Mengenal Aula Jing Si lebih dekat, bukan hanya yang ada di dalam gedung. Yang ada di luar gedung juga tidak terabaikan. Mengawali sesi pelatihan, para peserta melakukan pradaksina (meditasi berjalan) untuk menenangkan hati dan pikiran, mempersiapkan diri untuk mengikuti pelatihan. Peserta yang awalnya berkumpul dan berbaris rapi di Lobi Ci Bei Lantai 1, diarahkan untuk berbaris di luar ruangan. Sesaat setelah lagu Jìng Jì QÄ«ng Chéng berkumandang, barisan relawan yang bagai semut beriring itu pun mulai bergerak. Di sisi kanan adalah barisan para Shixiong (relawan pria), dan di sisi kiri adalah para Shijie (relawan wanita). Bergerak dari lantai 1, kelompok Shixiong dan kelompok Shijie bergerak menuju arah yang berlawanan, masing-masing mengitari setengah dari Lapangan Teratai. Barisan terlihat rapi dan khidmat, hingga bertemu di depan tangga seribu, lalu sama-sama bergerak naik menuju lantai 2. Pradaksina selesai saat barisan tiba di depan pintu tembaga. Terdapat empat pilar utama di kedua sisi, dua di kiri dan dua di kanan, melambangkan empat misi utama yang diemban Tzu Chi. Pintu utama Aula Jing Si yang terbuat dari tembaga itu terlihat sangat berat, kokoh, dan megah, di atasnya terukir gambar tempat awal berdirinya Yayasan Buddha Tzu Chi, yaitu Griya Jing Si di Hualien, Taiwan. Mei Rong Shijie, salah satu panitia acara pada saat itu pun menjelaskan arti detail dari ukiran tersebut, demikian juga dengan huruf-huruf mandarin yang terukir di sisi bagian dalam pintu. Murid Yang Memahami Guru Masih di dalam Ruang Fu Hui, sesi berlanjut dengan sharing Hendry Zhou Shixiong dengan topik “Menjadi Murid yang Memahami Guru”. Di tengah sharingnya, terdapat beberapa video yang memperlihatkan Master Cheng Yen sedang berbicara, “Mengapa saya mau mendirikan DAAI TV? Karena manusialah yang menyebarkan kebenaran, untuk itu dibutuhkan sebuah media yang solid, sebuah alat untuk menyebarkan ajaran kebenaran, sebuah alat yang bisa membimbing masyarakat.” DAAI TV adalah media yang bisa digunakan dan dapat berperan sebagai penuntun masyarakat. Dengan mengikuti program acara Lentera Kehidupan, kita melatih diri ke luar melalui kegiatan Tzu Chi. Kemudian dengan mendengar wejangan Master Cheng Yen melalui program acara Sanubari Teduh, kita melatih diri ke dalam batin. Keduanya sama pentingnya. Hendry Shixiong kembali mengingatkan bahwa kita harus mempergunakannya dengan baik untuk menyucikan hati manusia. “Master Cheng Yen tiap hari datang ke rumah kita, lima kali dalam sehari, hanya tergantung pada kita apakah kita mau membukakan pintu? Caranya sangat mudah, yaitu dengan membuka siaran DAAI TV.”
Keterangan :
Hendry Shixiong kembali berujar, “Mengapa Master Cheng Yen mau berceramah setiap hari? Demi apakah beliau melakukan semua itu?” Terlihat di slide adalah foto Master Cheng Yen dalam kondisi sedang diinfus, kemudian dilanjutkan dengan sebuah video yang memperlihatkan Master Cheng Yen sedang berbicara dengan suara parau menahan haru yang di dalamnya terdengar ada perasaan tak berdaya “Saya tidak punya apa-apa, saya hanya punya sebuah nyawa. Apa yang bisa saya lakukan untuk membalas budi kalian? Saya hanya berharap agar kalian (murid-muridku) dapat menumbuhkan jiwa kebijaksanaan. Saya masih punya berapa banyak waktu? Melihat semakin panjangnya barisan Tzu Chi, membuat saya semakin tidak rela. Saya sangat mengasihi kalian.” Mendengar ucapan Master Cheng Yen yang seperti itu, murid-murid (relawan) manakah yang tidak terharu? Hati tentu merasa tidak tega apalagi melihat fisik guru yang bagitu rapuh. Mungkin saat itu di dalam hati mereka juga terpekik sebuah kalimat yang sama, “Shang Ren, wo ai nin”, “Master, saya juga mengasihimu”. Di akhir sharingnya, Hendry Shixiong yang pekerjaan sehari-harinya selalu berhadapan dengan program acara Lentera Kehidupan dan Sanubari Teduh DAAI TV itu berharap, agar kita semua bisa menjadi murid yang memahami guru kita Master Cheng Yen, dan juga menjalankan ajarannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga jiwa kebijaksanaan kita dapat bertumbuh. Mengenal Lebih Dekat Rumah Insan Tzu Chi Pos ketiga, keempat, dan kelima berada di dalam Exhibition Hall yang terletak di belakang Lobi Ci Bei. Di dalam ruangan ini terpampang ratusan poster berisi tulisan dan foto-foto yang merupakan jejak nyata sejarah perjalanan Yayasan Buddha Tzu Chi, dari Taiwan menyebar ke Indonesia. Setiap poster tertata apik dengan pencahayaan yang telah disesuaikan sehingga terlihat indah dan mengesankan. Ada juga poster yang dibuat pop up seperti yang terdapat pada poster Kali Angke, membuat Kali Angke yang hitam dan banyak sampahnya seolah-olah hadir di dalam ruangan Exhibition Hall. Ketiga pos yang terdapat di dalam ruang ini tersebar di tiga titik dengan pembicara yang berbeda-beda pula. Melalui poster-poster dan penjelasan dari pembicara, para peserta dapat mengenal asal mula Tzu Chi yang berlandaskan prinsip kemandirian Master Cheng Yen, bagaimana beliau menjalankan misi amal sosial hingga kemudian tumbuh banyak benih dan tersebar sampai ke Indonesia. Terdapat juga poster-poster mengenai proyek-proyek yang pernah diwujudkan di Indonesia, seperti proyek di Aceh dan Kali Angke. Para peserta juga diberi penjelasan mengenai sejarah misi kesehatan dan misi pelestarian lingkungan yang ada di Indonesia. Di pos keenam, para peserta diajak naik ke lantai 4 Aula Jing Si, di sana terdapat replika pondok kecil tempat tinggal Master Cheng Yen ketika membina diri sebelum didirikannya Yayasan Buddha Tzu Chi. Selain itu peserta juga dapat mengenal Jiang Jing Tang, yaitu ruang pembabaran dharma, dimana pada panggungnya terdapat sebuah rupang Buddha yang disebut Yi Zou Da Jue Zi (Yang Maha Sadar). Di sana peserta dapat melihat dengan dekat latar panggung yang terbuat dari susunan mozaik berukuran 1x1 cm. Susunan mozaik itu membentuk illustrasi seperti ruang angkasa dipadu dengan langit biru dan bintang yang berkilau. Di bagian bawah Yi Zou Da Jue Zi terdapat susunan mozaik hijau berbentuk peta dunia, dan bila dilihat lebih cermat lagi, warna hijau yang membentuk peta itu adalah daun bodhi yang tumbuh dari pohonnya. Setiap mozaik yang begitu kecil membentuk satu kesatuan yang indah, ini seperti yang dikatakan Master Cheng Yen, bila setiap orang melakukan fungsi dan tanggung jawabnya masing-masing dengan baik, dan tidak menyinggung pekerjaan orang lain, maka akan membentuk hasil yang sempurna.
Keterangan :
Selanjutnya adalah pos ketujuh. Pos ketujuh adalah Jing Si Books & Cafe yang terdapat di lantai 1, para peserta diajak untuk mengenal produk-produk Jing Si. Jing Si Books & Cafe merupakan salah satu perwujudan prinsip kemandirian Master Cheng Yen. Selain itu, produk-produk Jing Si seperti buku-buku, CD lagu dan CD drama juga dapat berfungsi sebagai media yang dapat digunakan untuk menyebarkan ajaran Jing Si, yaitu ajaran kebenaran mengenai filosofi hidup dan cara bagaimana agar setiap manusia dapat menyucikan hati dan pikirannya. Pos terakhir terletak di Gan En Lou lantai 1, di sini para peserta berkenalan dengan TCUCEC (Tzu Chi University Continuing Education Centre), sebuah lembaga yang menyediakan pendidikan keterampilan bagi masyarakat umum yang berbasis budaya humanis Tzu Chi. Tujuannya adalah meningkatkan budaya humanis masyarakat, menciptakan dunia yang mengandung kebenaran, kebajikan, dan keindahan yang bertata krama dan penuh kasih. Bersama-sama menggalang bodhisatwa, bersama-sama menggarap ladang berkah. Seperti menarik sebuah kereta yang bergerak maju menuju bukit yang tinggi, sebuah pekerjaan yang tidak mudah. Untuk itu dibutuhkan kekuatan dari semua orang. Di penutup acara, semua peserta berbaris kembali di Lobi Ci Bei. Dipandu oleh tim isyarat tangan He Qi Utara, semua peserta melakukan gerakan isyarat tangan lagu La Che Xiang Qian Xing dengan penuh semangat. Semua peserta dengan hati dan wajah penuh sukacita mengikuti setiap gerakan. Sebelum lagu berakhir, tim isyarat tangan bergabung dengan peserta membentuk barisan yang amat sangat panjang, sebuah “kereta” yang seakan-akan tidak ada ekornya, mengelilingi ruangan Lobi Ci Bei. Rasa kompak dan penuh dengan kekuatan terasa di hati setiap peserta, memberi sebuah keyakinan bahwa dengan ada kamu, ada dia, dan ada saya, tidak ada yang tidak bisa kita wujudkan. Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta diharapkan dapat menjalankan misi Tzu Chi dengan baik. Selain itu juga diharapkan dapat menceritakan Tzu Chi, membawa tour saat ada tamu, teman atau kerabat yang mengunjungi, sehingga warisan ini dapat mengalir terus dari jaman ke jaman selama ribuan tahun. Setiap ruangan, setiap sudut, setiap ukiran, dan setiap detail sekecil apapun yang terdapat di Tzu Chi Centre, semuanya mengandung filosofi dan makna yang dalam, inilah yang disebut dharma tak bersuara. Sejak adanya Tzu Chi Centre, maka pembabaran dharma tanpa suara pun telah berlangsung. | |||
Artikel Terkait
Berbagi Berbagai Rasa Bersama
06 Februari 2020Kunjungan Kasih ke Wisma Sahabat Baru, bukan sekadar kunjungan secara jasmani, namun kunjungan dengan hati yang tulus untuk berbagi rasa bahagia, dengan mendengarkan keluh sepi sedih atau bersama menciptakan rasa syukur bahagia karena dikunjungi layaknya keluarga.
Waisak 2019: Membersihkan Hati Dihari Waisak
14 Mei 2019Pada 12 Mei 2019, Tzu Chi Bandung mengadakan perayaan Tiga Hari Besar: Hari Raya Waisak, Hari Ibu Internasional, dan Hari Tzu Chi Sedunia. Kegiatan ini diikuti oleh 82 relawan Tzu Chi serta 382 peserta.
Bantuan Bagi Warga Terdampak Banjir di Serang
04 Maret 2022Relawan Tanggap Darurat Tzu Chi memberikan bantuan kepada warga terdampak banjir di Serang, Banten, Kamis, 3 Maret 2022. Banjir yang terjadi (01/03/2022) mencapai setinggi 1 meter.