Pelatihan Relawan: Saling Menyemangati, Saling Belajar, dan Saling Mendukung

Jurnalis : Teddy Lianto, Fotografer : Dok Tzu Chi


Minggu, 28 Juni 2020, relawan Tzu Chi di seluruh Indonesia melakukan pertemuan melalui jaringan. Tema pertemuan kali itu ialah “Mewujudkan semangat sutra teratai di dunia”.

Minggu, 28 Juni 2020, relawan Tzu Chi di seluruh Indonesia melakukan pertemuan melalui jaringan. Tema pertemuan kali itu ialah “Mewujudkan Semangat Sutra Teratai di Dunia”. Secara harfiah sendiri, bunga Teratai adalah tanaman yang spesial. Ia hidup di atas permukaan air yang berlumpur, karena air dan lumpur sangat dibutuhkan oleh teratai untuk dapat bertahan hidup. Kemudian teratai mekar dalam waktu yang singkat. Ada yang di malam hari mekar, pagi harinya sudah layu. Namun ada juga yang mampu bertahan selama berhari-hari .

Hal ini juga dapat diartikan seperti kehidupan manusia. Manusia hidup berkelompok, di mana setiap orang memiliki keunikan, kekurangan, dan perangai yang berbeda-beda. Tetapi satu hal yang pasti, kita harus dapat hidup harmonis di tengah mereka dan memanfaatkan waktu yang singkat untuk bermanfaat untuk lingkungan dan sekitarnya, seperti layaknya Bunga teratai yang hidup di air yang berlumpur.

Oleh sebab itu, dalam acara, setiap relawan saling berbagi, saling menyemangati, serta saling mendukung sehingga setiap orang yang berkumpul dalam pertemuan tersebut bisa bertumbuh menjadi pribadi yang lebih baik.

Mengumpulkan Kata Demi Kata, Lalu Mengukirnya Dalam Batin.
Shu Tjeng, salah seorang relawan Tzu Chi asal Medan berbagi jika pada awalnya sebelum bergabung dalam tim xun fa xiang di Medan, ia merupakan orang yang minder, karena merasa dirinya sangat kekurangan akan dhamma. Pernah suatu waktu, ketika mengantar seorang penerima bantuan berobat di rumah sakit Tzu Chi di Taiwan dan mendapat kesempatan untuk berbagi pendapat di kegiatan pertemuan dengan Master Cheng Yen, ia pun tidak berani berbagi, karena apa yang diucapkan oleh para relawan begitu penuh makna dan indah tetapi ia tidak dapat memahami maknanya dengan baik. Belum lagi Ketidakfasihannya dalam Bahasa mandarin serta bahasa Taiwan menjadi halangan terbesar bagi dirinya untuk mendalami Dhamma Master Cheng Yen.


Shu Tjeng, relawan Tzu Chi Medan berbagi kisah mengenai perjuangan tim Xun Fa xiang Medan dan juga dirinya agar acara Xun Fa Xiang di Medan bisa terus berjalan dan diminati oleh relawan.

Sekembalinya ke Medan, ia pun ingin mendalami Dhamma, karena itu ia memberanikan diri untuk mencoba menjadi PIC xun fa xiang yang kala itu Tzu Chi Medan masih berlokasi di Jalan Cemara Asri. Pada masa itu, peserta yang bisa mengikuti acara masih sangat sedikit karena letaknya yang jauh dari kota. Sejak berdirinya Toko Buku Jing Si di Jalan Jati Medan pada 2015, semakin lama jumlah peserta yang hadir juga semakin banyak.

Shu Tjeng dan relawan lain juga berupaya agar kegiatan Xun fa xiang semakin menjadi lebih mudah diikuti, dengan cara mereka mendengarkan Xun fa xiang live pada pukul 05.20 waktu Taiwan (04.20 waktu Indonesia) lalu mencoba menerjemahkannya ke Bahasa Indonesia dengan menggunakan bantuan aplikasi penerjemah agar ketika pada pukul 06.20 WIB, ketika relawan Tzu Chi medan datang untuk mendengarkan xun fa xiang, mereka dapat paham dengan membaca subtitle yang telah ia buat.

“Master (Cheng Yen) mengatakan tetesan batu dapat memecahkan batu yang besar, setetes air jika dikumpulkan terus menerus dapat membentuk sungai. Setiap kata yang tidak saya pahami seperti saya ukir dalam ingatan lalu mencoba mencarinya dengan bantuan aplikasi, kemudian saya simpan dalam handphone. kini sudah ada ribuan huruf yang saya kumpulkan sehingga seperti terukir dalam batin jadi sudah hafal dengan baik,” ujar Shu Tjeng.

Dengan terus berusaha menerjemah, ia yang awalnya tidak paham Bahasa Mandarin, perlahan-perlahan berubah menjadi paham. Setelah mulai memahami, ia semakin giat menerjemah. Tetapi seindah-indahnya sebuah terjemahan tentunya ada juga beberapa kata yang tidak dipahami oleh banyak orang sehingga banyak ujaran dan masukan dari banyak orang yang sempat membuat dia terpuruk dan ragu untuk melanjutkan niatnya memberikan terjemahan yang baik sehingga setiap orang dapat memahami acara Xun fa Xiang.


Tan surianto dan Puspa wati berbagi kisah mengenai kegiatan kunjungan kasih dan verifikasi di kota Palu.

“Waktu itu sangat terbebani ya, saya sempat terpikir untuk berhenti (menerjemah) aja karena kemampuan saya saat itu sangat terbatas. Tetapi saya terpikirkan bagaimana Master Cheng Yen ingin saya untuk terus ikut Xun Fa xiang. Akhirnya saya memutuskan untuk terus menterjemah dan ikut Xun fa xiang hingga saat ini,” ungkap Shu Tjeng penuh haru terutama mengingat jika untuk menyampaikan sharing, Master Cheng Yen yang telah berumur harus menggunakan Tulangnya sebagai pulpen, Darahnya sebagai tinta, dan Kulitnya sebagai kertas.

Shu Tjeng juga mengapresiasi begitu banyak relawan yang menggalang hati relawan untuk mengikuti Xun fa xiang sehingga kini acara tersebut semakin ramai yang mendengarkan.

Gan en Shixiong shijie terutama yang sudah ikut Xun fa xiang, dengan adanya peserta yang mendengarkan, sehingga yang mengikuti juga bersemangat,” tutur Shu tjeng.

Bodhisatwa Menjalin jodoh baik dengan sesama
Setelah mempelajari Dharma, hendaklah apa yang dipahami dipraktikkan dalam kehidupan keseharian. Dalam Tzu Chi, master Cheng Yen memberikan Ajaran Jing Sing dan Mazhab Tzu Chi. Ajaran Jing Si adalah pelatihan ke dalam diri. Mazhab Tzu Chi adalah Jalan Bodhisatwa di dunia. Kita menjadikan Sutra sebagai jalan untuk melatih ke dalam diri dan berbagi pencapaian kita untuk membentangkan jalan untuk membantu orang lain.

Dalam sesi sharing berikutnya, Tan Surianto dan Puspawati yang berbagi kisah mengenai kunjungan kasih dan survei untuk para korban likuifaksi di Palu. Palu adalah kota indah yang dikelilingi oleh lautan, dan pegunungan, tetapi setelah dilanda bencana, relawan yang pertama kali tiba di sana melihat bagaimana reruntuhan bangunan masih belum dirapikan. Jalan yang masih rusak akibat gempa, membuat sulit dilalui dan kehidupan warga yang menderita pasca bencana.


Relawan Tzu Chi yang hadir berusaha menyerap setiap masteri yang diberikan. Di kegiatan ini setiap relawan saling menyemangati, saling belajar, dan saling mendukung.

Setiap kali berkunjung, warga selalu menceritakan kisah sedih mereka dan relawan hadir menjadi pendengar yang baik, serta pemberi semangat layaknya saudara sendiri. Mendengar kisah sedih warga, Puspa juga merasa sedih, ia bisa merasakan bagaimana jika dirinya kehilangan orang yang ia kasihi tentunya akan sangat menderita. Karena itu, relawan yang berkunjung selalu berusaha memberikan perasaan hangat dan bahagia kepada setiap warga agar mereka juga bisa kembali bangkit.

“Setelah kita (relawan) melihat penderitaan, hendaknya bersyukur dan berusaha bersumbangsih dan mengembangkan cinta kasih yang universal agar semua yang menderita bisa merasakan ketenangan batin dan kebahagiaan kembali,” ucap Puspa sambil berurai air mata mengingat bagaimana para warga yang terkena likuefaksi begitu menderita.

Setelah beberapa kali kunjungan dan melakukan verifikasi, akhirnya relawan Tzu Chi pun merasa bahagia, karena bisa mewujudkan sebuah impian berupa rumah untuk para warga yang masih tinggal di hunian sementara. Adapun proses verifikasi dilakukan dengan seakurat mungkin, sehingga warga yang mendapat bantuan tepat sasaran.

Diharapkan dari sharing-sharing di atas, relawan yang mendengar hari itu dapat belajar jika mendengarkan Dharma dapat membantu melatih diri kita menjadi lebih baik. Setelah itu hendaknya kita mempraktikkan dengan menjalin jodoh baik dan bersumbangsih di tengah masyarakat. Karena sutra ibarat sebuah jalan yang telah dibabarkan oleh guru, dan hendaknya para murid melatih diri untuk berjalan di jalan yang telah dibentangkan guna membantu semua mahkluk terlepas dari penderitaan.

Editor: Khusnul Khotimah


Artikel Terkait

Pelatihan Relawan: Saling Menyemangati, Saling Belajar, dan Saling Mendukung

Pelatihan Relawan: Saling Menyemangati, Saling Belajar, dan Saling Mendukung

29 Juni 2020

Sutra ibarat sebuah jalan yang telah dibabarkan oleh guru. Dan hendaknya para murid melatih diri untuk berjalan di jalan yang telah dibentangkan guna membantu semua mahkluk terlepas dari penderitaan.

Kesuksesan terbesar dalam kehidupan manusia adalah bisa bangkit kembali dari kegagalan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -