Pelayanan Paliatif Meningkatkan Kualitas Hidup

Jurnalis : Erli Tan, Fotografer : Erli Tan

Tzu Chi Hospital mengadakan pelatihan paliatif yang keempat pada 17 Juni 2022, dihadiri oleh relawan pemerhati dan tim medis sebanyak 49 peserta.

“Bagi saya mengikuti pelatihan ini menambah ilmu, jadi lebih tahu bagaimana cara merawat orang sakit. Kita juga jadi lebih hati-hati, kalo pasien paliatif kita harus lebih care, lebih hati-hati lagi. Saya orangnya selalu haus akan pengetahuan, memang banyak hal yang kita belum tahu sebelumnya, di sini dikasih tahu,” tutur Desi Widjaja, relawan Komite Tzu Chi.

Desi pada pagi itu, 17 Juni 2022, bersama 48 peserta lainnya mengikuti pelatihan paliatif ke-4 bagi relawan pemerhati Tzu Chi dan tim medis di Ruang Serbaguna lantai 8 Tzu Chi Hospital, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Pelatihan ini merupakan lanjutan dari tiga pelatihan sebelumnya yang telah berlangsung sejak 21 Mei 2022. Desi yang Desember tahun ini akan genap berusia 81 tahun, selama ini masih aktif piket menjadi relawan pemerhati rumah sakit, satu minggu minimal 1 kali.

Gak berasa, soalnya aktif terus, udah setua gitu masih dipercaya lagi, dari He Qi itu masih kasih saya banyak tanggung jawab, jadi PIC di Depo Pelestarian Lingkungan Kelapa Gading, Ketua Hu Ai Kelapa Gading, pengurus He Qi bagian Sekretariat, Pengobatan, dan Bendahara. Untung masih dipercaya, masih merasa berguna sudah setua ini. Saya memang senang, sosial-sosial gini saya seneng,” tutur Desi semangat. Karena keaktifannya itu pula maka ia menjadi salah satu peserta yang “lolos” masuk menjadi peserta pelatihan paliatif yang memang dibatasi ini.

Desi Widjaja (memegang buku catatan) dengan cermat menyimak penjelasan dari Tri Marsetyanti Pujiastuti yang membawakan sesi terapi gerak sendi dan nafas bagi pasien.

Saking semangatnya, untuk hadir di pelatihan ini saja Desi rela merogoh Rp135.000 untuk naik taksi dari rumahnya di wilayah Kelapa Gading agar dapat hadir tepat waktu. Pelatihan yang ia ikuti ini merupakan sesi praktik dari pelatihan ketiga yang telah diadakan secara online minggu lalu.

Memulai pelatihan ini, Direktur Tzu Chi Hospital dr.Suriyanto dalam kata sambutannya mengungkapkan apresiasinya kepada para relawan pemerhati yang hadir seperti Desi. “Kami, Tzu Chi Hospital sangat luar biasa berterima kasih kepada semua relawan pemerhati. Pengalaman saya kalo pelatihan tentang medis, yang hadir pasti dokter, perawat, dan karyawan rumah sakit. Tapi di sini beda, ada relawan pemerhati rumah sakit khususnya hari ini di bidang paliatif. Ini satu hal yang luar biasa,” ucap dr. Suriyanto.

Pada kesempatan itu dr. Suriyanto juga berpesan kepada 16 perawat yang juga menjadi peserta pelatihan agar memanfaatkan pelatihan ini dengan sebaik-baiknya. “Yang Master Cheng Yen pesankan pada kita bahwa pelayanan kita berpusat pada pasien, memperlakukan pasien seperti keluarga sendiri. Nah di sini saya berpesan kepada perawat yang muda-muda, boleh punya otak yang pintar, boleh punya skill yang bagus, tetapi hatinya harus terisi. Nah ini kesempatan buat kalian belajar,” tegas dr. Suriyanto.

Personal Hygiene dan Mobilisasi Pasien

Suster Ester Maria, MMPd., M.Kep memperlihatkan cara memandikan pasien dengan air.

Semua peserta yang hadir dibagi menjadi enam kelompok. Tiap kelompok bergantian singgah dari satu pos ke pos berikutnya. Pos pertama adalah Personal Hygiene yang terbagi menjadi dua, yaitu praktik memandikan pasien dengan air oleh Suster Ester Maria, MMPd., M.Kep dan memandikan pasien tanpa air (menggunakan washlap atau washglove) oleh Suster Asri Rahayu Muslim, S.Kep. Praktik pada kedua pos ini menggunakan dua boneka peraga, yang berperan sebagai pasien yang sedang dimandikan. Menurut Suster Ester Maria, dengan dua pilihan teknik memandikan pasien ini, kelak relawan maupun perawat dapat membantu pasien di rumah sakit maupun saat melakukan homecare membantu pasien di rumah mereka.

Pos kedua adalah mobilisasi. Pos ini juga terbagi dua yaitu praktik memberikan terapi gerak sendi dan bernapas yang baik, serta praktik memindahkan pasien. Dalam sesi ini peserta juga diberikan kesempatan untuk mempraktikkan langsung bagaimana cara memindahkan pasien dari ranjang ke kursi, dari ranjang ke walker, cara memperbaiki posisi tidur pasien, memakaikan korset, cara miring kanan miring kiri, dst. Banyak hal-hal kecil yang mesti diperhatikan demi kenyamanan pasien.

Sepanjang pelatihan dr. Shianty merekam penjelasan yang memang cukup padat dari para pembicara, agar ia dapat menyimaknya lagi berulang kali.

Selama sesi praktik ini, para peserta mendengarkan dengan sungguh-sungguh dan juga mencatat, termasuk Desi. Selain Desi juga ada dr. Shianty, relawan Tzu Chi International Medical Association (TIMA) yang terlihat merekam video semua penjelasan terapis di kedua pos ini. Hal ini bukan tanpa alasan.

“Kita mendengarkan saat ini ngerti dan hapal, tapi sudah keluar dari sini kita udah lupa. Ini saya juga belajar dari seorang dokter spesialis di rumah sakit kami. Setiap beliau mengadakan pelatihan minta direkam, jadi kita bisa mengulang-ulang untuk me-refresh kembali. Karena kalo dicatat, kita lupa gerakannya seperti apa. Seperti tadi tangan diangkat, angkatnya bagaimana ya, tapi dengan lihat rekaman ini kita bisa ikutin gerakannya dengan benar,” ucap dr.Shianty. Ia mengenal Tzu Chi sejak tahun 2014 melalui sebuah baksos kesehatan di Cikarang. Dari komunitasnya yaitu Xie Li Cikarang, dr. Shianty menjadi salah satu dari tiga orang yang tersaring untuk mengikuti pelatihan ini.

Dalam sesi mobilisasi, para peserta juga diberi kesempatan untuk mempraktikkan langsung bagaimana cara memindahkan pasien.

Menurut dr.Shianty materi yang ia dapat dari pelatihan paliatif ini bisa juga diterapkan bagi pasien-pasien dengan penyakit kronis. “Seperti darah tinggi, kencing manis, kemudian karena komplikasi seperti itu kan akhirnya ada yang gagal ginjal. Itu biasanya pasien-pasien itu juga udah putus asa juga. Misalnya penyakit diabetes, karena mungkin diabetesnya tidak teratasi dengan baik akhirnya menimbulkan luka dan mungkin sampai harus diamputasi. Itu kan juga membutuhkan pendampingan secara psikologis,” katanya. “Dan bisa juga kita terapkan untuk pasien post-op, yaitu tadi yang belajar miring kiri miring kanan, kemudian belajar duduk, bangun dari tempat tidur. Menurut saya sih gak hanya pasien paliatif. Gerakan-gerakan itu bisa kita terapkan untuk pasien-pasien yang mobilitasnya terbatas,” sambung dr.Shianty. Ia gembira dapat belajar banyak dari pelatihan ini.

Manajemen Perawatan Paliatif
Pos ketiga adalah manajemen paliatif, peserta diajak duduk bersama untuk membahas dan mendiskusikan program pendampingan sesuai kebutuhan pasien dan keluarga. Menurut Ivone Avianti, AMKep, S.Kep yang membawakan materi ini, manajemen perawatan paliatif adalah menyusun satu program yang dibuat bagi pasien, karena kondisi pasien satu dengan yang lain bisa sangat beragam. Meski dari satu kasus yang sama, misalnya kanker, atau gagal ginjal, namun kebutuhannya pasti berbeda-beda, sesuai usia pasien, kondisi keluarga, kondisi fisik dan psikis pasien, dan lain sebagainya.

Di pos manajemen paliatif, Ivone Avianti, AMKep, S.Kep memberi sebuah kasus pasien paliatif yang gagal ginjal. Dipandu oleh Ivone, para peserta mendiskusikan dan merencanakan program perawatan yang cocok dan sesuai kebutuhan pasien.

Menurutnya, istilah “paliatif” kadang-kadang masih dianggap negatif oleh orang-orang. “Paliatif itu bukan sesuatu yang artinya pasien dikatakan paliatif trus langsung meninggal, bukan! Pasien yang dinyatakan paliatif adalah pasien yang dinyatakan bahwa sakitnya itu tidak bisa diobati. Jadi jangan berpikir bahwa pasien paliatif itu sebulan, dua bulan akan meninggal, bukan! Jadi jangan sampai pasien merasa bahwa ‘ya udahlah aku sakit, aku diam aja di rumah’, bukan itu. Tapi ‘aku boleh sakit, tapi aku harus berdamai dengan sakit ini, aku bisa beraktivitas’, seperti itu. Jadi tetep mengisi kehidupan ini dengan bermakna,” terang Ivone yang sudah berpengalaman di perawatan paliatif sejak tahun 1998. Ia kini aktif menjadi relawan di Yayasan Kanker Indonesia dan mengasuh sendiri rumah singgah miliknya yang terletak di dekat RS Kanker Dharmais. Ia juga bersemangat membagikan pengalamannya di mana-mana seperti di pelatihan kali ini.

Semua peserta dan pembicara serta panitia foto bersama di akhir pelatihan.

Pelatihan paliatif Tzu Chi Hospital ini masih akan berlanjut pada bulan Juli 2022. Baik Desi maupun dr.Shianty serta semua peserta yang hadir memegang sebuah komitmen untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pasien di masa mendatang.

“Harapannya ikut pelatihan ini, kami bisa menerapkan di lapangan. Satu yang paling utama itu kita diajarkan bagaimana berkomunikasi. Dengan komunikasi itu pertama, dari pasien dan keluarganya bisa termotivasi. Kedua, pihak keluarga dengan adanya komunikasi jadi lebih memahami kondisinya sendiri, mengerti untuk harus bagaimana dan harus seperti apa,” harap dr.Shianty.

Kalo masih bisa membantu orang saya merasa seneng, bersyukur banget saya masih kuat dan berguna, masih diberi kesempatan bantu di bagian paliatif ini. Semoga makin banyak orang yang terbantu, dapat meningkatkan kualitas pasien yang udah gak ada harapan lagi untuk hidup,” ucap Desi penuh harap dan syukur.

Editor: Hadi Pranoto

Artikel Terkait

Pelatihan Relawan Paliatif yang Sarat Akan Ilmu dan Wawasan

Pelatihan Relawan Paliatif yang Sarat Akan Ilmu dan Wawasan

02 Juni 2022

Perawatan Paliatif akan menjadi suatu layanan di Tzu Chi Hospital PIK. Berbagai persiapan telah dilakukan, salah satunya pelatihan bagi relawan pemerhati paliatif.

Pelayanan Paliatif Meningkatkan Kualitas Hidup

Pelayanan Paliatif Meningkatkan Kualitas Hidup

21 Juni 2022

Melanjutkan tiga pelatihan sebelumnya, pelatihan paliatif yang keempat di Tzu Chi Hospital diadakan pada 17 Juni 2022. Pelatihan ini diikuti oleh 49 peserta yang terdiri dari relawan Tzu Chi dan perawat.

Memberikan sumbangsih tanpa mengenal lelah adalah "welas asih".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -