Pelestarian Budaya Membaca dengan Reading and Language Week
Jurnalis : Stefanny Doddy, Fotografer : Metta WulandariResa Maradhona, seorang
guru Bahasa Indonesia yang juga merangkap sebagai juri disalah satu kompetisi
sedang menilai penampilan para murid.
Di era globalisasi ini perkembangan teknologi bergerak semakin cepat, media sosial pun mulai merajalela dikehidupan masyarakat. Akhirnya, literasi dan budaya membaca sedikit demi sedikit menjadi tersingkir karena kebanyakan orang memilih menghabiskan waktu dengan gadget mereka. Namun, sebuah buku adalah sumber pengetahuan, sesuatu yang berbeda dan tidak bisa didapatkan dari dunia digital. Dengan membaca, pemikiran seseorang menjadi lebih terbuka dan keterampilan menulis serta kualitas berbahasa semakin meningkat sebagai hasil dari kosakata yang meluas.
“Zaman boleh berubah, teknologi yang mereka dapatkan sekarang dan dimasa depan akan semakin canggih, tapi ingat bahwa itu hanyalah tampilan luar saja sedangkan buku memberikan pengetahuan serta melatih keterampilan mereka,” ujar Resa Maradhona, seorang guru Bahasa Indonesia kelas 7, 8 dan 11 di Sekolah Tzu Chi Indonesia.
Inilah latar belakang yang mendorong Secondary Tzu Chi School mengadakan kegiatan Reading and Language Week pada hari Kamis, 27 September 2018 sebagai salah satu upaya pelestarian budaya membaca. Acara yang diadakan setiap tahun ini diisi dengan berbagai lomba di antaranya lomba speech, spelling bee, storytelling, poetry reading, Mandarin game, dan Jeopardy yang melibatkan 3 departemen bahasa: Bahasa Indonesia, Inggris, dan Mandarin.
Salah satu siswi sedang membawakan pidato tentang pentingnya mempelajari literasi Mandarin.
Para murid kelas 7 dan 8
dengan serius menyusun kata dalam Bahasa Mandarin di perpustakaan pada lomba Mandarin game.
Masing-masing bahasa mengangkat tema tertentu, misalnya lomba speech, dalam Bahasa Indonesia tema yang diambil adalah Pentingnya Membaca di Era Digital. Kemudian, dalam Bahasa Inggris yaitu Literasi Modern Sama Pentingnya dengan Literasi Klasik, dan dalam Mandarin tema yang diangkat adalah Belajar Mandarin Mampu Mewujudkan Impian Seseorang.
Acara ini tidak hanya sekadar dimeriahkan dengan berbagai lomba tetapi acara semakin unik dengan kehadiran para siswa mengenakan kostum sesuai dengan karakter cerita yang mereka sukai. Para murid sungguh antusias dan bersemangat menampilkan kostum mereka dengan make up yang mendetail dan bahkan beberapa siswa sampai memakai wig (rambut palsu) demi menyerupai karakter yang mereka gemari. Mereka juga melengkapi kostum mereka dengan aksesoris atau pun senjata.
Ini juga merupakan salah satu upaya pihak sekolah untuk membuat para siswa kembali membaca. Dengan begitu, barulah mereka bisa menentukan karakter dari buku mana yang sesuai dengan diri mereka. “Anak-anak juga harus membuktikan, apabila mereka membaca, tokoh apa yang mereka kenal. Oleh karena itu, ketika mereka ke sekolah pagi hari ini, mereka datang dengan berbagai macam kostum yang mengenalkan karakter-karakter dari buku yang sedang mereka baca, contoh seperti saya berpakaian sebagai Harry Potter, meskipun tidak sempurna. Dari situ, kami ingin mencoba membuat anak-anak tertarik sehingga mereka mencari tahu. Kemudian, mereka bisa mulai membaca,” ucap Resa Maradhona lagi.
Siswa-siswi sebagai kandidat dalam Book Character Costume Competition berdiri di atas panggung untuk menampilkan kostum mereka kepada penonton dan para juri.
Acara terbilang sukses dari tahun sebelumnya. Tentunya karena faktor bertambahnya murid Tzu Chi sehingga acara semakin meriah. Di sisi lain, semakin banyak pula buku-buku baru yang terbit setelah setahun berjalan dan itu membuat pilihan untuk tampil dengan karakter yang mereka sukai menjadi lebih bervariasi dan menarik.
Tak Hanya Student of the Year Tetapi juga Pemenang Pidato
Evangeline, murid kelas 10 Joy tidak hanya menjadi Student of the Year di Sekolah Tzu Chi tetapi juga berhasil memenangkan lomba speech pada acara Reading and Language Week yang diadakan tahun ini. Sebagai pengalaman pertama ia mengikuti lomba, Evangeline cukup gugup ketika ia akan membawakan pidatonya di atas panggung. Namun, dengan persiapan yang dibantu oleh guru dan teman-temannya, ditambah lagi dengan latihan yang cukup, Evangeline berhasil menduduki peringkat satu pada lomba pidato ini. Ia sungguh senang. Wajahnya berseri ketika menerima piala, karena ia tidak menyangka bisa menang meskipun ini pertama kalinya berpidato.
Evangeline (kanan) dan dua
temannya dengan bangga memegang piala sebagai pemenang lomba speech.
Dalam pidatonya sendiri, Evangeline berbicara tentang pentingnya membaca di era digital. Ia merasa hal ini penting untuk diangkat karena sekarang lebih banyak orang memilih menghabiskan waktu di media sosial daripada membaca.
“Menurut saya, membaca itu penting sekali. Sebagai murid, tidak cukup hanya mendengarkan penjelasan guru tetapi kita juga perlu membaca untuk mengerti lebih jauh pelajaran yang kita pelajari. Selain itu, membaca bisa menambah kosakata dan pengetahuan,” kata Evangeline. Harapan Evangeline adalah agar teman-temannya juga orang lain tidak lupa membaca meski media sosial sudah mendunia.
Berkostum Beda sebagai Pahlawan Indonesia
Ketika para murid memakai kostum dengan karakter-karakter dari cerita barat maupun kartun Jepang, Masahiro Lim, murid kelas 9 Joy dengan bangga berpakaian sebagai Jenderal Sudirman. Dengan senyum yang menghiasi wajahnya, ia menerima medali sebagai salah satu pemenang lomba Book Character Costume. Daripada karakter dari cerita luar negeri, Masahiro lebih mengagumi cerita pahlawan Indonesia.
Dengan wajah berseri, Masahiro
Lim bercerita tentang kostumnya sebagai Jenderal Sudirman.
Dengan bersemangat ia bercerita, “Jenderal Sudirman dulunya bergerilya untuk melawan para penjajah Belanda walaupun dalam keadaan sakit. Beliau sangat semangat memerdekakan Indonesia dari tangan Belanda. Itu yang saya pelajari dari beliau, meskipun dalam keadaan sakit atau direndahkan, kita harus tetap semangat. Ini yang membuat saya kagum dan ingin menjadi sepertinya.”
“Kita bisa tinggal di Indonesia, makan enak dan hidup tenteram itu semua karena para pahlawan sebelumnya. Tanpa mereka, Indonesia bukan apa-apa. Jadi, hargailah pahlawan karena bangsa yang besar merupakan bangsa yang menghargai pahlawan,” lanjutnya.
Masahiro juga termasuk anak yang suka membaca dan ia terlihat sangat antusias mengikuti acara ini. Ia berharap agar teman-temannya yang kurang suka membaca bisa mulai membaca setelah mengikuti acara Reading and Language Week ini.
Editor: Yuliati