Pembangunan yang Berbudaya Humanis
Jurnalis : Bobby (Tzu Chi Batam), Fotografer : Aliman (Tzu Chi Batam)Pada 3 Agustus 2015, insan Tzu Chi Batam mengadakan sosialisasi budaya humanis dalam pembangunan kepada 61 seniman bangunan Aula Jing Si Batam di Kantor Tzu Chi Batam.
Sepuluh Sila Tzu Chi telah menjadi bagian hidup yang tak terpisahkan dalam kehidupan insan Tzu Chi. Tentunya, dengan dimulainya pembangunan Aula Jing Si di Batam, insan Tzu Chi perlu menyosialisasikan penerapan sila-sila ini termasuk sila untuk tidak merokok, minum minuman beralkohol, dan hanya mengonsumsi makanan vegetarian kepada para seniman bangunan (panggilan untuk pekerja konstruksi).
Oleh karena itu, pada 3 Agustus 2015, insan Tzu Chi Batam mengadakan sosialisasi budaya humanis dalam pembangunan kepada para seniman bangunan Aula Jing Si Batam di Kantor Tzu Chi Batam. Sebanyak 61 seniman pembangunan dari perusahaan konstruksi PT Scholem mengikuti sosialisasi ini. “(Seniman bangunan -red) PT Scholem, perusahan konstruksi, hari ini secara resmi masuk kerja. Jadi kami memilih hari ini, hari pertama, untuk membentuk paradigma bagaimana makan vegetarian, tidak merokok, dan menjaga kebersihan lokasi pembangunan, yakni budaya humanis lokasi pembangunan,” pungkas Djaya Iskandar, Ketua Tim Pembangunan Aula Jing Si Batam. Lebih lanjut, dia juga memperkenalkan para anggota tim pembangunan Aula Jing Si Batam yang akan mendampingi para seniman bangunan selama proses pembangunan berlangsung.
Salah satu relawan Tzu Chi, Dewi Soejati memotivasi para seniman bangunan agar berhenti merokok dan juga menerapkan pola makan vegetarian.
Usai itu, para peserta diajak menyaksikan tayangan yang menceritakan mengenai kegiatan Tzu Chi di Indonesia mulai dari Perumahan Cinta Kasih untuk memulihkan kehidupan korban tsunami Aceh, pembangunan sekolah bagi para santri di Pesantren Nurul Iman, dan berbagai kegiatan lainnya. Sosialisasi ini menekankan bahwa Yayasan Buddha Tzu Chi adalah organisasi kemanusiaan yang peduli kepada korban bencana di tanah air. Hal ini diutarakan oleh salah satu peserta sosialisasi yaitu Febrita Armelia. “Yayasan Buddha Tzu Chi itu ya, kalau awalnya berpikir Yayasan Buddha Tzu Chi ini seperti wihara-wihara biasa untuk ibadah bagi umat Buddha. Ternyata tidak, Yayasan Buddha Tzu Chi itu lebih banyak kegiatan baksos yang bagus untuk masyarakat Indonesia,” pungkas karyawati bagian administrasi PT Scholem itu.
Jimmy, Manajer Lapangan, berharap budaya humanis Tzu Chi dapat diterapkan dalam perusahaan tempatnya bekerja.
Mayoritas para seniman bangunan Aula Jing Si Batam adalah perokok aktif. Setidaknya 90% seniman bangunan merokok dalam kesehariannya. Namun, untuk menjaga agar himbauan tak terkesan sebagai kritikan apalagi perintah, salah satu relawan Tzu Chi, Dewi Soejati menempatkan diri layaknya orang tua. Dia menuturkan bahwa sebagai orang tua, meski tengah kekurangan makanan, dia akan selalu berusaha menyediakan makanan terbaik bagi anak-anaknya. Lalu, bagaimana membalas jasa orang tua? Dengan berbakti tentunya.”Nah, dengan tidak merokok juga merupakan bentuk salah satu bentuk berbakti kepada jasa orang tua,” lengkap Dewi. Lebih lanjut, Dewi menjelaskan bahwa Tzu Chi juga menyediakan pemeriksaan kesehatan gratis bagi para seniman bangunan.
Kegiatan sosialisasi diakhiri dengan pemeragaan isyarat tangan diiringi lagu berjudul “Satu Keluarga” oleh tim relawan pembangunan dan diikuti oleh para peserta. Melalui lagu ini, relawan menunjukkan bahwa walau perbedaan akan selalu ada, namun, jalinan jodoh yang mempertemukan mereka dalam satu ruangan itu menjadikannya seperti sebuah keluarga.
Acara ditutup dengan peragaan isyarat tangan diiringi lagu berjudul “Satu Keluarga”.
Sosialisasi ini memberikan pemahaman baru bagi para seniman bangunan. Hal ini seperti diutarakan oleh Jimmy, Manajer Lapangan. Jimmy juga berharap budaya humanis yang dipegang Tzu Chi juga dapat diterapkan menjadi budaya perusahaan tempatnya bekerja. “Jadi saya berpikir tidak ada ruginya untuk ikut aturan dan jadikan budaya dengan tidak merokok dan vegetarian,” ujarnya.
Sosialisasi ini memberikan sebuah pola pikir baru bagi para seniman bangunan. Awalnya, mungkin sulit dan dirasa berat. Namun, pada akhirnya pola pikir ini akan memberikan manfaat positif untuk para seniman itu sendiri.