Pembelajaran Cinta Kasih untuk Siswa Seminari
Jurnalis : Arimami SA, Fotografer : Arimami SASalah satu murid seminari, Kristoforus Bimo Rosarian (tengah) sedang mengajukan pertanyaan seputar Tzu Chi.
Mengutip kata perenungan Master Cheng Yen bahwa “Keindahan kelompok bergantung pada pelatihan diri setiap anggotanya”, dapat kita petik pelajaran bahwa melatih diri merupakan faktor yang menentuan kekompakan dan keselarasan sebuah kelompok. Seperti yang dilakukan oleh Sekolah Seminari Wacana Bhakti, Pejaten, Jakarta Selatan ketika melakukan kunjungan ke Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia pada 11 Maret 2016 terkait program pendalaman spiritualitas yang setiap tahun diadakan oleh sekolah yang membentuk calon-calon Romo (imam dalam agama Katolik) ini.
Program pendalaman spiritualitas Sekolah Seminari Wacana Bhakti merupakan pendidikan selama 1 minggu yang intinya mempelajari spiritualitas Kristiani bagaimana Yesus menggerakkan banyak orang untuk terlibat aktif dan khususnya bagi calon imam untuk menggerakan hidup mereka di kehidupan spiritualitas Kristiani. Menurut Romo Albertus Yogo Prasetianto, salah satu pendamping para siswa Seminari Wacana Bhakti, kunjungan ini merupakan pembelajaran spiritualitas di luar hal-hal yang telah diajarkan di sekolah. “Kami tertarik karena mendengar di luar banyak program-program yang dilakukan Yayasan Buddha Tzu Chi, kita juga ingin mengetahui kira-kira apa yang membuat orang tergerak untuk menaruh belas kasih kepada orang lain. jadi kunjungan ini merupakan pembelajaran di luar yang telah dipelajari selama 1 minggu,” ungkapnya.
Kunjungan yang didampingi oleh 12 relawan dari He Qi Timur ini diawali dengan makan siang bersama kemudian dilanjutkan penjelasan tujuan kedatangan dari perwakilan rombongan Sekolah Seminari Wacana Bhakti. Acara berlanjut dengan perkenalan Yayasan Buddha Tzu Chi dan pemutaran video kilas balik Tzu Chi Indonesia di galeri DAAI. Kunjungan ini diikuti oleh 60 peserta, 2 romo, dan 1 frater dari Sekolah Seminari Wacana Bhakti. Setelah kegiatan di galeri DAAI selesai, para peserta kunjungan dibagi menjadi 3 kelompok untuk tour keliling Aula Jing Si.
Para siswa Seminari Wacana Bhakti menonton video kilas balik sejarah Tzu Chi.
Kartini, relawan Tzu Chi, sedang memandu para siswa Seminari Wacana Bhakti berkeliling Aula Jing Si. Ia juga menjelaskan dan menjawa pertanyaan dari para siswa.
Menurut Johan Kohar, relawan dari He Qi Timur yang juga PIC dari kegiatan ini, Seminari Wacana Bhakti ini adalah seminari tingkat menegah atau setara dengan SMU (Sekolah Menegah Umum). Kunjungan ini menjadi basic untuk ke depannya bagi mereka (para siswa) dalam melayani umat dan sesama. “Kita mengajak para siswa ini agar mereka juga lebih luas wawasannya. Selama ini mereka banyak mendengar tentang Tzu Chi, tapi dengan mengunjungi langsung mereka jadi dapat mengetahui bahwa Tzu Chi bukan hanya yayasan social, tapi yayasan kemanusiaan juga,” ungkapnya. Ia juga berharap ke depannya para siswa seminari ini dapat menjadi tunas-tunas yang baik dan indah serta berpengalaman luas.
Para siswa Seminari Wacana Bhakti terlihat antusias ketika diajak berkeliling Aula Jing Si dan tidak segan-segan untuk melontarkan beberapa pertanyaan kepada para relawan yang mendampingi mereka. Menurut Kristoforus Bimo Rosarian (16), salah satu peserta dari seminari Wacana Bhakti. “Awalnya saya kaget, tempatnya besar banget dan saya kagum dengan semangat relawannya. Hal-hal yang istilahnya nggak mungkin ternyata bisa dilakukan dengan menempa pribadi dengan kebaikan, seperti yang dilakukan Master Cheng Yen kepada para relawan,” ungkapnya. Ia juga memetik hikmah dari kunjungan ini bahwa jika mau melayani sesama dan belajar rendah hati harus melalui karya yang nyata dengan pembinaan pribadi yang baik.
Wie Sioeng dan Johan Kohar, relawan Tzu Chi, sedang menunjukkan selimut berbendera Indonesia yang dibuat dari sampah daur ulang.
Mayka Yosep, murid seminari Wacana Bhakti sedang menyampaikan kesan-kesan setelah mengelilingi Aula Jing Si.
Pembinaan Manusia
Salah satu peserta kunjungan, Mayka Yosep, (18) menuturkan bahwa banyak hal yang bisa dipelajari dari kunjungan ini. “Satu hal yang saya dapatkan adalah pelajaran cinta kasih, bagaimana kita memberikan itu jangan dengan berat hati, tetapi dengan tulus,” ungkapnya.
Romo Ary Dianto, pendamping lainnya dari Seminari Wacana Bhakti dalam sambutannya menuturkan kekagumannya terhadap Yayasan Buddha Tzu Chi. “Saya terkesan dengan Yayasan Buddha Tzu Chi dalam pembinaan manusianya (relawan). Di sini kami belajar pembinaan manusia yang mentransformasikan nilai hidup, mentradisikan hal-hal baik, membudayakan budaya hidup yang jauh membuat kita lebih bersyukur,” tutupnya. Ia juga menambahkan bahwa dalam pembinaan manusia itu tidak mudah, tetapi itulah yang membuat kita mempertanggungjawabkan kebebasan dengan moralitas yang baik serta menciptakan buah-buah kebaikan.