Pembelajaran dari Pemberian Bantuan Darurat di Myanmar

Jurnalis : Sutar Soemithra, Fotografer : Dok.Tzu Chi Indonesia
 
foto

Perahu adalah alat transportasi utama yang digunakan relawan Tzu Chi dalam mendistribusikan bantuan kepada para korban topan Nargis di Myanmar.

Setelah sepuluh hari, tepatnya dari tanggal 25 Juli – 4 Agustus 2008 keluar-masuk wilayah Myanmar yang disapu topan Nargis tanggal 2 Mei lalu, 4 relawan Tzu Chi Indonesia akhirnya kembali ke tanah air. Relawan tersebut adalah Adi Prasetio, Agus Djohan, Abdul Muis, dan Jhony.

Di Myanmar, 4 relawan tersebut bergabung dengan relawan Tzu Chi asal Malaysia yang telah lebih dulu tiba. Sebenarnya terjun memberikan bantuan bencana bukanlah hal yang baru bagi relawan Tzu Chi Indonesia, namun mereka mengaku mendapatkan banyak pelajaran terutama dari relawan Tzu Chi negara lain tentang bagaimana memberikan bantuan namun dengan tetap menjaga budaya Tzu Chi dan sekaligus memperkenalkannya kepada masyarakat Myanmar. “Kami di sana benar-benar belajar,” aku Agus Djohan jujur.

Ada 3 jenis bantuan yang diberikan oleh Tzu Chi kepada para korban topan Nargis, yaitu beras, pupuk, dan bibit padi. Bantuan beras diberikan untuk tahap pemulihan, sedangkan pupuk dan bibit padi varietas IR 50 diberikan karena masyarakat Myanmar sebagian besar merupakan petani. Saat ini di sana sedang musim hujan yang merupakan musim awal bercocok tanam. Myanmar mengenal musim hujan selama 4 bulan dari bulan Juni – September, selebihnya adalah kemarau. Para relawan beberapa kali harus berlindung di balik jaket hujan ketika membagi-bagikan bantuan.

Lokasi pertama yang mereka datangi adalah Kadapana, setelah itu mereka berkeliling ke sejumlah daerah di kawasan delta Yangon. “Perjalanan cukup melelahkan dari kota Yangon ke daerah pembagian yang kita tuju,” cerita Abdul Muis. Perahu adalah alat transportasi utama di wilayah yang diterjang topan Nargis. Mereka mendapati keadaan ekonomi Myanmar yang tidak lebih baik dari Indonesia. Banyak rumah dibangun di bantaran kali yang hanya berupa rumah panggung dari kayu. Di dalam rumah tersebut tidak hanya didiami penghuni rumah, namun juga ternak babi peliharaan!

foto  foto

Ket : - Adi Prasetio, Agus Djohan, dan Abdul Muis adalah 3 dari 4 relawan Tzu Chi asal Indonesia yang ikut menjadi
           relawan pemberian bantuan bencana di Myanmar. (kiri)
         - Isyarat tangan memiliki peran penting untuk memperkenalkan Tzu Chi kepada masyarakat Myanmar selama
           proses pemberian bantuan darurat. (kanan)

Tidak seperti di Indonesia, bantuan dititipkan ke kepala desa. Keesokan harinya relawan mengecek ulang kepada warga. Untunglah, “Selama ini tidak ada komplain,” terang Adi Prasetio. Jika ada warga yang tidak menerima bantuan, ia tidak akan memprotes. Dan biasanya, ia pasti akan segera mendapatkannya pula karena tetangga yang menerima akan membagi sebagian jatahnya. Sikap gotong-royong dan kejujuran masih tertanam kuat di sana.

Dalam setiap kunjungan dan pemberian bantuan, relawan ditemani oleh ketua RW dan relawan lokal, serta penerjemah Mandarin – Myanmar. Pejabat desa biasanya memiliki ciri-ciri yang mudah dikenali karena berbeda dengan masyarakat pada umumnya: berbaju putih dan memakai sarung. Pemberian bantuan rata-rata dilakukan di vihara. Hanya sekali diadakan bukan di vihara karena viharanya tidak mampu menampung calon penerima bantuan. Relawan juga mengadakan bantuan pengobatan, namun tidak berupa baksos kesehatan karena kesulitan mendapatkan izin resmi dari pemerintah. “Kita hanya tenteng obat aja,” kata Adi Prasetio. Mereka berkeliling membawa obat seadanya.

foto  foto

Ket : - Relawan Tzu Chi ditemani oleh pejabat desa (paling depan) dan relawan lokal berkeliling dari kampung
           ke kampung memberikan bantuan. (kiri)
         - Hampir semua seremoni pemberian bantuan dilakukan di vihara-vihara yang memang banyak tersebar
           di Myanmar dan sering digunakan sebagai pusat kegiatan. (kanan)

Salah satu yang menjadi perhatian para relawan Tzu Chi asal Indonesia selama proses pemberian bantuan adalah pengenalan Tzu Chi ketika memberikan bantuan. Mereka menarik sebuah kesimpulan bahwa peran isyarat tangan sangat penting dalam proses seremoni pemberian bantuan. “Yang tidak kalah pentingnya adalah pelatih bahasa isyarat tangan juga harus ada di sana,” ungkap Abdul Muis. Myanmar adalah sebuah daerah baru dimana Tzu Chi harus diperkenalkan kepada masyarakat. Ia memberikan alasan, “Cara paling baik mengenalkan Tzu Chi kepada masyarakat adalah dengan melatih bahasa isyarat tangan.” Menurut pengamatan mereka, dengan bahasa isyarat tangan, masyarakat Myanmar lebih mudah memahami Tzu Chi.

 

Artikel Terkait

Himpunan Cinta Kasih untuk Nenek Gadih

Himpunan Cinta Kasih untuk Nenek Gadih

10 September 2021

Tzu Chi Pekanbaru merenovasi rumah nenek Gadih seorang lansia berusia 80 tahunan yang hidup sebatang kara di Perawang, Kampung Tualang, Siak, Riau.

Mengajak Masyarakat Umum Bervegetaris

Mengajak Masyarakat Umum Bervegetaris

03 September 2024

Relawan Tzu Chi He Qi Barat 1 mengadakan kegiatan bazar makanan dan minuman vegetaris di Citra Garden 8, Jakarta Barat. Relawan Tzu Chi juga mensosialisasikan pelestarian lingkungan kepada masyarakat. 

Suara Kasih: Mewariskan Sejarah

Suara Kasih: Mewariskan Sejarah

25 Februari 2012 Dalam menjalani latihan, diperlukan kesatuan hati dan keharmonisan agar dapat menunjukkan ketulusan hati dalam menyelami Dharma. Saat ada banyak orang yang menyelami Dharma dengan penuh ketulusan, maka kesatuan hati setiap orang ini akan menjadi kekuatan doa yang dapat terdengar oleh para Buddha.
Jika menjalani kehidupan dengan penuh welas asih, maka hasil pelatihan diri akan segera berbuah dengan sendirinya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -