Para peserta Kelas Budi Pekerti Qin Zi Ban Kecil, orang tua, beserta relawan bersikap anjali di awal kegiatan Kelas Budi Pekerti gabungan dari 3 komunitas relawan Tzu Chi (He Qi Barat 1, Barat 2, dan Tangerang).
Pendidikan Kelas Budi Pekerti di Tzu Chi bertujuan untuk membentuk karakter bagi setiap anak. Tentunya hal ini merupakan pendidikan dasar yang sangat bermanfaat bagi pengembangan akhlak yang baik untuk setiap anak di masa depan.
Di tahun 2022 ini, tiga komunitas relawan Tzu Chi (He Qi Barat 1, Barat 2, dan Tangerang) sudah memulai membuka Kelas Budi Pekerti secara offline. Pendaftaran Kelas Budi Pekerti di tiga komunitas relawan tersebut sudah berlangsung sejak 22 Mei 2022. Tercatat sebanyak 65 siswa, baik siswa lama atau siswa baru yang mendaftar ulang untuk mengikuti Kelas Budi Pekerti ini.
Kelas Budi Pekerti pertama di tiga komunitas relawan Tzu Chi tersebut juga telah dimulai pada 24 Juli 2022 lalu. Dengan rincian 29 siswa di Qing Zi Ban Besar,12 siswa di Qing Zi Ban Kecil, dan 24 siswa di Tzu Shao Ban. Kemudian pada 14 Agustus 2022, Kelas Budi Pekerti secara offline (tatap muka) mulai dilaksanakan. Hal tersebut tentunya membuat kebahagian tersendiri bagi siswa, orang tua serta para Dui Fu Mama dan Papa (relawan Tzu Chi pendamping siswa) karena sejak 2020 dan 2021, Kelas Budi Pekerti hanya dibuka secara online melalui aplikasi Zoom Meeting.
Sebelum pukul 08.00 WIB, para peserta didik yang biasa disapa sebagai Bodhisatwa Kecil (Xiao Pu Sa) mulai mendatangi Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng sebagai tempat penyelenggaraan Kelas Budi Pekerti. Kegiatan ini juga dilakukan dengan tertib dan tetap mematuhi protokol kesehatan yang ketat, serta didampingi oleh para orang tua mereka.
Pentingnya Pendampingan Orang Tua
Setiap orang tua, tentu mengharapkan anaknya menjadi yang terbaik, baik dari sisi pendidikan di sekolah, pekerjaan, di masyarakat, bahkan di lingkungan keluarga. Hal ini tentu memerlukan suatu upaya dari orang tua untuk mendidik anak-anaknya menjadi baik, hebat, pintar dalam belajar dan segala hal yang terbaik untuk masa depan seorang anak.
Pendidikan formal merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk orang tua agar anak-anaknya menjadi pintar, tetapi apakah pintar saja sudah cukup bagi seorang anak?
Sewaktu Kelas Budi Pekerti di mulai, para siswa dan orang tua murid dipisahkan sementara waktu di dalam ruangan yang berbeda. Para orang tua menempati ruang Budaya Humanis di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng untuk mendengarkan sharing dari para Dui Fu Mama mengenai bentuk program dan rencana ke depan Kelas Budi Pekerti di tiga komunitas relawan Tzu Chi tersebut.
Eddy Franjaya, memberikan sharing tentang pentingnya pendampingan kepada anak Kelas Budi Pekerti
Di sela-sela sharing tersebut, salah seorang relawan Eddy Franjaya di minta untuk berbagi pengalaman kenapa mengajak putranya ikut dalam Kelas Budi Pekerti. Saat sharing, Eddy mengatakan bahwa dengan mengajak putra atau putrinya dalam Kelas Budi Pekerti ini berharap agar anaknya dapat berubah menjadi baik, berbakti, hebat sesuai harapan orang tua. Tetapi menurut Eddy, harapan tersebut bisa jadi sia-sia dan hanya membuang waktu saja dalam mengikuti Kelas Budi Pekerti ini.
Kenapa? Jika hanya mendaftarkan dan memaksakan anak untuk selalu ikut dalam Kelas Budi Pekerti ini, menurut Eddy kemungkinan harapan papa mama akan sulit terkabul. Jika dengan semudah itu mendaftarkan anak di Kelas Budi Pekerti dan anak akan berubah, tentu saja semua orang akan berbondong-bondong mendaftarkan putra atau putrinya untuk masuk di Kelas Budi Pekerti dan berharap anaknya berubah.
Dari sinilah pendampingan anak dalam Kelas Budi Pekerti itu sangatlah penting menurut Eddy dan menjadi prioritas utama dalam kegiatan keseharian. Kehadiran orang tua dalam pendampingan di Kelas Budi Pekerti menurut Eddy memberikan dampak yang positif bagi anak salah satunya ada kebersamaan dalam keluarga.
Menurut Eddy, satu hal yang paling sulit dalam mendidik anak adalah berharap anak berubah dalam tingkah lakunya. “Jika anak kita membutuhkan pengetahuan umum atau agar anak kita dapat belajar dengan baik, kita bisa minta anak mencari sesuatu dengan mengatakan “cari saja di internet.” Solusi ini tampaknya sangat mudah dan segala sesuatunya dapat di cari melalui mesin pencari atau search engine internet. Tapi jika anak kita baik, berakhlak, berbakti, bijaksana serta bisa bermanfaat, “cari di internet engga ada loh…,” kata Eddy. Menurutnya Butuh waktu bertahun-tahun dan dari kecil untuk mengajarkan anak kita untuk mengubah karakter anak menjadi lebih baik.
Tentunya dengan sharing ini, kita berharap agar para orang tua mengerti kenapa perlu pendampingan orang tua saat anak mengikuti Kelas Budi Pekerti.
Pendidikan Budi Pekerti bagi Si kecil
Dalam kesempatan yang sama, Kelas Budi Pekerti bagi murid-murid juga sudah di mulai. Salah satunya adalah Kelas Budi Pekerti Qin Zi Ban (kelas orang tua dan anak). Kelas ini terbagi menjadi 3 (tiga) tingkat, yaitu Qin Zi Ban Kecil untuk murid berusia 5 sampai 8 tahun, Qin Zi Ban Besar untuk murid berusia 9 sampai 12 tahun, dan kelas Pendewasaan Tzu Shao Ban untuk murid berusia 13 sampai 16 tahun.
Siladhammo Mulyono, relawan yang juga merupakan orang tua murid Kelas Budi Pekerti berbagi kisah tentang pengalaman hidupnya. Ia mengajak para Xiao Pu Sa agar tetap semangat dan pantang menyerah.
Siladhamo Mulyono, salah satu orang tua dari peserta didik bernama Atisha Mulyono Xu (7), mengatakan bahwa beliau mendaftarkan putrinya dalam Kelas Budi Pekerti karena menurut beliau secara pribadi, orang tua dan anak seharusnya sama-sama belajar agar lebih selaras dan seimbang, jadi bukan hanya orang tua yang mengharapkan dari anak.
Di dalam kelas, Xiao Pu Sa dibagi ke dalam 4 grup. Dalam tiap grup, ada seorang relawan yang bertugas sebagai mentor mereka. Setelah seluruh siswa memberikan penghormatan kepada Master Cheng Yen, semua peserta melakukan Pradaksina dengan hening, untuk menenangkan diri sebelum kegiatan pembelajaran dimulai. Lalu, pembawa acara mengajak para peserta untuk membaca kesepakatan dan ikrar.
Begitu memasuki sesi materi, Xiao Pu Sa diajak untuk menyaksikan gambar dan video tentang tempat lain yang kekurangan sumber daya sehingga terpaksa menggunakan tanah sebagai bahan makanan dalam bentuk kue lumpur. Dari sini, Xiao Pu Sa belajar tentang apakah kebahagiaan itu? Bagaimana cara menghargai berkah dan berbagi berkah? Menurut Brian, bisa bangun setiap hari adalah semacam kebahagiaan. Menurut Dominic, cara menghargai berkah adalah menghabiskan makanan yang diambil. Lalu, Xiao Pu Sa menuliskan Kata Perenungan Master Cheng Yen sesuai tema kelas hari ini, yaitu: Kita hendaknya bisa menyadari, menghargai, dan menciptakan berkah.
Para Xiao Pu Sa mencoba menggambar rumah dengan kedua matanya tertutup.
Kegiatan kemudian berlanjut ke sesi permainan anak-anak. Dalam pertemuan kali ini, Xiao Pu Sa mencoba menggambar rumah sambil menutupi kedua matanya. Setelah mencobanya, Atisha mengatakan bahwa ini mudah, tetapi akan lebih mudah lagi jika kedua matanya tidak tertutup. Lalu dalam permainan kedua, Xiao Pu Sa bermain dalam tim. Ada dua orang anak yang harus memberikan instruksi menyusun potongan puzzle kepada seorang temannya yang kedua matanya tertutup. Ternyata ada tim yang kesulitan, tetapi ada tim yang bisa menyelesaikan puzzle dengan mudah.
Setelah itu, Daai Mama memutar video singkat tentang kisah Jun Kai, seorang anak SD yang rajin dan giat membantu ibunya berjualan sayur di pasar. Dari sini, Xiao Pu Sa diharapkan dapat melakukan hal-hal yang membahagiakan orang tua dan tidak membuat orang tua cemas, sekaligus dan dapat mengekspresikan rasa syukur kepada guru dan teman-teman.
Video ketiga yang diputar dalam kegiatan ini adalah kisah Siladhamo Mulyono (atau biasa disapa Mul shixiong) yang harus kehilangan tangan kanannya dalam suatu insiden ketika masih duduk di kelas 1 SD. Namun, dengan moto “ada kemauan, pasti ada jalan”, Mul shixiong menyemangati para Xiao Pu Sa agar lebih giat belajar dan jangan mudah menyerah. Selain itu, Mul shixiong juga sangat bersyukur karena putrinya, Atisha, selalu mengerjakan tugas tanpa perlu disuruh.
Menjelang akhir kegiatan, tim isyarat tangan mengajak para Xiao Pu Sa untuk memperagakan lagu kelas mereka, yang berjudul “Teman yang Bahagia”. Dari rangkaian kegiatan dalam pembelajaran hari ini, Xiao Pu Sa diharapkan dapat menghargai segala sesuatu yang telah dimiliki, dapat bersumbangsih, dan membahagiakan orang lain.
Tim Kelas Budi Pekerti Qin Zi Ban Kecil berfoto bersama setelah kegiatan selesai.
Tepat pukul 11.00 WIB, kegiatan dilanjutkan dengan doa bersama untuk kesehatan dan keselamatan bagi kita semua dan agar dunia selalu dijauhkan dari bencana. Lalu, murid-murid memberikan penghormatan kepada Master Cheng Yen, berbaris dengan rapi, dan meninggalkan ruangan kelas dengan tertib. Terakhir, tim konsumsi membagikan nasi goreng vegetarian yang telah di tata dalam kotak makanan masing-masing, untuk dinikmati orang tua dan peserta didik di rumah mereka masing-masing.
Setelah orang tua dan murid meninggalkan ruangan, panitia pun mengadakan sesi evaluasi untuk mengetahui hal-hal yang bisa ditingkatkan lagi dalam pertemuan bulan berikutnya. Kegiatan diakhiri dengan foto bersama panitia. Salah seorang Daai Mama, Shigu Damiyati atau yang akrab dengan sapaan Shigu Damai, telah bergabung sebagai relawan Tzu Chi sejak tahun 2015 dan dalam Kelas Budi Pekerti sejak tahun 2017. Dengan senang hati, Shigu Damai yang berprofesi sebagai guru di TK Sekolah Cinta Kasih Cengkareng ingin turut bersumbangsih dalam kegiatan pendidikan di masyarakat dan mendalami materi Budi Pekerti.
Editor: Arimami Suryo A.