Pemberkahan Akhir Tahun 2014 Batam : Melatih Enam Paramita

Jurnalis : Agus Lee (Tzu Chi Batam), Fotografer : Djaya Iskandar, Chensuning, Aciao (Tzu Chi Batam)

Para relawan mengajak para pengunjung untuk ikut menyelami makna Enam Paramita melalui pameran Enam Paramita.

Pada hari Minggu, 1 Februari 2015, insan Tzu  Chi Batam melangsungkan Acara Pemberkahan Akhir Tahun 2014 yang mengangkat tema Ketulusan Jalinan Kasih Sayang Antar Sesama Membawa Kebaikan bagi Dunia, Pendidikan Moral dan Kesadaran Lingkungan Menciptakan Masyarakat yang Penuh Berkah. Acara ini dilangsungkan di Ballroom Pasific Palace Hotel dan dihadiri oleh 1104 tamu undangan. Sebelum menuju ballroom, para pengunjung akan melewati pameran hasil dekorasi para relawan. Pameran ini menampilkan keindahan budaya humanis Tzu Chi sekaligus memperkenalkan Dharma kepada para pengunjung.

Selama setahun terakhir, Insan Tzu Chi Batam mulai mendalami Fo Yi Jiao Jing (Sutra tentang Ajaran Terakhir Buddha). Sebelum Buddha wafat, ia meminta muridnya untuk menghapus kebencian, keserakahan, dan kebodohan dari dunia. Master Cheng Yen juga menjelaskan bahwa untuk menghapus kebencian, keserakahan dan kebodohan, terlebih dahulu kita harus menjalankan Enam Paramita: Kemurahan Hati, Sila, Kesabaran, Ketekunan, Samadhi, dan Kebijaksanaan.

Para relawan Tzu Chi berusaha memperkenalkan Enam Paramita tersebut melalui pameran ini. “Melalui pameran Enam Paramita ini, kami mengharapkan para hadirin dapat mengenal enam paramita dan bagaimana cara untuk melatih enam paramita,” ujar Budi, relawan Tzu Chi sekaligus koordinator acara.

Relawan dengan ramah menjelaskan setiap sisi pameran kepada setiap pengunjung, seperti di samping area Kemurahan Hati yang terdapat celengan bambu. Para relawan Tzu Chi bercerita ke pengunjung bahwa Tzu Chi berasal dari Taiwan dan bermula dari 50 sen. Selain itu, relawan juga menjelaskan bahwa setiap orang dapat menjadi orang yang membantu sesama dan berdana melalui celengan bambu.

Persiapan Acara Pemberkahan Akhir Tahun 2014 ini dilakukan bahu membahu oleh semua relawan Tzu Chi Batam.

Selain celengan bambu, di area Kemurahan Hati juga dipajang Nasi Jing Si. Hal ini menyimbolkan bahwa berdana tidak selalu harus menggunakan uang. Ini didasari dari seorang petani di Myanmar yang menahan diri untuk makan lebih sedikit yang sisanya disumbangkan. Setiap kali akan memasak, petani ini meminta kepada istrinya untuk mengambil segenggam beras dari panci dan menaruhnya ke dalam sebuah guci. Setelah beberapa hari, guci tersebut akan penuh dengan beras dan bisa digunakan untuk membantu orang yang berkekurangan.

Tak jauh dari itu terdapat bagian Sila. Melalui bagian ini, para pengunjung dikenalkan dengan 10 Sila Tzu Chi yang ditaati semua insan Tzu Chi.  Salah satunya adalah menjaga lingkungan yang dilakukan salah satunya dengan membawa alat makan sendiri.

Selanjutnya, bagian Kesabaran di mana terdapat sabun Jing Si dan petasan. Budi menceritakan De Jian Shifu (sebutan untuk bhikhuni di Griya Jing Si) menemui banyak halangan saat membuat sabun yang terbuat dari beras untuk kemudian dipersembahkan kepada Master Cheng Yen. Sebatang sabun tersebut juga terdapat ajaran yang dapat kita petik: digosok seperti apapun tetap dapat berfungsi optimal untuk membersihkan badan kita.

“Manusia juga seharusnya begitu. Walaupun sering bergesekan atau bertentangan dengan orang lain, namun kita tetap harus berpegang teguh pada tugas kita yaitu berkontribusi bagi masyarakat dunia. Sebaliknya kita tidak boleh seperti petasan yang hanya dinyalakan sedikit langsung meledak,” ujar Budi.

Melalui bagian Ketekunan, relawan memperkenalkan kepada para pengunjung kebiasaan relawan untuk mendengarkan Dharma dari Master Cheng Yen atau Xun Fa Xiang (Menghirup Keharuman Dharma di Pagi Hari). Mulai tahun 2013, relawan Tzu Chi Batam mulai menghirup keharuman Dharma di pagi hari. Catatan yang ditulis oleh relawan juga turut dipajang. Selanjutnya, lilin yang dipamerkan di bagian Samadhi mengandung makna bahwa kita dapat belajar menjadi penerang bagi kaum lemah dan tidak mampu.

Melalui Nasi Jing Si, relawan Tzu Chi menceritakan mengenai seorang petani di Myanmar yang menyisihkan sebagian berasnya untuk disumbangkan kepada yang membutuhkan.

Bergeser ke bagian Kebijaksanaan, Tzu Chi mengadopsi kebiasaan masyarakat mengundi. Namun yang pengunjung ambil bukanlah ramalan atau peruntungan, melainkan sebuah kata bijak berupa kata perenungan Master Cheng Yen. Kata perenungan ini diharapkan dapat memberikan secercah dasar melatih kebijaksanaan.                             

Tak berhenti di situ, sebuah kereta pedati lembu putih berdiri kokoh di antara Pameran Enam Paramita. Kereta ini menyimbolkan kekuatan untuk memikul tanggung jawab serta tekad yang kokoh. Insan Tzu Chi memegang teguh tekad untuk demi mewujudkan hati manusia tersucikan, masyarakat aman dan tentram serta dunia bebas dari bencana. Hal ini dilakukan dengan mempraktikkan empat keadaan batin luhur yaitu cinta kasih, kewelasasihan, turut berbahagia dan keseimbangan batin.

Artikel Terkait

Pemberkahan Akhir Tahun 2014 Batam : Melatih Enam Paramita

Pemberkahan Akhir Tahun 2014 Batam : Melatih Enam Paramita

03 Maret 2015 Para relawan Tzu Chi berusaha memperkenalkan Enam Paramita tersebut melalui pameran ini. “Melalui pameran Enam Paramita ini, kami mengharapkan para hadirin dapat mengenal enam paramita dan bagaimana cara untuk melatih enam paramita,” ujar Budi, relawan Tzu Chi sekaligus koordinator acara.
Sikap mulia yang paling sulit ditemukan pada seseorang adalah kesediaan memikul semua tanggung jawab dengan kekuatan yang ada.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -