Pemberkahan Akhir Tahun 2017: Kehidupan yang Bahagia
Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Anand Yahya, Halim Kusin (He Qi Barat), Stephen Ang (He Qi Utara 2)Jalinan jodoh dengan Tzu Chi telah mengubah jalan hidup Hendra Sakti atau yang akrab disapa Atta Shixiong. Sejak umur 8 tahun ia sudah menjadi perokok berat, dan di usia belasan tahun ia juga sudah mulai akrab dengan judi. Dalam hal makan pun seperti itu, “Kalau makan bahkan sampai perut melebihi orang yang hamil sembilan bulan,” ujar pria kelahiran Kotaraja, Banda Aceh 64 tahun silam ini. Atta juga seorang penggemar berat sea food. Tetapi kini semua kebiasaan itu telah hilang karena ajaran Master Cheng Yen, Tzu Chi, serta tekadnya dalam mengubah jalan hidupnya.
Awal mula Atta Shixiong mengenal Tzu Chi adalah di tahun 2004, saat tsunami Aceh. Lynda Suparto, salah seorang tetangganya yang merupakan relawan Tzu Chi mengajaknya untuk bersumbangsih. Jodohnya dengan Tzu Chi semakin matang saat ia bersama keluarga tur ke Taiwan. Ketika itu Atta ditawari oleh Sugianto Kusuma, Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia yang saat itu tengah bersama rombongan relawan Tzu Chi Indonesia berada di Taiwan. “Saya ditanya Aguan Shixiong, apakah mau bertemu Master Cheng Yen,” kenangnya. Saat itu tanggal 30 Desember 2007.
Dalam kesempatan itu Aguan Shixiong bertanya kepada anak-anak Atta Shixiong, “Apakah kalian mau Papa kalian berhenti merokok dan berjudi?” Sontak saja ketiga anak Atta setuju. Aguan Shixiong kemudian menyampaikan kepada Master Cheng Yen tentang kebiasaan buruk Atta, yakni merokok dan berjudi, sekaligus memberitahukan keinginan anak-anak Atta Shixiong agar Papanya tidak lagi merokok dan berjudi.
Master Cheng Yen kemudian bertanya kepada Atta, “Apakah kamu sendiri mau berhenti merokok?” Meski ragu, Atta pun menjawab, “Mau.” Sebenarnya Atta sendiri tidak yakin karena meski sudah beberapa kali menyatakan hendak berhenti merokok, tetapi tetap saja gagal.
Sampai ketika di malam pergantian tahun 2007 ke Tahun Baru 2008, saat melihat Pesta Kembang Api di Taiwan, Atta menyatakan tekadnya di depan anak-anaknya. “Mulai sekarang, Papa tidak akan merokok lagi.” Sejak itu Atta pun berhenti merokok. Kebiasaan berjudi pun mulai berkurang, dan bahkan berhenti sama sekali di tahun 2010. “Saya orang yang sangat suka judi. Sejak kecil saya sudah berjudi. Mulai dari main kelereng, kemudian menang dan kelerengnya kemudian saya jual dan uangnya dibelikan kwetiau (makanan –red),” ujarnya. Saat itu bagi Atta, kwetiau sesuatu yang sangat berharga. Seperti kata pepatah bijak, kebiasaan besar dimulai dari kebiasaan kecil. Hal inilah yang kemudian juga terjadi dalam diri pria kelahiran Aceh ini. Kebiasaannya berjudi terus meningkat seiring pertambahan umur dan keuangan yang meningkat.
Beruntung Atta kemudian bergabung dengan Tzu Chi yang mempertemukannya dengan Master Cheng Yen, pendiri Tzu Chi. Sejak itulah Atta mulai mendengarkan ceramah-ceramah Master Cheng Yen, membaca kata perenungan, dan juga buku-buku Dharma karangan beliau. “Ini membuat jiwa saya tenang dan hidup berasa lebih berarti. Mengubah banyak sifat buruk, seperti suka marah, dengki dan lainnya. Sebelumnya saya sering merasa hidup saya hampa. Tetapi setelah di Tzu Chi, hidup saya lebih berarti. Hubungan keluarga juga menjadi lebih harmonis, terutama dengan anak anak. Anak anak juga mempunyai masa depan yang baik, karena hidup mereka berfondasi ajaran Master Cheng Yen,” ungkap suami dari Mui Tjin Shijie, yang juga relawan Tzu Chi.
Diuji dalam Kesehatan
Di tahun 2016, ujian besar menimpa Atta yang juga mengubah perjalanan hidupnya. Kesehatannya terganggu, yang membuatnya sulit berkonsentrasi dan menjadi pelupa. Saat itu Aguan Shixiong menyarankannya untuk memeriksakan kondisi kesehatannya. Dan setelah diperiksa oleh Prof. Satyanegara di Jakarta, dinyatakan jika itu positif tumor ganas. Agar lebih yakin, Atta kemudian memeriksakan kembali ke rumah sakit lain, dan hasilnya tetap sama. “Bahkan ada dokter yang mengatakan jika kemungkinan umur saya hanya tinggal dua sampai tiga bulan lagi,” ujarnya.
Saat itu banyak yang menganjurkannya untuk berobat ke Singapura, tetapi Atta memutuskan berobat ke Rumah Sakit Tzu Chi di Hualien, Taiwan. Begitu tiba di Hualien dan bertemu Master Cheng Yen, beliau mengatakan, “Kamu tidak ada masalah.” “Sewaktu mendengarnya, saya terharu. Saya dan istri langsung berikrar apabila saya sehat tentu saya akan berbuat lebih banyak untuk masyarakat,” tegas Atta. Master Cheng Yen kemudian berkata lagi, “Bukan saya yang menolong kamu, tetapi kamu sendiri yang menolong dirimu.”
Dr. Lin Cun Lung, Ketua Medis Tzu Chi diminta Master Cheng Yen untuk menangani penyakit Atta. Kendala awal adalah untuk proses biopsi tumor yang ada di otak. Harus membedah kepala dan resikonya sangat besar. Terlebih Atta juga pasien yang harus mengonsumsi obat pengencer darah. “Walaupun tim kami bisa membidik seratus persen tepat pada sasaran, tetapi kami tidak sanggup menjamin tidak akan ada pendarahan dan goncangan terhadap saraf. Tentu ada yang kami waspada seperti pendarahan dan efek efek lainnya,” kata dr. Lin Cun Long kala itu.
Sewaktu akan dilakukan biopsi, dr. Lin menganjurkan untuk dilakukan pemeriksaan sekali lagi, dan ternyata ditemukan di pelipis kulit juga ada tumor yang warnanya sama dengan tumor di kepala. “Ini adalah suatu mukjizat, jadi tidak perlu operasi (bedah) di kepala, cukup ambil yang di pelipis dibawah kulit untuk ambil sampel biopsi,” terang Atta.
Atta pun menjalani pengobatan selama setengah tahun di Taiwan. Dan selama itu ia menjalani 6 kali kemoterapi dan 13 kali penyinaran radiasi. Kini tumor di kepala Atta sudah dinyatakan hilang, sudah bersih.
Selama pengobatan di Taiwan, Master Cheng Yen menganjurkan Atta untuk membaca Sutra Bhaisajyaguru. “Master berpesan supaya saya harus baca dengan teliti dan sabar. Setidaknya harus baca tiga kali,” ungkapnya tersenyum. Dari membaca dan mempelajari Sutra tersebut, Atta menemukan kesimpulan dalam diri: Siapa saya dan apa yang saya miliki. “Setelah berpikir, hidup ini tidak kekal. Segala yang saya miliki hanya sementara. Hanya hak pakai, tidak ada hak milik,” katanya, “sebelumnya saya tidak pernah berpikir tentang kehidupan kekal atau tidak. Pokoknya nikmati hidup saja.”
Akan ada pelangi setelah hujan. Begitu pula yang dialami Atta. Setelah mengalami berbagai cobaan, Atta juga memperoleh hikmah dari ujian ini. Ia lebih mensyukuri hidup, berkah yang dimiliki, serta tekad untuk lebih giat lagi dalam misi kemanusiaan. “Saya merasa sangat bersyukur, karena saya bukanlah seorang yang pintar, sekolah dasar juga tidak tamat. Saya tidak punya keahlian, pengetahuan, dan saya sadar saya kurang rajin, kurang disiplin, banyak sifat negatif, tetapi saya bisa hidup dalam kecukupan, dan mempunyai keluarga yang bahagia dan harmonis. Sisa hidup saya hanya untuk masyarakat. Dan saya akan mendalami ajaran Master Cheng Yen,” tekadnya.
Editor: Metta Wulandari