Pemberkahan Akhir Tahun 2017: Memberi dengan Sukarela, Menerima dengan Sukacita
Jurnalis : Marianie (He Qi Utara 1), Philip Chang (He Qi Barat), Suyanti (He Qi Pusat), Fotografer : Marianie (He Qi Utara 1), Daren (He Qi Utara 2), Indarto, Ong Tjandra, Philip Chang (He Qi Barat)
Rita, salah satu tamu Pemberkahan Akhir Tahun 2017 yang diadakan di Tzu Chi Center tertarik mendatangi stand donasi untuk Rumah Sakit Tzu Chi. Ia berdonasi dengan mengatasnamakan anaknya, Valeri Angelica.
Masih dalam suasana Pemberkahan Akhir Tahun 2017 yang diadakan di Tzu Chi Center, 27-28 Januari 2018 kemarin. Selain penampilan-penampilan dan juga sharing yang dibawakan oleh relawan Tzu Chi, ada pula beberapa stand yang letaknya di lantai 1, Aula Jing Si. Ada stan Jingsi Books & Café, DAAI TV, Tzu Chi University Continuing Education Center (TCUCEC), stan SMAT atau Celengan Bambu, juga stan donasi Rumah Sakit Tzu Chi. Beberapa stan itu ramai dikunjungi para tamu.
Dari beberapa stan itu, Rita, salah satu tamu tertarik mendatangi stand donasi untuk Rumah Sakit Tzu Chi. Ia memang sudah berniat untuk berdonasi dengan mengatasnamakan anaknya, Valeri Angelica yang baru berusia dua tahun.
“Saya berdoa semoga anak saya yang mengalami jantung bocor, bisa selalu sehat,” katanya. Melihat anaknya yang kerap kesakitan sejak dilahirkan, Rita merasa sedih. Dalam hatinya, ia berharap tidak ada orang lain yang mengalami kesakitan yang sama.
Adanya rumah sakit Tzu Chi di Indonesia juga membuat Rita merasa bersyukur karena nantinya masyarakat Indonesia tidak perlu pergi keluar negeri untuk menjalankan pengobatan seperti apa yang ia lakukan.
“Saya sudah tahu kualitas Rumah Sakit Tzu Chi di Taiwan sangat bagus, saya rasa di sini akan sama,” ucap Rita.“Saya juga sangat mendukung adanya donor sumsum tulang yang nantinya ada di Rumah Sakit Tzu Chi. Orang yang dapat melakukan hal tersebut (donor) adalah orang yang mulia karena memberikan kehidupan yang baru bagi orang lain. Saya sangat mendukung,” imbuhnya.
Selain penampilan-penampilan dan juga sharing yang dibawakan oleh relawan Tzu Chi, tentu ada pula beberapa stand yang letaknya di lantai 1, Aula Jing Si.
Berbagai stan di lantai 1, Aula Jing Si ramai dikunjungi oleh tamu yang hadir. Di stan-stan tersebut mereka dapat mendapatkan berbagai informasi tentang Tzu Chi juga berdonasi.
Marzuki Ong, yang mengenal Tzu Chi dari komunitasnya di Senior Club (adultdaycare) juga ikut berdonasi untuk Rumah Sakit Tzu Chi. “Saya berharap semua orang bisa sehat dan hidup yang enak,”harap Opa Marzuki sederhana.
Harapan itu juga terucap dari seorang donatur bernama Franseda. “Semoga bisa membantu banyak orang,” tuturnya singkat.
Melengkapi perkenalannya dengan Tzu Chi, Franseda juga membeli buku yang berjudul Tantangan. Ia ingin mengetahui rintangan yang dihadapi oleh Master Cheng Yen dan bagaimana Master menyelesaikannya. “Saya juga minta Celengan Bambu, jadi bisa ikut bersumbangsih setiap harinya,” tambah Franseda senang.
Kumpulan Cinta Kasih
Eli (berjilbab hitam), satu dari 36 warga penerima bantuan bedah rumah di Jagabita, Bogor memberikan sharingnya setelah mendapatkan bantuan bedah rumah dari Tzu Chi.
Berbagai donasi yang diberikan masyarakat melalui Tzu Chi mempunyai porsi masing-masing. Donasi yang diberikan untuk rumah sakit, akan dialokasikan untuk rumah sakit. Sedangkan donasi masyarakat melalui Celengan Bambu digunakan untuk membantu pengobatan dan biaya hidup orang yang sakit, beasiswa pendidikan, bedah rumah, renovasi sekolah, dan bantuan bencana. Ini merupakan perwujudan dari Misi Amal, sebagai akar misi Tzu Chi.
Tentunya masyarakat yang dibantu merasa mendapatkan berkah yang sangat besar dari donasi yang diberikan oleh masyarakat. Satu di antaranya adalah Eli, satu dari 36 warga penerima bantuan bedah rumah di Jagabita, Bogor. Ia cukup kaget karena ternyata sebagian dari dana yang digunakan untuk membedah rumahnya adalah dana dari orang yang notabene memiliki ekonomi yang biasa-biasa saja, dan dikumpulkan dari koin-koin yang menurut sebagian besar orang tidak ada gunanya. Koin-koin itu bahkan bisa mengabulkan angan Eli sejak ia muda.
“Hal ini membuat saya terpanggil juga untuk bersumbagsih,” katanya saat memberikan sharing di acara Pemberkahan Akhir Tahun 2017.
Perhatian Tiada henti
Linda dan Roy membawa serta Maxxon Maxxen dalam Pemberkahan Akhir Tahun 2017. Dukungan tak henti dari Wie Sioeng dan relawan Tzu Chi lainnya membawa keluarga tersebut mampu menghadapi berbagai cobaan.
Donasi yang ada di Tzu Chi juga tidak hanya berbentuk materi. Perhatian dengan tulus justru kerap menjadi hal yang tidak bisa dilupakan oleh para penerima bantuan. Seperti apa yang dirasakan oleh Linda dan Roy, orang tua dari bayi kembar siam Maxxon Maxxen. Sejak mengajukan bantuan ke Tzu Chi, ia merasa mendapatkan dukungan moral yang besar.
“Selama 2,5 tahun semenjak kehamilan Maxxon dan Maxxen, adalah masa yang tidak mudah saya lewati. Banyak sekali keputusan besar yang teramat sulit, harus kami ambil,” kata Linda. “Namun berkat adanya support yang besar dari Tzu Chi dan keluarga, akhirnya kami bisa berkumpul dengan dua anak yang sempurna” lanjutnya lagi.
Proses pemisahan Maxxon Maxxen yang sempat terkendala oleh biaya membuat orang tua mereka mengajukan bantuan ke Tzu Chi. Kasus yang baru dan besar ini tentu menyita perhatian relawan. Wie Sioeng dan relawan lainnya yang menangani kasus ini mulai memberikan perhatian kepada keluarga sekaligus mencari solusi. Mereka mulai konsultasi ke dokter sampai akhirnya kendala tersebut teratasi.
Operasi pemisahan yang diperkirakan memakan waktu 16 jam itu tentu saja membuat pihak keluarga risau. Beberapa kali Linda tidak sadarkan diri ketika anaknya sedang dioperasi. Kerisauan tidak hanya dialami oleh pihak keluarga selama masa operasi namun juga dialami oleh relawan, namun relawan harus terus menguatkan keluarga. Mereka hadir pagi-pagi untuk melakukan doa bersama dan tinggal sampai sore untuk memberikan dukungan serta sentuhan cinta kasih melalui genggaman tangan.
Operasi besar tersebut akhirnya selesai dalam waktu 10 jam. Kelegaan tak terkira tergurat dari setiap wajah yang tegang. Bukan hanya materi, karena proses perhatian yang panjang akhirnya membuahkan sukacita.
“Mampu merasakan kebahagiaan orang lain seperti kebahagiaan sendiri adalah kehidupan yang penuh dengan kepuasan dan paling kaya akan makna,” ungkap Wie Sioeng.
Editor: Khusnul Khotimah