Pemberkahan Akhir Tahun 2017: Tujuh Kisah Inspiratif
Jurnalis : Felicite Angela Maria(He Qi Timur), Hadi Pranoto, Fotografer : Ong Tjandra, Halim Kusin (He Qi Barat 2), Felicite Angela Maria (He Qi Timur)Manny Thalib (tiga dari kiri), relawan Tzu Chi bersama tiga tokoh dalam Buku Kisah Perjuangan Anak Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi dalam launching buku ini. Dari kiri ke kanan: Nur Priyanto, Umi Faridha, dan Oman.
Pendidikan adalah hal yang sangat penting karena harapan
orang tua terletak pada anak. Harapan anak ada pada pendidikan, harapan negara
terletak pada masyarakatnya, dan harapan masyarakat ada pada setiap keluarga.
Agar masyarakat dapat hidup harmoni maka salah satu caranya yaitu menyucikan
hati manusia melalui pendidikan.” (Master Cheng Yen)
Bertepatan dengan acara Pemberkahan Akhir Tahun 2017 yang berlangsung
sejak hari Sabtu dan Minggu, 27 – 28 Januari 2018 di Aula Jing Si, Lantai 4, Tzu
Chi Center, PIK, Jakarta Utara juga . dilakukan launching Buku Kisah Perjuangan Anak-anak Perumahan Cinta Kasih Tzu
Chi Dalam Menyongsong Masa Depan yang Lebih Cerah.
Buku yang diterbitkan oleh PT Jing Si Mustika Abadi Indonesia ini ini
menceritakan tentang kehidupan nyata anak-anak di lingkungan Perumahan Cinta
Kasih Tzu Chi, Cengkareng, Jakarta Barat yang berasal dari bantaran kali Angke
yang ditulis sesuai pengalaman nyata ketujuh anak tersebut. Ketujuh anak (kini
telah beranjak dewasa) tersebut adalah Oman Setiawan (Berlari Mengejar Mimpi), Nur Priyanto (Si Tukang Insinyur), Rudi Susanto (Janji untuk Mama), Ucok Andika (Semangat
untuk Terus Maju), Malisa (Cita-citaku),
Aditia Saputra (Berkat Pendampingan Tzu
Chi).
Tokoh-tokoh di dalam kisah ini semuanya berasal dari keluarga yang kurang
mampu. Dengan bimbingan, dukungan, dan perhatian tulus insan Tzu Chi Indonesia,
mereka berjuang untuk mengembangkan bakat dan kepribadian masing-masing. Ada
yang berprestasi di bidang olahraga, akademik, bahasa asing, dan lainnya.
Berkat prestasi ini beberapa diantaranya mendapatkan beasiswa dari berbagai perguruan
tinggi, baik negeri maupun swasta. Mereka kini bekerja dalam berbagai bidang
profesi, mulai dari karyawan di perusahaan-perusahaan besar, rumah sakit, guru
dan, bahkan insinyur.
Para pengunjung Pemberkahan Akhir Tahun 2017 cukup antusias untuk melihat buku-buku dan produk lainnya yang dipamerkan oleh Jing Si Books & Café selama dua hari, 27 – 28 Januari 2018.
Yondi, staf penjualan PT Jing Si Mustika Abadi mengatakan jika Buku Kisah Perjuangan Anak Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi ini diterbitkan sebanyak 3.000 eksemplar.
Kisah-kisah di dalam buku ini membuktikan bahwa ketulusan dan cinta
kasih universal mampu membuat anak-anak bisa melalui kondisi sulit yang menerpa
mereka saat itu. Berkat perhatian insan Tzu Chi, rasa bakti mereka kepada orang
tua ditambah dengan ketekunan pribadi dan pemberdayaan diri, akhirnya mereka
dapat mengembangkan kesadaran diri yang positif dan berhasil melangkah maju
untuk menggapai cita-cita mereka.
Tekad yang Sama Untuk Berubah
Seperti diungkapkan oleh Yondy, staf pemasaran PT. Jing Si Mustika Abadi,
ide awal diterbitkannya buku ini adalah dari sejarah awal tumbuhnya benih-benih
cinta kasih Tzu Chi di Indonesia. Saat itu insan Tzu Chi membantu menyediakan
tempat tinggal (Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi) bagi warga di bantaran Kali
Angke yang terkena normalisasi Program Kali Angke pada tahun 2002 yang
diinisiasi oleh Pemerintah DKI Jakarta.
“Buku ini diterbitkan sebanyak 3.000 buah, dan selain diperkenalkan di
acara ini (pemberkahan), juga sudah juga diperkenalkan ke Kantor-kantor Penghubung
Tzu Chi di berbagai daerah di Indonesia. Responnya mereka sangat positif dengan
kehadiran buku ini, melihat pentingnya buku ini sebagai motivasi dan semangat
cinta kasih Tzu Chi,” terang Yondy.
Ditemui di sela-sela menjaga stan buku ini, Mindawati Surbaki (43
tahun), salah satu pengajar di SMK Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng,
Jakarta barat yang cukup mengenal beberapa tokoh dalam buku ini menggambarkan
karakter masing-masing dari mereka sejak mereka masih mengemban pendidikan di
SMP dan SMK Cinta Kasih Tzu Chi. “Awalnya
mereka ada yang masih (sangat) tertutup dan susah beradaptasi saat baru pindah
ke Rusun,” ungkapnya. Kehadiran relawan dan para guru Sekolah Cinta Kasih Tzu
Chi membuat mereka pelan-pelan bisa beradaptasi dengan lingkungan baru mereka,
khususnya perumahan dan sekolah. “Mereka punya karakter dan talenta
masing-masing. Cara mereka mengembangkan diri juga berbeda-beda. Tapi yang
pasti sama adalah tekad mereka, tekad untuk mengubah diri dan kehidupan mereka
yang bisa menjadi inspirasi.”
Mindawati Surbaki (kaos abu putih) tengah menjelaskan kepada pengunjung tentang Buku Kisah Anak Perumahan Cinta Kasih ini. Sebagai guru SMK Cinta Kasih Tzu Chi ia mengenal dengan baik tokoh-tokoh cerita di dalam buku tersebut.
Sherley SW., salah seorang pengunjung yang tertarik untuk membeli buku ini. “Saya penasaran, mau tahu apa saja yang mereka alami. Saya berharap bisa mendapatkan inspirasi ataupun pengalaman yang mereka alami sehingga bisa mengambil intisarinya bagi diri sendiri.”
Seperti yang disampaikan oleh Nur Priyanto (27) dan Umi Faridha(27), dua
tokoh dari buku ini yang di acara peluncuran buku ini pada Minggu 28 Januari
2018. Mereka berbagi cerita dan pengalaman mereka. Nur Priyanto, salah satu
anak dari bantaran Kali Angke tahun 2002 lalu, mulai pindah ke Perumahan Cinta
Kasih Tzu Chi pada tahun 2003. Saat itu ia masih duduk di kelas 6 sekolah dasar.
Pindah ke tempat baru dengan lingkungan baru tentu perlu penyesuaian dan
adaptasi dengan berbagai macam perasaan dan konflik berkecamuk di dalam diri
Nur Priyanto dan keluarganya pada saat itu.
Meski begitu akhirnya ia bisa beradaptasi dengan baik di lingkungan
barunya. Prestasi belajarnya pun sangat bagus.
Setelah lulus SMP, karena saat itu Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi
Cengkareng belum ada SMA maka Nur Priyanto melanjutkan di SMA negeri daerah
Cengkareng, Jakarta Barat. Selepas SMA, Nur Priyanto melanjutkan kuliah di
Universitas Indonesia (UI), Depok, jurusan Tehnik Sipil. Sejak kecil memang ia
bercita-cita menjadi “Tukang Insinyur”. Nur Priyanto juga mendapatkan beasiswa
pendidikan di kampus ini.
Setelah selesai kuliah dan bekerja, barulah Nur Priyanto mulai berpikir,
”Kalau saat itu saya tidak digusur, kalau saat itu saya tidak pindah ke Rusun, mungkin
nggak sih saya bakal kayak sekarang?
Mungkin saya bisa lebih baik (hidupnya), tapi kemungkinan besarnya tidaklah
sebaik sekarang. Saat itulah saya melihat, mungkin inilah jalannya, yang Tuhan
gariskan buat kita. Itulah mungkin buah dari kisah kita tinggal di Rusun ini
sekitar 14 tahun yang lalu.” Selain itu, tentunya dukungan besar juga sangat
besar dalam proses keberhasilan ini. Inspirasi besar juga datang dari ayah Nur
Priyanto yang bekerja sebagai montir di sebuah bengkel sepeda motor. “Ayah
bilang kalau bapaknya cuma bisa benerin
motor, maka anaknya kudu bisa bikin motor,” tegas Nur Priyanto mengingat pesan
sang ayah.
“Semua rezeki Tuhan yang atur, kita jalanin
semaksimal yang kita bisa. Saat pindah ada sesuatu yang baru yang saya pelajari
selama bersekolah di Tzu Chi, yang paling berkesan adalah saling menghargai dan
universalnya Tzu Chi terhadap umat beragama lain sangat besar. Penerapan
pelajaran budi pekerti juga dipraktikkan langsung selama di sekolah sehingga
nilai-nilai positifnya masih membekas di dalam diri pria yang kini bekerja di
salah satu perusahaan pengembang ternama di Indonesia ini.
Sementara Umi Faridha saat ini mengajar di salah satu sekolah swasta di
Jakarta Barat. Sejak kecil ia memang bercita-cita menjadi seorang guru.
Kenangannya saat masih tinggal di bantaran Kali Angke masih terekam jelas dalam
ingatannya. Rumah sederhana beralaskan papan kayu berdiri tepat di atas kali
yang hitam dan bau. Jauh dari kata sehat. Sampai kemudian ia dan keluarga
tinggal di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi. Tinggal di tempat dan lingkungan yang
baru membuat Umi pun memiliki kebiasaan baru, lebih bersih dan lebih semangat
belajar. “Dulu kalau mau sekolah, ya sekadar masuk sekolah saja, Tetapi berbeda
dengan Sekolah Cinta Kasih, di sini saya merasa sangat diperhatikan. Para guru
menganggap kami seperti anak-anaknya sendiri,” terang Umi. Hal inilah yang
membuat semangat dan motivasinya berkembang hingga akhirnya selepas dari SMA
Cinta Kasih Tzu Chi ia berhasil
mendapatkan beasiswa dari Sampoerna Foundation untuk mewujudkan
cita-citanya menjadi seorang guru.
Kesan positif datang dari Sherley SW, salah satu pengunjung acara Pemberkahan
Akhir Tahun 2017 ini. Setelah melihat
stan pameran Buku Jing Si, ia pun tertarik, terkesan, dan akhirnya membeli buku
Kisah Perjuangan Anak-anak Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi ini. Ia juga sempat bertemu
dan berbincang-bincang dengan tiga orang tokoh dari buku ini: Oman Setiawan,
Nur Priyanto, dan Umi Faridha. ”Cover depannya menarik. Saya jadi penasaran, mau
tahu apa saja yang mereka alami. Saya berharap bisa mendapatkan inspirasi
ataupun pengalaman yang mereka alami sehingga bisa mengambil intisarinya bagi diri
sendiri.”
Setelah peluncuran secara resmi, buku Kisah Perjuangan Anak-anak Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Dalam Menyongsong Masa Depan yang Lebih Cerah ini juga bisa didapatkan di Toko Buku Jing Si Books & Café Pantai Indah Kapuk (Jakarta) dan Medan, serto toko-toko buku Gramedia di Indonesia.