Pemberkahan Awal Tahun 2017: Jangan Pernah Menunda untuk Berbakti
Jurnalis : Hadi Pranoto, Metta Wulandari, Fotografer : Anand Yahya, Metta WulandariDrama Budi Luhur Orang Tua Seluas Samudra menjadi inti dalam Pemberkahan Awal Tahun 2017 yang diselenggarakan oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Drama ini diharapkan dapat menciptakan keharmonisan cinta kasih, utamanya antara orang tua dan anak.
Drama Budi Luhur Orang Tua Seluas Samudra menjadi inti dalam Pemberkahan Awal Tahun 2017 yang diselenggarakan oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Drama yang mengisahkan tentang kisah perjalanan cinta kasih orang tua yang tiada batasnya ini memukau peserta pemberkahan pada Sabtu, 11 Februari 2017 yang dihadiri oleh 1.300 orang peserta yang terdiri dari staf badan misi dan relawan Tzu Chi.
Dengan kembali mengingatkan satu Kata Renungan Master Cheng Yen yang berbunyi, “Ada dua hal yang tidak bisa ditunda; berbakti pada orang tua dan berbuat kebajikan”, drama ini diharapkan dapat menciptakan keharmonisan cinta kasih, utamanya antara orang tua dan anak.
Terdiri dari 9 bagian, drama tersebut dimulai ketika seorang ibu tengah mengandung hingga melahirkan. Semakin dewasa sang anak, semakin banyak konflik yang mereka hadapi dengan lingkungan, pekerjaan, dan banyak hal lainnya. Kesibukan demi kesibukan pun mereka jalani hingga melupakan bagaimana orang tua rindu akan rengekan, pelukan, hingga suara sang anak. Kian hari sang anak pun kian lupa dengan orang tua hingga timbul penyesalan karena orang tua telah tiada dan ia belum sempat membalas budi kepada ibu yang telah melahirkan dan membesarkannya.
Menyaksikan drama tersebut, drg. Delidanti (kiri), dokter Rumah Sakit Cinta Kasih mengaku terinspirasi dan membuat resolusi untuk lebih dekat dengan keluarga.
Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Liu Sumei dan Wakil Ketua Sugianto Kusuma memberikan pesan cinta kasih dalam Pemberkahan Awal Tahun 2107.
Menyaksikan drama tersebut, drg. Delidanti, dokter Rumah Sakit Cinta Kasih (dulu Rumah Sakit Khusus Bedah -red) mengaku terinspirasi. “Setiap tahun selalu berbeda, dan kali ini ada drama tentang tema berbakti yang sangat menyentuh. Saya merasa terharu dan mendapatkan hikmah kalau berbakti kepada orang tua itu jangan sampai ditunda. Kita bisa lihat, karena menunda maka segalanya terlambat, orang tua keburu tidak ada, meninggal,” ungkapnya. Karena itulah, salah satu resolusinya di tahun 2017 ini adalah untuk lebih dekat dengan keluarga. “Tentunya juga untuk bisa menjadi pribadi yang lebih baik, lebih bisa berkarya, baik dalam pekerjaan maupun dalam misi kemanusiaan,” terangnya.
Meski sudah rutin mengikuti acara Pemberkahan Akhir Tahun Tzu Chi, Drg. Delidanti tidak pernah merasa bosan. Selain karena angpau berkah dan kebijaksanaan dari Master Cheng Yen yang dinantinya, acara pembekahan juga selalu berbeda setiap tahunnya. Drg. Deli mengaku menyimpan dan mengoleksi angpau berkah ini di rumahnya. “Saya anggap ini sebagai barang berharga saya,” terangnya.
Bagi Drg. Delidanti, menjadi bagian dari keluarga besar Tzu Chi menjadi hal yang sangat membahagiakan. Dokter yang sudah bekerja dan mengabdi di Rumah Sakit Cinta Kasih (dulu Rumah Sakit Khusus Bedah -red) selama 14 tahun ini juga sering mengikuti baksos kesehatan yang dilakukan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia di berbagai daerah di tanah air. “Di sini (RS Cinta Kasih Tzu Chi), kita bisa bekerja sambil berkegiatan sosial. Kita nggak hanya praktik dan bekerja di rumah sakit saja, tetapi juga bisa ikut bersumbangsih membantu masyarakat yang membutuhkan,” kata Drg. Delidanti, usai mengikuti acara Pemberkahan Akhir Tahun Tzu Chi.
Berbeda dengan drg. Delidanti yang lebih dari 10 kali ikut dalam pemberkahan, Ian Davis Kepala Sekolah Tzu Chi Secondary School baru tiga kali berpartisipasi dalam pemberkahan, namun perasaan mereka sama. Ian merasa terharu karena budaya yang baginya baru ini telah mengajarkannya banyak hal. “Ketika saya bergabung dengan Tzu Chi, saya belajar untuk tahu bahwa Tzu Chi mempunyai filosofi yang sangat besar dan mendalam. Terutama dalam nilai tinggah laku dan bakti pada orang tua,” ucap Ian. “Tzu Chi juga tidak menampilkan kesedihan untuk mencari rasa kasihan melainkan memupuk kasih dan nilai-nilai kemanusiaan untuk sesama,” imbuhnya.
Ian Davis (tengan, barisan laki-laki) merasa terharu karena budaya yang
baginya baru ini telah mengajarkannya banyak hal terutama bagaimana nilai-nilai budi pekerti dan bakti kepada orang tua ditanamkan kepada anak-anak.
Melihat drama yang baru saja ditampikan, ia berharap tidak akan ada lagi anak yang menyesal karena tidak mempunyai kesempatan untuk berbakti pada orang tua. Maka dari itu, ia melalui Sekolah Tzu Chi Indonesia memberikan dukungan penuh dalam kegiatan-kegiatan untuk menanamkan nilai-nilai bakti dan budi pekerti bagi para siswa di sekolah. “Semoga anak-anak terus belajar nilai-nilai kebudayaan yang indah, termasuk memperhatikan tingkah laku yang baik, tentu juga berbakti pada orang tua,” harapnya.
Ian yang berasal dari London, Inggris ini pun mengaku sangat terkesan dengan keberagaman dan cinta kasih yang kerap kali ia lihat di Tzu Chi. Ia juga sering ikut dalam beberapa kegiatan kerelawanan, termasuk menjadi salah satu pengisi acara dalam pemberkahan, yaitu sebagai salah satu penabuh genderang. “Keberagaman di Tzu Chi tidak jauh berbeda dengan keberagaman di London, hanya saja di Tzu Chi ini keberagamannya adalah keberagaman yang menciptakan sebuah kebudayaan untuk menyebarkan dan membagi cinta kasih,” jelas Ian. “Semoga kemanusiaan menghadirkan kedamaian begitu juga sebaliknya. Dunia akan lebih indah apabila cinta kasih tersebar melampaui lingkup-lingkup kehidupan dan akhirnya mempengaruhi orang lain dalam kebaikan,” tambahnya menuturkan doanya.
Terus Mengembangkan Cinta Kasih di Tzu Chi
Sementara itu CEO Tzu Chi Internasional Stephen Huang menuturkan bahwa dalam kehidupan yang tidak kekal ini pasti timbul hal baik dan buruk karena manusia lahir, hidup, dan tumbuh dengan membawa karma masing-masing. “Lalu bagaimana mengubah hal buruk menjadi baik?” Jawaban yang sesungguhnya adalah cinta kasih,” lanjutnya.
Stephen Huang pun menjelaskan bahwa ada 2 macam cinta kasih: cinta kasih lingkup kecil (individual) dan cinta kasih universal. Keduanya berperan dalam penting dalam kehidupan, maka dari itu, Tzu Chi menjadi wadah untuk semua, bukan hanya untuk menerima berkah namun juga untuk kembali menciptakan berkah dengan berbagi pada sesama.
CEO Tzu Chi Internasional Stephen Huang (kanan) membagikan angpau berkah dari Master Cheng Yen kepada staf badan misi Tzu Chi yang hadir.
Seluruh staf badan misi dan relawan yang hadir melakukan doa bersama untuk menutup acara.
“Kita di Tzu Chi, kita berusaha mengubah keburukan menjadi kebaikan, inilah yang namanya mengubah karma buruk menjadi berkah. Jadi Tzu Chi memberi kesempatan pada kita semua untuk sama-sama menghimpun kekuatan karma baik, kekuatan berkah. Saya percaya kalau kita bersungguh-sungguh menjalankan Tzu Chi, jawaban ini akan ada dalam hati kita semua,” jelas Stephen Huang.
Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Sugianto Kusuma juga sepakat dan berharap seluruh staf badan misi dan relawan Tzu Chi tidak pernah lelah untuk memberikan kontribusi dalam membantu sesama. “Mari kita bangkitkan semangat untuk bersama-sama menjalankan Tzu Chi sehingga bisa berguna untuk saudara-saudara kita yang kurang beruntung,” imbau Sugianto Kusuma.
Pemberkahan Awal Tahun 2017 yang bertema: Memupuk berkah, dalam sebutir benih beras terhimpun cinta kasih sepanjang masa; Membina kebijaksanaan, dalam hal terkecil pun terkandung Dharma yang mengubah kehidupan ini masih akan dilaksanakan esok pada, Minggu 12 Februari 2017 di Aula Jing Si.
Artikel Terkait
Pemberkahan Awal Tahun 2017: Lebih Berbakti, Lebih Bersumbangsih
13 Februari 2017Tabuhan tambur menggema, membuka Pemberkahan Awal Tahun 2017. Ribuan peserta dari masyarakat umum dan relawan yang memadati Aula Jing Si, Tzu Chi Center Pantai Indah Kapuk Jakarta terbawa keindahan bunyi yang rancak nan membahana.