Pemuda! Mari Keluar Dari Comfort Zone
Jurnalis : Tjoa Susanto (Tzu Ching Batam), Fotografer : Petrick, Widiana (Tzu Ching Batam)Dengan penuh rasa syukur, muda-mudi Tzu Chi menyambut dukungan dan support masyarakat dalam melestarikan lingkungan.
Sampah menjadi permasalahan semua orang, termasuk di Batam. Setiap hari sebanyak 900 – 1.000 ton sampah diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Tak kurang dari 20 persen sampah itu adalah sampah plastik. Sampah-sampah ini dapat berdampak buruk bagi masyarakat maupun lingkungan sekitar, yang dapat menyebabkan pencemaran serta dalam waktu jangka panjang dapat menimbulkan bencana.
Setelah melakukan Sosialisasi tentang Waves (We Are Vegetarians and Earth Saviors) pada 17 November 2019 lalu, relawan muda-mudi Tzu Chi (Tzu Ching) dan murid Kelas Budi Pekerti (Tzu Shao) Batam mulai menunjukkan aksi nyata mereka dalam melestarikan lingkungan. Para peserta terjun langsung ke beberapa pasar di Kota Batam untuk menebarkan rasa peduli lingkungan. Pada saat itu, hujan lebat menguyur Kota Batam. Walau demikian, hal ini tidak menghalang 32 relawan, 11 Tzu Ching, 12 Tzu Shao, dan 5 sukarelawan tetap bersemangat ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini.
Agar lebih mudah terinspirasi untuk melestarikan lingkungan, para peserta menyaksikan video tentang kondisi Bumi saat ini.
Kegiatan pelestarian lingkungan kali ini mengangkat tema “Out of Comfort Zone”. Ini berarti Tzu Ching maupun Tzu Shao yang selama ini selalu berada di Conform Zone atau Zona Nyaman, sudah saatnya keluar dari zona nyaman tersebut dan memberanikan diri mensosialisasikan pelestarian lingkungan ke tengah masyarakat. Program Waves sendiri merupakan program Tzu Ching dalam mengkampanyekan serta mendukung Misi Pelestarian Lingkungan Tzu Chi dengan berkontribusi nyata dalam menjaga bumi.
Sesi
Briefing Sebelum Praktik
Sebelumnya
berangkat, seluruh peserta terlebih dahulu berkumpul di Aula Jing Si Batam
untuk mendengarkan briefing atau pengarahan
singkat. Pengarahan ini dimulai dengan sebuah presentasi oleh Ferdinand, Tzu
Ching Batam. “Mengapa mengurangi plastik? Konsumsi plastik di Indonesia mencapai
4.000 ton per hari. Itu sama beratnya dengan 16 pesawat Boeing. Indonesia menghabiskan
100 miliar kantong plastik per tahun. Ini menghabiskan dana sebesar 11 triliun
rupiah yang hanya untuk biaya produksi kantong plastik saja. Sekitar 7% dari
sampah plastik tersebut juga akan dibakar, dimana asap-asap dari pembakaran pun
beracun dan merusak kesehatan manusia,” tutur Ferdinand.
Setelah mendengarkan materi singkat, relawan kemudian dibagikan menjadi 5 kelompok besar yang masing-masing kelompok terdiri dari 5-6 orang peserta. Setiap kelompok diberikan misi yang sama: Pelestarian Lingkungan dan Vegetarian.
Anak-anak murid Kelas Budi Pekerti Tzu Chi menjelaskan isi poster sekaligus mengajak masyarakat untuk mengurangi penggunaan kantong plastik.
Di Misi Pelestarian Lingkungan, peserta diberi 10 set stainless straw (sedotan stainless) dan peralatan makan (sendok, garpu, dan sumpit) yang akan diperjualbelikan kepada masyarakat umum sambil memberikan penjelasan untuk tidak menggunakan barang-barang sekali pakai. Semua hasil penjualan ini akan didonasikan ke Dana Amal Tzu Chi Batam.
Kemudian di Misi Vegetarian, para peserta diwajibkan untuk mewawancarai orang yang telah siap makan di rumah makan vegetarian. Menanyakan kepada warga yang sudah bervegetarian alasan mereka bervegetarian? Sejak kapan dan bagaimana? Setelah selesai melakukan misi, peserta kembali ke Aula Jing Si Batam sesuai waktu yang direncanakan.
Sesi
Menyelesaikan Misi-Misi
Setelah
10-15 menit perjalanan, para relawan dan peserta pun tiba di pasar yang dituju.
Pasar dipenuhi dengan keramaian suara penjual-pembeli. Peserta memasuki satu
per satu toko pedagang pasar serta tempat makan vegetarian. Para relawan dan
peserta memperkenalkan diri, menjelaskan apa makna dari poster yang mereka
gambar. Setelah menjelaskan relawan pun memberikan Buletin Tzu Chi agar
masyarakat lebih mengenal dan memahami Tzu Chi.
Jennie Ho, anggota Tzu Ching sedang menjelaskan manfaat bagi lingkungan jika kita mengurangi penggunaan kantong plastik.
Salah satu warga yang baru selesai makanan vegetarian sangat mendukung kegiatan yang dilakukan. “Saya merasa surprise karena melihat anak-anak muda sudah peduli pada lingkungan. Kegiatannya harus lebih sering dilakukan agar lebih banyak orang yang bisa mengetahui kegunaan vegetarian, mengurangi sampah plastik, dan juga menjaga kelestarian lingkungan,” tutur Suwarni
Waktu yang ditetapkan pun tiba, relawan segera kembali ke Aula Jing Si. Setiba di Jing Si Tang, Seluruh peserta membawakan 1 laptop untuk mempersiapkan bahan presentasi yang akan mereka bawakan pada sesi sharing. Namun sebelum itu, para peserta terlebih dahulu disuguhi minuman dan menyantap makan siang.
Sesi
Sharing
Setelah
selesai makan siang, para relawan dan peserta segera membawakan presentasi
mereka. Kelima kelompok yang diutus untuk menjalankan misi menceritakan
pengalaman yang telah mereka alami di pasar masing-masing.
Di sesi sharing ini tidak hanya materi yang disampaikan, para peserta juga disuguhi Video Blog (Vlog) yang bertujuan untuk menyaksikan perjalanan masing-masing kelompok dalam menjalankan Misi Pelestarian Lingkungan. Tujuan dari Vlog ini ialah untuk menyebarluaskan kecintaan terhadap lingkungan lewat sosial media.
Para peserta menuangkan pengalaman mereka dalam mensosialisasikan pelestarian lingkungan dalam sebuah presentasi.
Terinspirasi dari Camp Jakarta, Rosmalinda bersama peserta kelompoknya membuat satu pot dengan ranting pohon yang berisi tanda tangan dan ucapan dari orang yang mereka temui di pasar. “Kemarin di Jakarta, kami membuat poster kepada orang yang ditawarin. Lalu timbul ide, kenapa tidak membuat pohon saja? kan biasa orang menggantungkan harapannya di pohon. Jadi kami bikin pohon tersebut. Bagian bawah tanamannya itu dibuat dengan kertas recycle. Bagian atas terbuat dari ranting yang sudah jatuh, dipungut dan dilem. Harapan di dalam kertas pun berisi semoga bumi ini lebih baik, bersih, dan ajakan untuk mengurangi sampah plastik,” kata Rosmalinda.
“Saya lebih berani dalam melakukan sosialisasi. Respon terhadap sosialisasi ini berbeda-beda, ada yang terima langsung, ada yang menolak, dan ada yang ujung-ujung berhasil diyakinkan,” ungkap Cecelia, salah satu peserta yang baru pertama kali mengikuti kegiatan Tzu Chi.
Kita harus memulainya dari diri sendiri. Kita harus bermawas diri dan berhati tulus. Kini, setiap orang hendaknya bertekad dan berikrar dengan tulus untuk bervegetaris demi kesehatan, bukan demi agama. Dengan demikian, Bumi ini mungkin akan pulih secara perlahan. Seperti apa yang dikatakan dalam Ceramah Master Cheng Yen.
Editor: Hadi Pranoto