Pendidikan, Bekal Maria Meraih Cita-Cita

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta Wulandari, Dok. Pribadi, Videografer: Clarissa R.

Saya tak menyangka, gadis yang saya temui Jumat (7 Agustus 2020) lalu di rumahnya mempunyai pola pikir yang panjang. Namanya Maria Dominica Moa, tanggal 31 Juli 2020 lalu ia berulang tahun ke-18. Anak kedua dari Casimirus Moa dan Sariah ini mengaku tidak mau menyusahkan orang tua sehingga ia harus kuat dan mandiri. Bukan hanya dari ucapan, ia membuktikannya.


Jensen, relawan pembimbing anak asuh datang berkunjung ke rumah kontrakan Maria Dominica Moa di daerah Pademangan, Jakarta Pusat.

Sebelum wabah Covid-19 melanda Indonesia, Maria kerap membantu Casimirus berdagang kabel data (untuk gadget). Bersama ayahnya ia berdagang di pasar atau menunggu pembeli di pinggiran jalan di dekat Stasiun Jakarta Kota. Saat ini, sang ayah melarang dan menganjurkannya tinggal di rumah saja. Belajar agar tidak tertinggal pelajaran, begitu kata sang ayah. Sang kakak, Anjas Mara merangkap tugas Maria. Kini Casimirus dan Anjas Mara lah yang menjajakan dagangan mereka di kemacetan lalu lintas.

Maria duduk di kelas 2 SMK Strada Jakarta, mengambil jurusan Mekatronika. Ada 23 siswa di kelasnya namun kini hanya tinggal 18 siswa karena beberapa mengaku tidak kuat dengan beban pelajaran yang susah. Di kelas itu ada 2 siswa perempuan— salah satunya Maria, dan sisanya laki-laki.

“Kadang sebagai orang tua ada khawatirnya, apalagi kalau waktunya pulang tapi belum sampai. Ternyata ada tugas atau ada (pelajaran) tambahan, dan lainnya. Kami selalu mendukung karena Maria anaknya memang nggak nakal. Saya bersyukur sekali,” kata Sariah, ibu Maria.

Ingin Membuat Robot dan ke Jepang


Kepada Maria, Jensen berbagi cerita dan motivasi dalam belajar.

Apabila dicari dalam laman pencarian, Mekatronika secara keilmuan adalah gabungan dari beberapa cabang ilmu keteknikan, di antaranya: Teknik Mesin/Mekanik, Teknik Kontrol, Teknik Elektro, dan Pengetahuan Perangkat Lunak (software) dengan tujuan untuk menghasilkan suatu produk atau mesin otomatis yang cerdas dengan kinerja yang optimum. Terdengar rumit dan memang rumit, tapi Maria mampu. Ia menduduki peringkat 2 di kelasnya.

“Saya suka Mekatronika karena awalnya punya cita-cita bisa bikin robot, pengen kerja di Jepang jadi bisa bantu perekonomian keluarga,” kata Maria, matanya berbinar-binar menceritakan masa depan yang ia rangkai dengan indah.

Tak Ingin Menjadi Beban
Sebelum direstui untuk masuk Mekatronika, Casimirus sempat menganjurkan Maria untuk masuk SMA terdekat di lingkungan rumahnya tapi anjuran itu ditolak. “Saya mikir kalau masuk SMA (nanti) harus kuliah dulu, yang ada nyusahin Papa lagi. Jadi langsung mikir untuk ambil SMK yang langsung (bisa punya keterampilan dan bisa) kerja. Kerja ngumpulin uang buat biaya kuliah,” jelas Maria.


Mengambil jurusan Mekatronika, Maria kerap menggunakan alat-alat elektronik milih ayah dan ibunya sebagai bahan praktik.

Maria jelas tak ingin menyusahkan orang tua. Ia pun memberi pengertian kepada orang tuanya bahwa sekolah negeri memang gratis biaya SPP, tapi entah biaya lainnya yang mungkin akan menjadi tanggungan ke depannya dan malah menjadi beban.

“Aku nggak mau ngebebanin lagi. Jadi Mama dan Papa tunggu aku sukses, aku bakal berjuang buat ngebahagiain Mama-Papa,” tandas Maria.

Bukan sesuatu yang mudah bagi Maria untuk bisa terus kuat dan mandiri. Apalagi ia beberapa kali melihat orang merendahkan keluarganya karena mereka tidak memiliki banyak harta. Sedih, namun bukannya terpuruk, Maria memilih menunjukkan bahwa walaupun berkekurangan ia bisa meraih prestasi yang membanggakan.

“Saya punya motivasi sendiri buat bilang ke orang yang udah ngehina keluarga saya kalau saya bisa. Keluarga saya bisa,” ucap Maria menahan tangis. “Papa selalu ngomong, ‘Kita selalu dihina kalau kita nggak punya uang. Papa nggak bisa ngasih apa-apa, nggak bisa ngasih uang, cuma bisa ngasih ilmu, sekolah yang tinggi, kamu harus bisa jadi orang, kamu jangan seperti papa.’ Pokoknya semacam itu dan membuat saya termotivasi seperti sekarang,” lanjut Maria mengingat pesan Casimirus.


Maria dan Sariah membuka paket sembako yang mereka terima.

Tekad untuk Kembali Membantu
Bertemu dengan Tzu Chi, membuat Maria percaya bahwa orang baik itu ternyata masih banyak sekali. Hampir tiga tahun, ia merasakan dikelilingi dengan perhatian dan kasih sayang yang tidak membeda-bedakan.

“Senang sekali bertemu dengan (relawan) Tzu Chi karena saya merasa punya keluarga baru, dapet ilmu, pengetahuan, keterampilan. Walaupun sederhana, seperti cara berjalan, cara makan, cara duduk, itu sangat penting untuk kehidupan. Saya bersyukur sekali bisa kenal dengan Tzu Chi,” papar Maria. “Saya juga pengen sekali nanti ketika saya sudah bisa kerja, sudah menghasilkan uang, saya juga pengen ngebantu orang yang (kekurangan) kayak saya. Saya pengen donasi juga ke Tzu Chi. Intinya sekarang pengen bisa kerja biar bisa ngebantu lagi,” lanjutnya.

Saat ini, sudah hampir tiga tahun, Maria menjadi anak asuh Tzu Chi yang menerima bantuan biaya pendidikan. Ia kerap berkumpul dengan relawan dan anak asuh lainnya setiap akhir bulan. Kini, ketika Covid-19 melanda, pertemuan tersebut ditiadakan. Hanya ada relawan Tzu Chi yang kerap melakukan kunjungan ke rumah-rumah anak asuh.


Foto Maria bersama dengan tiga saudaranya. (Dari kanan ke kiri) Anjas Mara anak pertama Casimirus Moa dan Sariah, Dirlyanus Thomas Moa anak ketiga, Shady Daylan anak keempat, dan Maria anak kedua.

Kisah Maria juga membuat relawan pembimbing terkesan karena selain berprestasi, terlebih Maria juga sosok anak yang patuh dan berbakti pada orang tua. “Saya bangga. Saya selalu bertanya di grup saya tentang perkembangan belajar dari para siswa Teratai. Apakah dapat rangking (peringkat di kelas)? Saat itu Maria jawab dapat peringkat 2. Saya tentu senang, apalagi dia ambil jurusan mekatronika yang tidak mudah,” kata Jensen, relawan pembimbing yang hari itu berkunjung sembari membawakan paket sembako untuk keluarga Maria.

Di kesempatan itu, Jensen berpesan kepada Maria untuk tetap semangat belajar karena tugas pelajar adalah belajar. “Bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian,” lanjutnya.

Kisah Maria diharapkan dapat menjadi penyemangat bagi teman-temannya bahwa melalui pendidikan, seseorang bisa mengangkat derajat orang tua dan keluarga. Melalui pendidikan pula, harapan seseorang untuk bisa menata masa depannya menjadi lebih baik lagi bukan hanya mimpi.

Editor: Hadi Pranoto


Artikel Terkait

Pendidikan, Bekal Maria Meraih Cita-Cita

Pendidikan, Bekal Maria Meraih Cita-Cita

10 Agustus 2020

Bukan sesuatu yang mudah bagi Maria untuk bisa terus kuat dan mandiri. Apalagi ia beberapa kali melihat orang merendahkan keluarganya karena mereka hidup sangat sederhana. Sedih, namun bukannya terpuruk, Maria memilih menunjukkan bahwa walaupun berkekurangan ia bisa meraih prestasi yang membanggakan. 

Jangan menganggap remeh diri sendiri, karena setiap orang memiliki potensi yang tidak terhingga.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -