Pendidikan Budi Pekerti yang Didasari Cinta Kasih

Jurnalis : cecilien (He Qi Barat), Fotografer : Bobby (He Qi Barat)

1 Maret 2015 menjadi momen perkenalan perdana kelas Qin Zi Ban di tahun ajaran 2015 sekaligus melakukan ramah tamah perayaan imlek karena suasana hari raya imlek masih terasa hangat.

Di Minggu sore yang cerah, terlihat kumpulan anak-anak berpakaian merah di ruang budaya humanis Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat. Mereka adalah murid-murid kelas budi pekerti Tzu chi (Qin Zi Ban) yang pada hari itu diundang bersama papa dan mama mereka untuk mengikuti acara perayaan imlek bersama para relawan pendamping kelas Qin Zi Ban.

Hari itu, 1 Maret 2015 dipilih untuk menjadi momen perkenalan perdana kelas Qin Zi Ban di tahun ajaran 2015 sekaligus melakukan ramah tamah perayaan imlek karena suasana hari raya imlek masih terasa hangat. Hari itu penampilan para murid juga terlihat berbeda dari biasanya. Mereka tidak berpakaian seragam, melainkan mengenakan pakaian bernuansa merah. Hal ini dilakukan guna menyesuaikan dengan tema pertemuan pada sore itu, yaitu perayaan Tahun Baru Imlek.

Waktu menunjukkan pukul 13.50 WIB, para murid dengan didampingi papa atau mama mereka  berdatangan satu per satu. Sebelum memasuki ruangan, mereka diarahkan untuk mengisi absen terlebih dahulu. Untuk memeriahkan suasana perayaan imlek, para murid akan mengenakan topi berwarna merah dengan tulisan “福” (berkah) di tengahnya, layaknya topi Cai Shen Ye (Dewa Rejeki), figur pembawa berkah yang identik dengan perayaan imlek. Wajah-wajah lucu para anak didik pun terlihat semakin manis setelah memakai topi yang terbuat dari karton itu.

Untuk memeriahkan suasana perayaan imlek, para murid akan mengenakan topi berwarna merah dengan tulisan “福” (berkah) di tengahnya, layaknya topi Cai Shen Ye (Dewa Rejeki), figur pembawa berkah yang identik dengan perayaan imlek.

Sekitar pukul 14.10 WIB, Elly Chandra, selaku MC pada kegiatan memulai acara dengan memberikan kata sambutan dan ucapan selamat tahun baru serta perkenalan para relawan pendamping. Elly pun memperkenalkan dirinya sendiri dan kemudian mempersilakan para relawan lain yang hadir untuk maju dan memperkenalkan diri kepada para anak didik dan orang tua. 14 orang relawan yang hadir pun segera membentuk barisan di depan dan memperkenalkan diri secara bergantian. Untuk menambah keceriaan pada sesi perkenalan, tak lupa para relawan memberikan penampilan shou yu (gerakan isyarat tangan) dengan lagu “ren shi nin zhen hao” (senang berkenalan denganmu). Senyum ceria pun merekah di wajah para hadirin saat menyaksikan penampilan shou yu dari para relawan. Selanjutnya di puncak sesi perkenalan, para anak didik dan orang tua dipersilakan memperkenalkan diri mereka satu per satu. Suasana terasa begitu akrab dan ceria pada sesi perkenalan tersebut.

Sesuai tema pada hari itu, yakni perayaan tahun baru imlek, para hadirin disuguhkan sebuah cerita tentang asal usul perayaan hari imlek yang dibawakan oleh Nelly, salah seorang relawan pendamping. Konon, perayaan imlek berawal dari kisah di sebuah desa di Tiongkok, dimana desa tersebut di setiap awal musim semi selalu didatangi raksasa yang bernama “nian” (tahun). Setiap musim semi tiba, desa itu sangat sepi dan semua pintu tertutup rapat karena takut akan raksasa tersebut. Suatu ketika ada seseorang yang mengetahui tentang “nian” dan menceritakan kepada warga desa bahwa “nian” takut dengan warna merah dan juga keramaian. Mengetahui hal itu, setiap musim semi tiba warga desa pun memenuhi seluruh desa dengan warna merah, mulai dari pakaian, hiasan dinding yang ditempelkan di pintu rumah, dan lain sebagainya. Selain itu warga juga membuat keramaian dengan menyalakan petasan. Begitu sang raksasa tiba, ia tidak berani memasuki desa. Warga desa amat senang dan demikianlah akhirnya perayaan imlek menjadi budaya turun temurun dengan atribut bernuansa merah. Para anak didik pun terlihat menyimak dengan antusias cerita dari Nelly.

Melalui kegiatan ini, para anak didik diajak untuk mengembangkan kreativitas dan keberanian mereka dalam menunjukkan kasih sayang mereka terhadap kedua orang tuanya.

Pendidikan Budi Pekerti di Usia Dini

Usai bercerita, Nelly mengajak para orang tua untuk mengikuti sesi parenting. Sesi parenting diadakan di ruangan terpisah (sebelah ruang budaya humanis). Pada sesi parenting, para orang tua  diberikan sosialisasi mengenai pendidikan anak dan juga sharing tentang permasalahan pendidikan anak. Sebagai orang tua, mereka diharapkan dapat menjadi teladan bagi anak-anaknya, karena orang tua merupakan cermin bagi anak-anak. Sementara itu, di ruang budaya humanis para anak didik  didampingi para relawan pendamping membuat kreasi dari kertas kado. Kali ini mereka akan membuat kalung istimewa yang berantaikan kertas kado dan sebuah pesan cinta kasih kepada orang tua mereka, yang ditulis di potongan kertas kado berbentuk hati sebagai liontinnya. Masing-masing dari mereka diberikan bahan-bahan yang akan dipergunakan untuk membuat kalung, yakni potongan kertas kado yang sudah dipersiapkan oleh para relawan, spidol, dan double tape.

Dengan sabar dan telaten para relawan mengajarkan cara membuatnya. Para anak didik pun mulai memikirkan pesan cinta kasih yang ingin mereka sampaikan melalui kalung tersebut. Salah satunya adalah Trisia, ia ingin menyampaikan pesan cinta kasih dalam aksara mandarin berupa “papa mama zhu ni men shen ti jian kang” (papa mama semoga sehat selalu). Lain lagi dengan Edward yang menuliskan “Papa Mama I Love You”. Pesan lain seperti “aku mau jadi anak yang pintar dan rajin” diungkapkan oleh Adeline. Berbagai ide kreatif dituangkan melalui pesan cinta kasih dalam kalung tersebut. Para anak didik sangat antusias mengikuti arahan dari relawan yang mendampingi mereka. Melalui kegiatan ini, mereka dilatih untuk mengembangkan kreativitas mereka sekaligus menunjukkan kasih sayang mereka terhadap kedua orang tuanya.

Puncak acara hari itu adalah acara pemberian teh kepada orang tua oleh anak didik.


Tidak hanya orang tua yang merasa gembira tetapi anak-anak didik juga merasa bahagia bisa memberikan sesuatu untuk orang tua mereka

Setelah selesai mengikuti sesi parenting, orang tua anak didik kembali berkumpul di ruang budaya humanis. Para anak didik pun telah menunggu kedatangan orang tua mereka dengan kalung hasil kreasi mereka masing-masing yang siap untuk dibacakan pesannya dan dipakaikan kepada Papa Mama. Para orang tua pun tampak begitu senang menerima kado spesial dari anak-anak mereka. Hadiah kecil yang tampaknya sederhana  tersebut justru terasa sangat berkesan bagi mereka.

Puncak acara hari itu adalah acara pemberian teh kepada orang tua oleh anak didik. Di meja tampak telah disediakan cangkir berisi teh oleh para relawan. Papa Mama telah duduk di tempatnya masing-masing. Selanjutnya, para anak didik diminta untuk menghampiri papa-mama mereka masing-masing, kemudian berlutut di hadapan kedua orang tuanya dan memberikan teh kepada mereka. Suasana terasa begitu hangat bercampur haru.  Suasana haru ini diungkapkan oleh Juju, salah satu orang tua anak didik “ Saya sangat terharu ya. Karena sebelumnya anak belum pernah diajarkan seperti itu (berlutut dan memberikan teh).” ungkapnya. Juju mengaku sangat senang anaknya bisa mengikuti kelas Qin Zi Ban karena menurutnya banyak hal yang tidak didapatkan di sekolah, bisa didapatkan di sini (kelas Qin Zi Ban). Ia juga berharap melalui kegiatan Qin Zi ban ini, anaknya, Josh, bisa menjadi anak yang berbudi pekerti baik, penuh cinta kasih dan lebih pengertian (dewasa). Harapan yang sama juga diungkapkan oleh Ping Ping “saya sih berharap dengan anak mengikuti Qin Zi Ban ini bisa menjadi lebih patuh, lebih pengertian.”

Budi pekerti adalah induk dari segala etika, tata karma, moral, cinta kasih, dan perilaku baik dalam pergaulan. Pendidikan budi pekerti dan nilai-nilai luhur yang ditanamkan sejak dini pada diri anak-anak, amatlah besar pengaruh dan manfaatnya bagi peletakan dasar dan landasan kepribadian anak. Melalui kegiatan Qin Zi Ban ini, diharapkan para insan Tzu Chi dapat terus bersumbangsih dalam memberikan pendidikan budi pekerti yang didasari cinta kasih kepada para anak didik.


Artikel Terkait

Menyayangi dan melindungi benda di sekitar kita, berarti menghargai berkah dan mengenal rasa puas.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -