Edward Chendaka memeluk papanya setelah mengikuti games Who Am I yang sangat seru. Papanya pun terharu menyadari anaknya bertumbuh dengan cepat.
Dimana ada pertemuan pasti ada perpisahan, begitu pun Kelas Budi Pekerti yang tanpa terasa sudah dua tahun berkumpul, bermain dan belajar bersama, bertemu teman baru, tempat orang tua, dan anak saling belajar dan menyayangi. Jika di-flashback, penutupan kelas tahun-tahun lalu sempat diadakan Camp Qin Zi Ban di Aula Jingsi. Di acara itu, dipentaskan drama dan sendratari. Tapi sungguh disayangkan karena masa pandemi ini, maka pada Minggu 24 April 2022 penutupan Kelas Budi Pekerti – Kelas Qin Zi Ban (QZB) angkatan XVI dan Tzu Shao Ban (TSB) angkatan XIII dengan tema Pendidikan Kehidupan, masih dilaksanakan dalam ruang Zoom. Walaupun diadakan via Zoom, para siswa tetap bersemangat. Kelas hari itu pun dihadiri oleh 26 murid QZB dan 27 murid TSB, juga 21 relawan.
Kelas penutupan dimulai pukul 9 pagi dengan penghotmatan kepada Master Cheng Yen dilanjutkan dengan games bertema Who Am I. Pada permainan, interaksi antara relawan, siswa dan orang tua pun yang terjalin penuh dengan keceriaan.
“Edward cepat bertambah besar dan sangat berbeda. Pelukannya sekarang dan pada saat dia masih kecil, berbeda dan membuat saya sadar bahwa perubahan anak sangat cepat. Itu yang mengingatkan bahwa kita sebagai orang tua harus selalu memperhatikan langkah mereka. Pendidikan moral dan budi pekerti sangat diperlukan untuk bekal mereka dewasa,” kata orang tua Edward Chendaka.
Streisand (kotak kedua dari kanan) terharu melihat aktivitas para murid yang antusias dan ceria dalam setiap kelas budi pekerti.
“Hari ini lebih banyak murid QZB yang berpartisipasi, reaksi mereka cukup antusias, bahkan beberapa orang tua juga terlihat membahas karakter yang muncul di slide ppt. Sewaktu games ke-2, saya sengaja menghitung waktu mundur, karena saya pribadi ingin melihat interaksi dan wajah anak berserta orang tua mereka saat diminta untuk menunjukkan cinta kasih mereka,” kata Streisand, relawan Da Ai Mama. “Banyak sekali orang tua yang memeluk anaknya dengan erat dan hal ini membuat saya terharu. Saya sampai sengaja scroll untuk melihat semua wajah yang membuka kamera,” lanjutnya.
Video yang Menginspirasi
Selanjutnya, breakout room dibuka dibagi siswa sesuai kelas masing-masing. Di kelas QZB, Supina, pengisi materi memulai dengan memutarkan video pertama Malaikat Kecil yang Bahagia. Video ini menceritakan seorang anak yang berkebutuhan khusus (keterbatasan bergerak) yang membuatnya tidak bisa berjalan dengan baik sehingga untuk melakukan aktivitas dan berpindah tempat, dibutuhkan alat bantu dan bantuan orang tuanya. Tapi walaupun ia terbatas, keadaan itu tidak mematahkan semangatnya untuk bersekolah.
Supina menjelaskan bahwa, kisah dapat dipetik dari video tersebut adalah kekurangan bukan alasan untuk menghentikan kita bermimpi besar.
Video kedua menceritakan kisah seorang anak di India bernama Chotu. Materi ini dibawakan oleh Susan Leonardy. Chotu bercerita tentang seorang anak kecil yang kesehariannya mengemis di lampu merah jalanan lalu bertemu dengan pemuda yang baik hati membantunya. Chotu mengumpulkan uang tersebut bukan tanpa alasan, melainkan untuk membantu pengobatan mata sang ibu yang sudah buta. Namun karena biaya berobatnya telalu besar, uang yang dikumpulkan tidak pernah cukup dan dia mengurungkan niat untuk mengobati sang ibu. Uang tersebut lalu dia gunakan untuk bersekolah dengan cita-cita dapat bekerja dan mengumpulkan uang untuk operasi ibunya.
Penutupan Kelas Budi Pekerti – Kelas Qin Zi Ban (QZB) angkatan XVI dan Tzu Shao Ban (TSB) angkatan XIII dengan tema Pendidikan Kehidupan, dilaksanakan dan diikuti oleh 53 murid dan 21 relawan.
Susan menambahkan, hikmah yang didapat dari kisah ini adalah jangan melihat jumlah dana kecil yang kita berikan, namun lihatlah berdampak besarnya dan artinya bagi orang lain. Semangat Chotu mengajarkan, hidup bukan selalu harus disokong orang lain dengan alasan karena hidup kekurangan, malahan harus tetap bersemangat dan berani bermimpi tinggi dan meraih kebahagian sendiri dan orang yang kita sayangi.
“Walau hidup susah, tetap harus senyum dan tidak putus asa seperti Chotu. Pemikiran Chotu memberi saya banyak inspirasi dan kekuatan untuk masa depan yang menantang,” kata Susan terhadap kisah Chotu.
Di kelas TSB yang dipandu oleh Kimsry, diputar video pertama tentang kisah Xie Kun Shan yang menceritakan kisah seorang pemuda yang mengalami kecelakaan sehingga kehilangan sepasang tangan dan berjalan dengan kaki satu. Dengan kekurangannya itu, Xie Khun San tidak putus asa dan malah bisa mengukir prestasi sebagai seorang pelukis terkenal.
Foto tokoh asli video animasi Nyata Kisahku oleh Siladhamo Mulyono, relawan Tzu Chi yang bekebutuhan khusus. Ia hanya memiliki satu tangan karena kecelakaan di masa kecilnya.
Video kedua ada tentang Nyata kisahku yang dibawakan oleh Siladhamo Mulyono, relawan Tzu Chi yang bekebutuhan khusus. Ia hanya memiliki satu tangan karena kecelakaan di masa kecilnya. Kisah Siladhamo Mulyono ini membuat para siswa maupun relawan ikut terinspirasi dan terkesan. Video yang diputar tersebut pun merupakan hasil karya Siladhamo Mulyono sendiri. Sebuah prestasi yang menakjubkan yang dapat dibuat seorang yang hanya memiliki satu tangan.
“Saya sendiri sangat terkesan ketika video-video tersebut. Ini memberi inspirasi bagi saya untuk tetap kuat dalam hadapi rintangan apapun dalam hidup. Intinya jangan gampang putus asa,” tutur Kimsry.
“Apa yang saya dapat adalah, walaupun ada kesulitan hambatan atau kekurangan di kehidupan seperti cerita tadi orang yang disabilitas, kita tidak boleh patah semangat, kita harus move on dan bekerja keras dan cari cara lain untuk melanjutkan hobi kita,” ungkap Darren Wiyanto, siswa TSB.
Editor: Metta Wulandari