Pendidikan Sebagai Jalan Meraih Mimpi
Jurnalis : Arimami Suryo A, Fotografer : Arimami Suryo ABersama dengan beberapa relawan yang telah dilantik menjadi Relawan Komite Tzu Chi, Suparman memberikan sharing pengalaman kepada para relawan Tzu Chi komunitas He Qi Barat di Depo Pelestarian Lingkungan Tzu Chi Kosambi, Jakarta Barat.
Setelah relawan Tzu Chi di Jakarta semakin bertambah banyak. Ia pun melabuhkan diri untuk fokus dalam Misi Pendididkan Tzu Chi. Berkat ketekunannya ini, Suparman yang tergabung dalam relawan Tzu Chi Jakarta komunitas He Qi Barat akhirnya dilantik menjadi Relawan Komite Tzu Chi pada tahun 2017. Perjalanannya menjadi relawan Tzu Chi pun menorehkan kisah dan warna tersendiri hingga saat ini.
Jalinan jodoh baik Suparman dengan Tzu Chi dimulai pada tahun 2002. Saat itu dirinya juga sudah mulai senang berkegiatan sosial. “Awalnya saya juga aktif di kegiatan sosial bersama teman-teman alumni kampus dan teman kantor. Sampai pada saat itu (2002) ada satu hal yang tidak disengaja, yaitu salah satu teman kantor saya mendapat email dari anak Binus, email tersebut berisi tentang kegiatan bakti sosial kesehatan dari Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia di Jakarta Utara,” cerita Suparman. Karena tahu Suparman suka berkegiatan sosial, temannya tersebut berinisiatif untuk print out isinya dan diberikan kepada Suparman. “Akhirnya saya mendaftar untuk ikut serta berkegiatan dalam baksos tersebut,” tambahnya.
Dari baksos tersebut perjalanannya menjadi relawan Tzu Chi pun dimulai. Dalam rentang waktu 15 tahun (2002-2017), Suparman giat melatih diri dengan ikut berkegiatan di Tzu Chi. “Dulu hampir semua kegiatan saya ikut, dan semakin hari semakin banyak relawan yang bergabung. Dari sini, saya kemudian fokus di Misi Pendidikan Tzu Chi, terutama untuk anak-anak tidak mampu,” ungkap Suparman.
Pada masa-masa awal berkegiatan di Tzu Chi, memakai seragam tidaklah sulit. Setelah mengikuti beberapa kali kegiatan, para relawan sudah diperbolehkan memakai seragam relawan Tzu Chi. Begitu pula dengan Suparman, tepatnya tahun 2005 ia sudah diperbolehkan memakai seragam biru putih. Berbeda dengan saat ini, menggunakan seragam relawan Tzu Chi harus disertai dengan tahapan-tahapan pelatihan diri.
Kemudian pada tahun 2011, untuk pertama kalinya Suparman diajak bertemu Master Cheng Yen di Taiwan. “Jadi salah satu peraturan untuk menjadi relawan komite minimal sekali harus pulang ke kampung halaman batin di Taiwan dan bertemu dengan Master Cheng Yen,” kata Suparman. Setelah dilantik menjadi relawan komite pada tahun 2017, ia pun mengingat kembali kenapa yakin dan bertahan menjadi relawan Tzu Chi. “Pertama, barisan relawan Tzu Chi itu terstruktur, lebih rapi, dan yang utama saya banyak belajar lagi. Karena sebelum jadi relawan, saya hanya murni spontanitas bersama teman-teman saja jika ke panti asuhan dan berkegiatan sosial lainnya. Tetapi di Tzu Chi kita bukan hanya itu, tetapi belajar juga budaya humanis,” jelas Suparman.
Suparman, relawan Misi Pendidikan Tzu Chi yang dilantik menjadi Relawan Komite Tzu Chi di Tahun 2017.
Seiring dengan itu, banyak hal yang dirasakan berubah dalam dirinya setelah bergabung menjadi relawan Tzu Chi. “Dulu awalnya saya kalau ngomong itu cepat, saya orangnya juga kurang sabar. Semenjak bergabung dengan Tzu Chi ada beberapa masukan, terutama dari anak asuh. ‘Pak, bapak tuh kalau ngomong terlalu cepat’ mereka bilang begitu. Dari sini pun saya belajar untuk sabar serta berkomunikasi dengan baik dan benar,” kenang Suparman menceritakan salah satu perubahan diri yang ia rasakan.
Membentuk Generasi Berbudaya Humanis
“Saya ingin anak-anak yang tidak mampu juga bisa mengenyam pendidikan,” kata Suparman menjelaskan alasannya fokus dalam Misi Pendidikan Tzu Chi. Keinginannya tersebut juga ia wujudkan dengan mengajar anak-anak kurang mampu di beberapa panti asuhan dan rumah-rumah belajar bagi anak-anak tidak mampu di wilayah Jakarta dan Tangerang.
Upaya dalam mengembangkan pendidikan bagi anak-anak yang kurang mampu juga terus diperluas, Suparman pun menyisipkan nilai-nilai Tzu Chi supaya anak-anak memahami betul apa itu budaya humanis. “Kita tidak hanya menanamkan kemampuan intelektual tetapi menanamkan sikap, sifat, dan budaya humanis. Hal itu juga yang saya terapkan untuk anak-anak yang tidak mampu,” ungkap Suparman bersemangat.
Anak-anak kurang mampu yang diajar oleh Suparman juga diajak untuk berdonasi sesuai dengan kemampuan dengan menyisihkan sebagian uang jajan mereka. “Tujuannya hanya menanamkan kepada anak-anak jika mereka sudah dewasa mereka juga mau berbagi untuk sesama dan mengajarkan mereka tentang cara berhemat,” jelasnya.
Selama 15 tahun menjadi relawan Tzu Chi dan akhirnya fokus dalam Misi Pendidikan Tzu Chi bukanlah waktu yang sebentar. “Kesannya banyak sekali ya,” kata Suparman. “Saya jadi tambah keluarga. Jika saya tidak berkegiatan di Tzu Chi maka ada perasaan yang hilang,” tambahnya. Salah satu pengalamannya yang paling berkesan adalah saat mendaftarkan salah satu anak asuh untuk bersekolah.
“Pernah ya malam-malam menjahit baju sekolah untuk anak asuh yang didaftarin sekolah hari itu, sedangkan besok pagi harus langsung sekolah. Akhirnya mencari baju sekolah yang masih layak pakai kemudian saya jahit kancingnya dan anak tersebut pakai sepatu seperti orang bekerja karena tidak ada sepatu lagi,” cerita Suparman.
Dari hal tersebut ia memetik hikmah bahwa pendidikan sangatlah penting untuk generasi penerus dalam menyongsong masa depan, apalagi untuk anak-anak yang tidak mampu. “Saya ingin mereka berani bermimpi untuk masa depannya, setidaknya mereka menjadi pribadi-pribadi yang cerdas serta berbudaya humanis,” tutup pria yang bekerja sebagai freelancer dalam bidang akuntan tersebut.
Editor : Yuliati
Artikel Terkait
Pendidikan Sebagai Jalan Meraih Mimpi
04 Desember 2017Selama 15 tahun menjadi relawan Tzu Chi semakin memantapkan Suparman untuk menjadi murid Master Cheng Yen. Di tahun 2017, relawan yang mendedikasikan diri dalam Misi Pendidikan Tzu Chi ini resmi dilantik menjadi Relawan Komite Tzu Chi.