Pengalaman Bersama Tzu Chi

Jurnalis : Febby Lie (He Qi Barat), Fotografer : Erich Kusuma
 
 

fotoMinggu, 19 September 2010, relawan Tzu Chi mengadakan kunjungan kasih ke para pasien penerima bantuan pengobatan Tzu Chi di wilayah He Qi Barat.

Minggu, 19 September 2010. Pukul delapan pagi, untuk pertama pertama kalinya aku ikut berkumpul di ruang sekretariat He Qi Barat yang berlokasi di salah satu ruang di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi. Para relawan Tzu Chi yang berseragam abu-putih dan biru-putih berkumpul. Kegiatan sosial kali ini adalah kunjungan cinta kasih, yaitu kegiatan dimana para relawan berkunjung ke rumah-rumah para pasien untuk memberikan perhatian dan dukungan moral kepada mereka.

Kegiatan dimulai dengan membagi relawan-relawan menjadi beberapa kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 6 sampai 8 orang. Setelah itu dilanjutkan dengan menyusun rencana serta menyiapkan segala keperluan untuk melakukan kunjungan kasih kepada para pasien penerima bantuan Tzu Chi. Barulah kami kemudian berangkat menuju rumah-rumah para pasien yang kami tangani.

Pengalaman Pertama
Pagi itu aku sempat terlambat. Hampir setengah jam lamanya aku berdiri menunggu busway jurusan Kalideres. Padahal dari rumah aku sudah bangun sepagi mungkin untuk menghindari resiko ini. Kegiatan sosial ini adalah yang pertama bagiku di Tzu Chi, jadi aku ingin memberi kesan yang baik kepada para relawan Tzu Chi lainnya. Maklum…, kegiatan ini memang sudah aku nantikan sejak dulu. Namun, apa daya, sekuat apapun aku berusaha, akhirnya telat juga. Tapi aku masih beruntung, para shixiong-shijie disana sangat baik dan pengertian. Mereka semua menunggu dan menyambut kedatanganku dengan ramah. Saat itu aku sangat senang dan lega. Panasnya udara, sesaknya napas karena harus berdesakan dengan para penumpang, dan lamanya waktu yang kurasakan selama di perjalanan serasa hilang begitu saja setelah melihat senyum dan keramah-tamahan para relawan. Wajah mereka menyiratkan sebuah pesan dan kesan mendalam bagiku.

Setelah selesai membagi kelompok dan tugas-tugas, kami pun berangkat ke tempat tujuan masing-masing. Kunjungan pertama kelompok kami bertempat di daerah Hutan Jati, Kalideres, Jakarta Barat. Pasien tersebut bernama Nuni, 20 tahun. Ia menderita gagal ginjal akibat kurang minum air putih dalam kurun waktu yang sangat lama. Melihatnya, pikiranku jadi terbuka. Penyakit bisa menyerang siapa saja. Penyakit itu telah bersemayam dalam tubuh Nuni selama 2 tahun. Sekilas ia tampak seperti anak SD/SMP karena perawakannya yang kecil mungil. Tubuhnya yang kurus kering membuat semua orang yang ada di sana merasa iba terhadapnya.

foto  foto

Ket : - Penyakit gagal ginjal yang di derita oleh Nuni (paling kanan) membuat dirinya menjadi kurus. (kiri)
        - Dengan penghasilan yang minim, kakak- kakak Nuni harus menghidupi kelima anggota keluarganya dan            juga biaya pengobatan Nuni. (kanan)

Nuni tinggal bersama 2 orang kakak. Kedua kakaknya selama ini membiayai semua kebutuhan rumah dan pengobatan Nuni. Kakak Laki-lakinya bekerja sebagai tukang sapu di sekolah. Kakak perempuannya berstatus janda yang memiliki 2 orang anak yang masih kecil-kecil. Ia bekerja sebagai buruh cuci-gosok dari rumah ke rumah yang penghasilannya tidak menentu. Coba bayangkan bagaimana penghasilan mereka yang minim ini harus dapat menghidupi keluarga yang beranggotakan 5 orang dengan keadaan adiknya yang seperti ini? Namun, kita harus belajar satu hal dari mereka, yaitu kasih sayang, kerja keras, pantang menyerah, dan perjuangan mereka tak pernah putus untuk terus berusaha menyemangati dan mengobati adiknya. Sampai pada akhirnya mereka bisa berjodoh dengan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia sehingga para relawan dapat segera menolongnya.

Nuni mengaku mengenal Tzu Chi berawal dari tetangganya yang mendapat bantuan dari Tzu Chi. Sungguh jalinan jodoh yang baik. Tanpa terasa empat bulan sudah lamanya Tzu Chi memberikan bantuan. Bantuan yang diberikan berupa pengobatan dan sejumlah uang untuk keperluan pengobatan cuci darah. Nuni harus menjalani 2 kali cuci darah setiap minggunya di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Sekarang, dengan adanya bantuan dari Tzu Chi, keluarga Nuni dapat lebih tenang menjalani pengobatan Nuni. Oleh karena itu, kami bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih karena sudah memberikan kelancaran dan kemudahan dalam menjalankan misi kemanusiaan. Kami juga berterima kasih kepada Master Cheng Yen yang sudah membuka jalan kemanusian untuk kami sehingga banyak orang yang dapat tertolong berkat bantuan-Nya.

Tzu Chi, Kau Selalu Kutunggu
Kunjungan dilanjutkan ke beberapa tempat dimana kami hanya menjenguk dan mengontrol kebutuhan para pasien lainnya yang sudah sembuh dan kondisi tubuhnya jauh lebih baik sekarang. Perjalanan pun kami lanjutkan kembali. Ini merupakan tempat kunjungan terakhir kami yang terletak di daerah Bambu Larangan, Kalideres, Jakarta Barat. Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, akhirnya kami sampai pada sebuah rumah bertipe “SSS” (Sangat Sederhana Sekali). Tepat di pinggir rumahnya terdapat sebuah kali yang aliran airnya sudah tidak lancar akibat tertutup oleh tumpukan-tumpukan sampah.  Air kali itu berwarna hitam pekat, sangat kotor dan bau. Nyamuk dan lalat bersarang di mana-mana, mengitari sampah-sampah yang teronggok di kali itu. Kebanyakan dari sampah-sampah itu hampir semuanya berasal dari limbah rumah tangga sehingga mengeluarkan bau menyengat yang sangat tak sedap. Selain memberikan kesan yang tak sedap dipandang, tempat itu juga  sangat tidak layak huni. Kondisi lingkungannya sangat tidak sehat untuk seorang lansia berumur 77 tahun.

foto  foto

Ket : -Sejak dibantu Tzu Chi, Ibu Cuti yang dulunya merasa tidak memiliki harapan hidup kini sudah dapat             membantu suaminya mencari nafkah dan menjadi donatur agar dapat membantu orang lain. (kiri).
         - Bapak Marjan (77), seorang pemulung dan penderita hernia yang telah dibantu Tzu Chi 2 tahun silam,             begitu antusias dan terharu menyambut relawan Tzu Chi. (kanan)

Pak Marjan, begitu kami menyebutnya. Beliau berperawakan kurus. Sangat terlihat jelas tonjolan tulang belulangnya yang hanya dibalut kulit. Beliau pernah mengidap hernia akut selama beberapa waktu. Penghasilannya yang hanya sebagai pemulung sampah sangat mustahil untuk dapat  menjadi tumpuan kehidupan keluarganya apalagi mengobati penyakitnya. Ia memiliki seorang istri dan anak yang sampai sekarang masih bergantung pada penghasilannya sebagai pemulung. Keadaannya yang sangat memprihatinkan ini akhirnya sampai kepada Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Setelah menjalani beberapa pemeriksaan kesehatan, akhirnya Pak Marjan telah resmi menjadi pasien penerima bantuan pengobatan Tzu Chi. Yayasan Buddha Tzu Chi membantunya selama 2 tahun. Dorongan moral pun diberikan supaya beliau tetap bersemangat melawan penyakitnya. Sampai akhirnya sekarang ia sembuh total dan tubuhnya sehat seperti semula. Sekarang ia sudah bisa bekerja seperti sedia kala. Melihat kerja keras relawan membuahkan hasil, sudah tentu kami merasa senang.

Pak Marjan hanyalah salah satu pasien penerima bantuan pengobatan Tzu Chi yang berbudi dan berakhlak baik. Ia memiliki cinta kasih universal, di balik kebahagiaannya ia tidak melupakan kami. Ikatan batin dan jodohnya dengan yayasan Tzu Chi sangat kuat, apa yang dipikirkannya bisa sampai kepada kami sehingga pada saat kami berkunjung ke rumahnya, ia sangat terkejut sekaligus terharu melihat kedatangan kami dan kami pun merasakan hal serupa dengannya. Kini simpul di hatinya sudah terurai, tiada lagi risau di hati. Pak Marjan dapat melewati hari-hari seperti sedia kala tanpa beban seperti dulu, dan kami pun tetap berusaha untuk terus melebarkan sayap, berjuang menyebarkan cinta kasih universal ini ke semua makhluk yang membutuhkan sesuai visi dan misi Master Chen Yen.

  
 
 

Artikel Terkait

“Berdoa Saja, Tidak Mau Bersedih”

“Berdoa Saja, Tidak Mau Bersedih”

28 Januari 2014 Di hari itu relawan kembali mengadakan program “cash for work” untuk kedua kali. Warga diajak untuk bersama-sama membersihkan lingkungannya, dan setelah itu mereka akan mendapatkan bantuan berupa uang dan paket bantuan.
Semangat Hidup Salidin dan Nonayu

Semangat Hidup Salidin dan Nonayu

10 Desember 2018
Salidin dan Nonayu adalah sepasang suami istri yang hidup tanpa anak, dengan segala keterbatasan fisik untuk bekerja lebih keras. Hal ini dikarenakan kedua kaki suaminya sering sakit. Hidup mereka banyak dibantu warga sekitar. Mereka juga memiliki banyak hutang untuk makan sehari-hari. 
Buku untuk Generasi Penerus Bangsa

Buku untuk Generasi Penerus Bangsa

04 Agustus 2016

Tzu Chi Padang menyerahkan bantuan sebanyak 800 buku-buku mata pelajaran untuk kelas 7 – 9 SMP yang rusak akibat terkena banjir pada bulan Maret lalu. penyerahan buku dihadiri oleh Wakil Walikota Padang.

Bila sewaktu menyumbangkan tenaga kita memperoleh kegembiraan, inilah yang disebut "rela memberi dengan sukacita".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -